Kamis, 24 September 2020

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Kompetensi Da'i Menurut Al-Qur'an)

 


*Khutbah Pertama*

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي امْتَنَّ عَلَى الْعِبَادِ بِأَنْ يَجْعَلَ فِي كُلِّ زَمَانِ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى، وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الأَذَى، وَيُحْيُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ أَهْلَ الْعَمَى، 

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، 

فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى:أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مّمّن دَعَآ إِلَى اللّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ 

*Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,* 

Dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam kepada manusia. Dan sebagai peristiwa komunikasi, aktivitas dakwah dapat menimbulkan berbagai peristiwa di tengah masyarakat seperti harmoni, ketegangan, dan kotroversial. Dakwah ditujukan kepada manusia (madʻu) yang bukan hanya memiliki telinga, tetapi juga memiliki jiwa, dapat berpikir, dan merasa. Oleh karena itu, dai/mubalig tidak cukup hanya menguasai materi, tetapi juga menguasai karakter manusia yang menjadi madʻu.

Praktik dakwah berlangsung karena adanya materi, metode, mad'u (audiens), dan dai itu sendiri. Keempat komponen tersebut saling melengkapi dan menentukan keberhasilan dalam dakwah. Dakwah adalah kewajiban setiap umat Islam, namun secara khusus dijalankan oleh para dai yang akrab disebut ustadz, kiai, syekh, tuan guru, ajengan, dan sebutan lainnya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi, 

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Ali - Imran: 104). 

Dai merupakan pelaku dakwah yang menyeru, menyampaikan, mensyiarkan dan mengajak umat manusia ke jalan Tuhan; menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dan mensejahterakan umat Islam agar selamat dan bahagia dunia akhirat. Dai adalah duta umat atau utusan umat yang mengemban amanat dan menyampaikan risalah kenabian dan menjadi panutan dalam menjalankan ajaran yang didakwahkannya. Selain itu, dai juga adalah penyampai ajaran-ajaran Islam dan mengajarkannya kepada orang lain serta berusaha untuk mengaplikasikannya dalam kehidupannya. 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا 

“Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan. dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi” (QS Al-Ahzab [33]: 45-46). 

Menurut Muhammad Ali al-Sabuni dalam al-Nubuwah wa al-Anbiya’, tugas para dai adalah meluruskan orientasi manusia agar ia mau menjadikan dunia yang diibaratkan setetes air itu untuk meraih kebahagiaan dirinya di akhirat yang diibaratkan air laut. Maka untuk menjalankan tugas dakwahnya, dai harus memiliki kompetensi yang memadai mengingat besarnya tanggung jawab di tengah umat terlebih di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kompetensi dai yang dimaksud adalah standar minimal yang mencakup pengetahuan, penghayatan, perilaku, dan keterampilan dalam dunia dakwah. Kompetensi dai merupakan gambaran ideal yang patut dan layak sebagai penyambung lidah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyampaikan ajaran Islam dari masa ke masa. Dai yang berkualitas dan berintegritas sangat dibutuhkan masyarakat banyak, terutama di zaman pasca-modern atau era globalisasi saat ini.  

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ 

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (QS An-Nahl: 125).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

ﻭﻣﻦ ﺃﺣﺴﻦ ﻗﻮﻟﺎ ﻣﻤﻦ ﺩﻋﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺤﺎ

ﻭﻗﺎﻝ ﺇﻧﻨﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ

“Siapakah yg lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan amal yang sholih, dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushilat: 33)

Sesuai arti “ﺩﻋﺎ” dalam ayat itu, maka seharusnya seorang da’i itu mengajak dan menyeru kepada Allah 

Subhanahu wa Ta'ala bukan mengejek.

Lihat kisah Nabi Musa 'alaihissalam ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala Firmankan, 

ٱذۡهَبَاۤ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ ۝  فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلࣰا لَّیِّنࣰا لَّعَلَّهُۥ یَتَذَكَّرُ أَوۡ یَخۡشَىٰ

“Pergilah kalian berdua (wahai Musa dan Harun) kepada fir’aun, karena sesungguhnya dia telah melampaui batas. Dan katakanlah kepadanya kata-kata yang halus, dengan harapan ia akan sadar dan takut.” (QS. Thaha: 43-44)

Dalam ayat itu fir’aun dikatakan “melampaui batas.” Kenapa?

Karena dia mengatakan dgn sombong, “Akulah Robb-mu yg paling tinggi.” (QS. An-Nazi’at: 24)

Dan perkataan lembut yg dimaksud dalam QS. Thaha: 44 adalah seperti yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan dalam QS. An-Nazi’at: 18, “dan katakanlah (kepada fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)?”

Seorang mengaku tuhan saja, tetap Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan Nabi-Nya agar mendakwahi dengan lembut.

Kita semua punya kewajiban sebagai da’i yaitu mengajak orang kembali pada syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala, kenyataannya dengan lembut saja belum tentu orang terbuka hatinya, apalagi dengan kasar disertai ejekan dan perendahan. Lebih-lebih menghakimi mereka dengan menganggap kita ini sdh jauh lebih baik dari mereka.Maka “Katakanlah kepadanya kata-kata yang halus”

Ilmu tidak diberikan untuk kita menjadi sombong dan angkuh merasa lebih hebat dan mulia dibandingkan saudara-saudara kita yang lain tetapi ilmu menjadi beban tanggungjawab untuk diamalkan dan disampaikan dengan cara akhlak yg mulia yg telah diajarkan oleh Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hilangkanlah kebiasaan saling menyalahkan, mengejek bahkan menghakimi kalau orang lain bersalah. Ganti dengan saling mendoakan dan minta didoakan.

*Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,* 

Dai diharapkan sekurang-kurangnya memiliki dua hal. Pertama, kompetensi yang berkaitan dengan substansi dakwah. Kompetensi ini menuntut dai berwawasan luas, baik di bidang keislaman maupun kemasyarakatan. Pendakwah juga diharapkan berakhlak mulia dalam kesehariannya, sebelum menunaikan misi yang sejalan dengan tugas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah secara tegas bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق

“Sesungguhnya Rasulullah diutus oleh Allah di dunia ini tak lain hanyalah untuk menyempurnakan (akhlak/budi pekerti) yang mulia” (HR. Ahmad). 

Kedua, kompetensi yang berkenaan dengan pelaksanaan dakwah. Idealnya, pendakwah memiliki kemampuan merencanakan, menganalisis mad’u (sasaran dakwah), serta mengidentifikasi masalah umat, baik melalui dialog lisan, tulisan, maupun pergaulan sehari-hari. 

*Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,* 

Namun demikian, beratnya tugas dan kompetensi dai setara dengan keistimewaan yang melekat pada seorang dai. Di dalam kitab al-Madkhal ila ‘ilm al-Dakwah, Syekh al-Bayanuni menjelaskan bahwa keistimewaan dai itu dapat dilihat dari 3 perspektif, yakni perspektif materi, tugas, dan pahala. Secara materi, dai menyeru ke jalan Allah serta menyeru untuk meraih keridhaan dan surga-Nya. Dari perspektif tugas, dai itu merupakan tugas yang paling mulia yang notabene melanjutkan dakwah baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dari perspktif pahala yang akan diterima, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjamin para dai dengan perolehan pahala yang besar, dan keagungan yang tinggi. Hal ini sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim).

Semoga khutbah yang singkat ini bermanfaat bagi kita semua, terlebih dapat meneguhkan langkah dakwah kita dalam mensyiarkan Islam yang rahmatal lil alamiin.  

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَا ئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ، وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الصَّا بِرِيْن. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّا حِمِيْنَ  

*Khutbah Kedua*  

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، 

فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، 

وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. 

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar