Selasa, 27 Agustus 2024

MENGKROSCEK KITAB AL-IMAM AL-MUHAJIR KARYA MUHAMMAD DHIYA' SYAHAB

Disebutkan dalam Kitab Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Ash-Shadiq karya  Muhammad Dhiya’ Shahab dan Abdullah bin Nuh, cet. Pertama Daar Asy-Syuruq, Jami' Al-Huquq Mahfuzhah, Kerajaan Saudi Arabia, 1400 H./1980 hal.47-48 bahwa anak Al-Muhajir Ahmad bin Isa Ar-Rumi adalah Abdullah bukan Ubaidillah,

مغادرته البصرة

رأى الإمام المهاجر تفرق الطالبيين في البلدان ، ورأى سوء الحالة التي يعانيها الناس ، وسير الدولة إلى الذوبان ، وشاهد الفوضى ، وعاصر الأحداث الدامية ، وتفاقم الأهواء ، فلا أمن ولا استقرار ، والخطر نستحكم الحلقات ، فأيقن أن الرحيل أمر لا مفر منه ، بذلك اكتظت شعاب نفسه. 

لقد تركت فتنة الزنج آثاراً سيئة في الحياة وفي النفوس والعمران ، وتركت ثورة القرامطة وهجومهم على البصرة عام ٣١٠ ما لا يصبر عليه صابر ، اذ دخلوها والمهاجر بين أسرته ، وسكان البصرة في قلق وارتباك ، والنساء في ارتعاش وهلع ، والأطفال يصرخون جزعاً ، والجثث تتساقط في الشوارع ، والنيران تلتهب في المنازل ، وهو ينظر إلى كل ذلك فيخفف من هلع النساء ، ويمسح دموع الأطفال ، ويهدىء من روع الخدم . 

في ذلك العام العصيب عام ۳۱۰ هـ يبلغه نغي صديقه محمد بن جرير الطبري .

لم تعد الحالة من الاستقرار ما يستميله للبقاء ، فقر رأيه – بعد استشارة أفراد أسرته وأقاربه - على مغادرة العراق تاركاً بها أمواله وأبناءه ، فقد اشتدت الحالة إلى حد لا يرضى به ذو أريحية ، فوافق أقاربه على رأيه في الرحيل ، وقرر الاجتماع العائلي هجرته ، وحتى الفراق قوسه ، وانتسخ الأمل في البقاء . 

إلى الحجاز  

في سنة ٣١٧ ه في عصر المقتدر بالله (٢٩٥ - ٣٢٠ ه) توجهت قافلة كبيرة من البصرة ، غادرتها وهي تعج بسكانها وتضطرب بصناعها ، تخترق فضاءها أصوات الباعة ، وسائقي الدواب ، ومطارق الحدادين ورغاء الابل في المعاطق ، وضربت القابلة في فسيح الأرض ، واجتازت الوهاد ، وصعدت كل نجد .

غادرت القافلة تلك المدينة بعد أن هاجمتها غوائل الدهر ، ومرت عليها الحوادث والمآسي ، متوغلة في الصحراء ، تحمل الإمام المهاجر وزوجته زينب بنت عبد الله بن الحسن بن علي العريضي ، وابنه عبد الله

وزوجته أم البنين بنت محمد بن عيسى بن محمد ، وحفيده اسماعيل ( الملقب

بصري ) ابن عبد الله ، وحاشية عدد أفرادها نحو السبعين

*Kepergiannya dari Basrah*

Imam Al-Muhajir (Ahmad bin Isa) menyaksikan perpecahan keturunan Bani Thalib di berbagai negeri, melihat kondisi buruk yang dialami oleh masyarakat, serta menyaksikan negara yang berjalan menuju kehancuran, kekacauan, dan peristiwa berdarah yang terjadi. Beliau melihat ketegangan yang semakin meningkat, tanpa keamanan dan stabilitas, dan bahaya yang semakin mengancam. Beliau pun yakin bahwa meninggalkan negeri tersebut adalah keputusan yang tak terelakkan, perasaan ini memenuhi hatinya.

Fitnah kaum Zanji telah meninggalkan dampak buruk dalam kehidupan, jiwa, dan pembangunan. Revolusi Qaramithah serta serangan mereka terhadap Basrah pada tahun 310 H menyebabkan kondisi yang sangat sulit untuk ditolerir. Ketika mereka memasuki kota, Imam Al-Muhajir berada di antara keluarganya. Penduduk Basrah hidup dalam kecemasan dan kebingungan, para wanita gemetar ketakutan, anak-anak menjerit ketakutan, jenazah berjatuhan di jalanan, dan api membakar rumah-rumah. Melihat semua itu, beliau berusaha menenangkan para wanita, menghapus air mata anak-anak, dan menenangkan para pelayan.

Pada tahun yang penuh kesulitan tersebut, yaitu tahun 310 H, beliau menerima kabar kematian sahabatnya, Muhammad bin Jarir (Ibnu Jarir) Ath-Thabari.

Keadaan tidak lagi memberikan stabilitas yang bisa membuatnya bertahan. Setelah berkonsultasi dengan anggota keluarga dan kerabatnya, ia memutuskan untuk meninggalkan Irak, meninggalkan harta dan anak-anaknya di sana, karena situasinya telah memburuk ke tingkat yang tidak dapat diterima oleh orang yang memiliki martabat. Kerabatnya menyetujui keputusannya untuk pergi, dan dalam pertemuan keluarga, mereka memutuskan untuk melakukan hijrah. Perpisahan telah tiba, dan harapan untuk tetap tinggal telah pupus.

*Ke Hijaz*

Pada tahun 317 H, pada masa pemerintahan Al-Muqtadir Billah (295-320 H), sebuah kafilah besar berangkat dari Basrah. Mereka meninggalkan kota tersebut yang penuh sesak dengan penduduknya dan hiruk-pikuk para pengrajin. Suara pedagang, kusir, palu tukang besi, dan raungan unta terdengar memenuhi langit kota itu. Kafilah itu melintasi padang pasir yang luas, melewati lembah-lembah, dan mendaki dataran tinggi.

Kafilah itu meninggalkan kota setelah bencana menimpa dan tragedi melanda, mereka melintasi gurun, membawa Imam Al-Muhajir, istrinya Zainab binti Abdullah bin Hasan bin Ali Al-Uraidhi, putranya Abdullah, istrinya Umm Al-Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad, cucunya Ismail (dikenal sebagai Basri) putra Abdullah, dan rombongan mereka yang terdiri dari sekitar tujuh puluh orang." (Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Ash-Shadiq karya  Muhammad Dhiya’ Shahab dan Abdullah bin Nuh, cet. Pertama Daar Asy-Syuruq, Jami' Al-Huquq Mahfuzhah, Kerajaan Saudi Arabia, 1400 H./1980 hal.47-48)

Dalam penjelasan kitab ini pun nama anak Ahmad (Al-Muhajir) bin Isa (Ar-Rumi) bernama Abdullah bukan Ubaidillah. Wallahu a'lam bis-Shawab 🙏🏻 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar