Sabtu, 15 Juni 2024

BEDA ANTARA MUHAMMAD BIN IBRAHIM THABATHABA (W 199 H) DENGAN YAHYA THABATHABA ATAU IBNU THABATHABA (W 478 H)





Dalam kitab Itti'azh Al-Hunafa bi Akhbar Aimmah Al-Fathimiyyin Al-Kulafa karya Al-Imam Taqiyuddin Al-Maqrizi  juz 1 halaman 12 dijelaskan tentang biografi Muhammad bin Ibrahim Thabathaba ternyata adalah seorang Imam Syi'ah Zaidiyyah di Yaman sebagaimana penjelasan berikut,

محمد بن إبراهيم طباطبا (73 هـ - 199 هـ) من أئمة الزيديين في اليمن 

الأب : ابراهيم طباطبا  تعديل قيمة خاصية (P22) في ويكي بيانات

الأم : أم الزبير بنت عبد اللّه بن أبي بكر بن عباس بن عبد الرحمن بن الحرث بن هشام بن المغيرة بن عبد اللّه بن عمرو بن مخزوم

إخوة وأخوات : القاسم الرسي

له كتب ألفها في الأشعار والآداب، منها: كتاب سنام المعالي. كتاب عيار الشعر

إتعاظ حنفاء بأخبار الأمة الفاطميين الخلفاء لامام تقي الدين المقريزى جز ١ ص ١٢

عز الدين علي بن محمد بن الأثير (2012م). الكامل في التاريخ. بيروت: دار الكتاب العربي. ج. 5. ص. 464.

Muhammad bin Ibrahim Ṭhabaṭhaba (lahir 73 H - wafat 199 H) adalah salah satu imam dari Zaidiyah di Yaman.

- Ayah: Ibrahim Ṭhabaṭhaba

- Ibu: Umm Az-Zubair binti Abdullah bin Abi Bakr bin Abbas bin Abdul Rahman bin Al-Harth bin Hisham bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum

- Saudara: Al-Qasim Ar-Rasy

Dia menulis banyak buku tentang puisi dan sastra, di antaranya: buku "Sinam Al-Ma'ali" dan buku "'Iyar Ash-Shi'r".

Referensi:

I'tiazh Al-Ḥanafa' bi Akhbar Al-Ummah Al-Faṭhimiyyin al-Khulafa' li-Imam Taqiuddiin Al-Maqrizi, juz 1, halaman 12.

Sumber:

Ibn al-Athir, 'Izz al-Din Ali bin Muhammad. (2012). "Al-Kamil fi At-Tarikh". Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi. Jilid 5. Halaman 464.

Adapun biografi lengkap Abu Ma'mar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba w.478) pengarang kitab Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein adalah,

أبو معمر يحيى طباطبا هو أبو معمر يحيى بن محمد بن القاسم بن محمد بن إبراهيم طباطبا بن إسماعيل الديباج بن إبراهيم بن الحسن المثنى بن الحسن بن علي بن أبي طالب. وهو نسابة شهير، و كان من فضلاء الحسنيين من أهل بغداد، كما كان شاعراً وأديباً. وقد توفي سنة 199 هـ.

ألف كتاب أبناء الإمام في مصر والشام في المائة الثانية بناءً على طلب جمهرة من الناس لما كثر مدعوو النسب إلى آل البيت.

يحيى طباطبا العلوي الشريف أبو المعمر يحيى بن طباطبا العلوي، فإنه كان من أهل الأدب والسؤدد، وإليه انتهت معرفة نسب الطالبين في وقته.

وأخذ عن علي بن عيسى الربعي وعن أبي القاسم الثمانيني، وأخذ عنه شيخنا الشريف أبو السعادات هبة الله بن علي بن محمد بن حمزة العلوي الحسني المعروف بابن الشجري.

Abu Ma'mar Yahya Ṭhabaṭhaba adalah Abu Ma'mar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim bin Muhammad bin Ibrahim Ṭhabaṭhaba bin Isma'il Ad-Dabaj bin Ibrahim bin Al-Ḥasan al-Muthannā bin Al-Ḥasan bin Ali bin Abi Ṭhalib. Dia adalah seorang ahli silsilah terkenal dan termasuk di antara orang-orang terhormat dari kalangan Hasyimi di Baghdad. Selain itu, dia juga seorang penyair dan intelektual. Dia meninggal pada tahun 199 Hijriah.

Dia menulis buku Abna' Al-Imam fi Mishri wa Asy-Syam (Anak-anak Imam di Mesir dan Syam pada Abad ke-2) atas permintaan banyak orang karena banyaknya orang yang mengklaim keturunan dari keluarga (Ahlu) Al-Bait.

Yahya Ṭhabaṭhaba al-'Alawi

Adapun al-Syarif Abu al-Ma'mar Yahya bin Ṭhabaṭhaba al-'Alawi, dia merupakan seorang ahli sastra dan keturunan terhormat. Dia adalah seorang yang paling ahli dalam pengetahuan tentang silsilah di zamannya. Dia belajar dari Ali bin Isa al-Rubai dan Abu Al-Qasim Ath-Thamani, dan belajar dari guru kami Asy-Syarif Abu As-Sa'adat Hibatullah bin Ali bin Muhammad bin Hamzah Al-'Alawi Al-Hasani yang dikenal sebagai Ibnu Ash-Shujari. (Al-Maktabah Syamilah)

Disinilah penyebab salah satu awal perbedaan pro-krontra terkait asal-usul ba'alawi dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang ramai saat ini dan belum terselesaikan masalahnya.

Dalam kitab karya Yahya Thabathaba dikenal sebagai Ibnu Thabathaba yaitu Abna' Al-Imam fi Mishri wa Asy-Syam pada halaman 167 yang menjelaskan bahwa Imam Ahmad bin Isa memiliki 4 orang anak yaitu :

1. Muhammad bin Ahmad

2. Abdullah bin Ahmad

3. Ali bin Ahmad, dan

4. Husain bin Ahmad

Sebagaimana ibarot dari kitab tersebut sebagai berikut,

ذكر ولد السيد عيسى بن محمد بن علي العريضي

عيسى بن محمد بن علي العريضي بن جعفر الصادق وهو عيسى الاكبر، الملقب بالازرق، والمشهور بالرومي، أمه رومية ام الولد، وفى ولده عدد كبير من العريضيين، منتشرون فى كثير من البلدان، بالعراق، وحضرموت، والشام، ومصر، وغيرها. وقد أعقب خمسة وثلاثين ولدا، ثلاثون ذكرا، وخمسة اناث، ومن الذكور من كان مقلا ومنهم من كان مكثرا ومنهم من لم يعقب أو انقراض نسله.

لكن عقب السيد عيسى بن احمد بن عيسى الشهير بالمهاجر كان كثيرا جدا فى حضرموت وبعض بلاد المسلمين، له أربعة أولاد : محمد بن احمد، وعبد الله بن احمد، وعلي بن احمد وحسين بن احمد

"Menyebutkan anak dari Sayyid Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi, yaitu :

Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far As-Shadiq yang lebih tua, yang dijuluki Al-Azraq, dan terkenal sebagai (Isa) Ar-Rumi, ibunya adalah Rumiyyah Ummul Walad, dan dia memiliki banyak keturunan Uraidhi tersebar di banyak negara, termasuk Irak, Hadhramaut, Syam, Mesir, dan lain-lain. Dia memiliki lima puluh lima anak, tiga puluh laki-laki, dan lima perempuan, dan di antara laki-laki ada yang memiliki keturunan sedikit, ada yang memiliki keturunan banyak, dan ada yang tidak memiliki keturunan atau keturunannya punah.

Namun, keturunan Sayyid Isa bin Muhammad dari putranya Ahmad bin Isa yang terkenal dengan nama Al-Muhajir sangat banyak di Hadhramaut dan beberapa negara Muslim lainnya. Dia memiliki empat anak: Muhammad bin Ahmad, Abdullah bin Ahmad, Ali bin Ahmad, dan Husain bin Ahmad." (Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir Bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba [w.478] hal. 167)

Dan kemudian ada penjelasan di halaman 169 dalam tabel silsilah nasab terkait nama Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir lebih dikenal dengan nama Ubaidillah sebagaimana disebutkan, 

عبد الله عرف بعبيد الله (بالتصغير) حيث كان يستحسن ذالك تواضعا وكنيته ابو علوي, وعلوي ابنه اكبر, وهو جد السادة العلوية الشافعية ويعرفون بأل علوي, بني علوي, باعلوي, بن علوي له عقب منتشر فى غالب البلدان

"Abdullah dikenal sebagai 'Ubaidillah' (dengan penulisan yang lebih kecil), karena dia menghendaki itu sebagai tanda kerendahan hati, dan julukannya adalah Abu Alawi. Alawi, putranya tertua, adalah leluhur dari para tuan Alawi dari Syafi'iyyah, yang dikenal sebagai keluarga Alawi, Bani Alawi, Baa' Alawi, dan keluarga Alawi yang memiliki keturunan yang tersebar di sebagian besar negara." (Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir Bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba [w.478] hal. 169). 

Yang menjadikan pertanyaan adalah dalam sampul kitab Abna' Al-Imam fi Mishri wa Asy-Syam tertulis karya Ibnu Thabathaba (w 478), sementara di dalam mukaddimah kitab yang disampaiakn As-Sayyid Yusuf bin Abdullah Jamalullail bahwa pengarang kitab Abna' Al-Imam fi Mishri wa Asy-Syam adalah As-Sayyid Asy-Syarif Ibnu Ma'mar bin Muhammad bin Qasim bin Ibrahim bin Isma'il Ad-Dabbaj bin Ibrahim bin Hasan Al-Mutsanna bin Hasan As-Sabth bin Al-Imam Ali bin Abi Thalib wa Fathimatuz Zahra yang wafat tahun 199 H padahal yang wafat di tahun tersebut sebagaimana penjelasan diatas adalah Muhammad bin Ibrahim Thabathaba. Ini yang terlihat agak janggal dan perlu segera diketemukan jawabannya. Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى اقوم الطريق*

Jumat, 14 Juni 2024

KONTRADIKSI ANTARA PENJELASAN KITAB ASY-SYAJARAH AL-MUBARAKAH IMAM FAKHRURRAZI DENGAN KITAB ABNA' AL-IMAM IBNU THABATHABA



Perdebatan di media sosial Indonesia seputar legitimasi komunitas Ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Episode tersebut menggambarkan bahwa silsilah tidak hanya mengacu pada daftar nama. Itu adalah identitas sosial, sejarah, dan agama. Oleh karena itu, ketika seorang cendekiawan Islam Banten KH. Imaduddin Utsman menentang klaim yang telah lama diterima bahwa Ba'alawi adalah keturunan Nabi, tidak mengherankan jika ia menerima banyak reaksi balik. Meskipun tesis tersebut sebagai tindakan akademis, ada pula yang melihatnya sebagai serangan sembarangan terhadap komunitas mulia, dan bahkan upaya yang sia-sia.

KH. Imaduddin Utsman mengatakan bahwa baru sejak abad ke sepuluh Islam muncul dalam kitab nasab mereka mempunyai hubungan dengan Ahmad bin 'Isa, dan bahwa 'Ubaidillah ditanamkan pada silsilah Ahmad bin 'Isa. Di dalam kitab nasab yang dikaitkan dengan ulama abad keenam Al-Fakhr Ar-Razy yang berjudul As-Syajarah Al-Mubarakah (Pohon Keluarga yang Diberkahi) menutup pintu terhadap klaim Ba'alawi karena menunjukkan bahwa Ahmad memiliki tiga orang putra dan tidak ada satupun di antara mereka yang bernama 'Ubaidillah. Kemudian beliau menyimpulkan bahwa Ba'alawi bukanlah keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang sebenarnya.

Dalam penelusuran penulis dalam kitab dimaksud disebutkan dalam halaman 27 sebagai berikut,

وأما احمد الابح، عقبه من ثلاثة بنين : محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، والحسين عقبه بنيسابور. واختلطت نسب ولد الحسين هذا بولد الحسين بن احمد الشعراني بن علي العريضي.

"Adapun Ahmad al-Abah memiliki keturunan dari tiga anak laki-laki yaitu Muhammad Abu Ja'far di Rayy, Ali di Ramalah (Palestina), dan Husain di Naisabur (Iran). Keturunan dari Husain ini bercampur dengan keturunan Husain bin Ahmad al-Sharani bin Ali Al-Uraidhi." 

Sementara dalam penjelasan kitab Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba w.478) halaman 167 disana dijelaskan bahwa Imam Ahmad bin Isa memiliki 4 orang anak yaitu :

1. Muhammad bin Ahmad

2. Abdullah bin Ahmad

3. Ali bin Ahmad, dan

4. Husain bin Ahmad

Meskipun ada keterangan dari kitab-kitab yang menjelaskan bahwa Abdullah atau Ubaidillah ini pun termasuk salah satu dari anak dari Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi diantaranya adalah kitab Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir Bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba [w.478] hal. 167. Namun penjelasan dari kitab karya golongan Ba'alawi tidak diakui keshahihannya oleh KH. Imaduddin Utsman.

Adapun ibarotnya dari kitab tersebut sebagai berikut,

ذكر ولد السيد عيسى بن محمد بن علي العريضي

عيسى بن محمد بن علي العريضي بن جعفر الصادق وهو عيسى الاكبر، الملقب بالازرق، والمشهور بالرومي، أمه رومية ام الولد، وفى ولده عدد كبير من العريضيين، منتشرون فى كثير من البلدان، بالعراق، وحضرموت، والشام، ومصر، وغيرها. وقد أعقب خمسة وثلاثين ولدا، ثلاثون ذكرا، وخمسة اناث، ومن الذكور من كان مقلا ومنهم من كان مكثرا ومنهم من لم يعقب أو انقراض نسله.

لكن عقب السيد عيسى بن محمد من ابنه احمد بن عيسى الشهير بالمهاجر كان كثيرا جدا فى حضرموت وبعض بلاد المسلمين، له أربعة أولاد : محمد بن احمد، وعبد الله بن احمد، وعلي بن احمد وحسين بن احمد

"Menyebutkan anak dari Sayyid Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi, yaitu :

Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far As-Shadiq yang lebih tua, yang dijuluki Al-Azraq, dan terkenal sebagai (Isa) Ar-Rumi, ibunya adalah Rumiyyah Ummul Walad, dan dia memiliki banyak keturunan Uraidhi tersebar di banyak negara, termasuk Irak, Hadhramaut, Syam, Mesir, dan lain-lain. Dia memiliki lima puluh lima anak, tiga puluh laki-laki, dan lima perempuan, dan di antara laki-laki ada yang memiliki keturunan sedikit, ada yang memiliki keturunan banyak, dan ada yang tidak memiliki keturunan atau keturunannya punah.

Namun, keturunan Sayyid Isa bin Muhammad dari putranya Ahmad bin Isa yang terkenal dengan nama Al-Muhajir sangat banyak di Hadhramaut dan beberapa negara Muslim lainnya. Dia memiliki empat anak: Muhammad bin Ahmad, Abdullah bin Ahmad, Ali bin Ahmad, dan Husain bin Ahmad." (Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir Bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba [w.478] hal. 167)

Dan kemudian ada penjelasan di halaman 169 dalam tabel silsilah nasab terkait nama Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir lebih dikenal dengan nama Ubaidillah sebagaimana disebutkan, 

عبد الله عرف بعبيد الله (بالتصغير) حيث كان يستحسن ذالك تواضعا وكنيته ابو علوي, وعلوي ابنه اكبر, وهو جد السادة العلوية الشافعية ويعرفون بأل علوي, بني علوي, باعلوي, بن علوي له عقب منتشر فى غالب البلدان

"Abdullah dikenal sebagai 'Ubaidillah' (dengan penulisan yang lebih kecil), karena dia menghendaki itu sebagai tanda kerendahan hati, dan julukannya adalah Abu Alawi. Alawi, putranya tertua, adalah leluhur dari para tuan Alawi dari Syafi'iyyah, yang dikenal sebagai keluarga Alawi, Bani Alawi, Baa' Alawi, dan keluarga Alawi yang memiliki keturunan yang tersebar di sebagian besar negara." (Abna' Al-Imam Fi Mishr Wa Asy-Syam Al-Hasan Wa Al-Husein karya Abu Mu'ammar Yahya bin Muhammad bin Qasim Al-Husaini Al-Alawi Asy-Syahir Bi Ibni Thabathaba (Ibnu Thabathaba [w.478] hal. 169). 

Kesimpulannya, dalam hal ini kedua pihak harus bisa saling menghormati pendapat masing-masih dengan tidak merendahkan satu sama lain dan merasa lebih baik dari orang lain dalam nasab dan lainnya, serta meneliti dan membaca untuk mengetahui pendapat yang lebih benar di antara pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh para ulama. Wallahu a'lam bis-Shawab

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى اقوم الطريق*

Rabu, 12 Juni 2024

IBNU HAZM MENCATAT BAHWA BANI UBAID DAN UBAIDILLAH YANG MENGAKU AHLUL BAIT ADALAH KEDUSTAAN YANG KEJI




Syahdan, Ibnu Hazm adalah seorang sejarawan, ahli fikih, dan imam Ahlussunnah di Spanyol Islam. Ia dikenal karena produktivitas keliteraturannya, luas ilmu pengetahuannya, dan kepakaran dalam bahasa Arab. 

Dalam salah satu kitab karyanya Jamharat Ansab Al-Arab menuliskan kesaksian akan adanya sebuah klaim nasab dari ahlul bait, pertama dari Bani Ubaid yang ingin mendompleng kekuasaan ahlul bait pada awal kepemimpinan mereka oleh penguasa Mesir. Banu Ubaid, mengakui Abdullah bin Ja'far bin Muhammad sebagai pemimpin. Namun, ketika mereka mengetahui bahwa Abdullah tidak memiliki keturunan laki-laki, mereka meninggalkannya dan beralih ke Ismail bin Ja'far bin Muhammad. Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Hussein yang memiliki keturunan Ismail sebagai titik temu (tujuan) hidupnya. Kisah Bani Ubaid mendompleng ahlul bait dalam kekuasaan dicatat oleh Ibnu Hazem pada hal. 54 kitab karyanya, 

هولاء ولد محمد بن علي بن الحسين بن علي بن ابي طالب

ولد محمد بن علي : عبدالله ، ابراهيم وعلي وجعفر، لتعقب لعبد الله ولا لابراهيم ولا لعلي. الا أن عبدالله كان له ابن اسمه حمزة، مات عن ابنة فقط ولا عقب له ولا ابنته. وعبدالله هذا هو الملقب بالافطح، كان افطح الرأس، وكانت شيعة تدعى امامته، منهم زرارة بن أعين الكوفي، محدث ضعيف فقدم زرارة المدينة، فلق عبدالله ، فسأله عن مسائل من الفقه، فألفاه فى غاية الجهل فرجع عن امامته، فلما انصرف إلى الكوفة أتاه أصحابه فسألوه عن أمامه وامامهم، وكان المصحف بين يديه فاشارلهم اليه، وقال لهم : هذا امامي، لا أمام لي غير ه، فانقطعت الشيعة المعروفة بالافطاحية.

ولا عقب لمحمد الا من جعفر بن محمد فقط. الا أن بني عبيد، ولاة مصر الان، قد ادعوا فى أول أمرهم إلى عبدالله بن جعفر بن محمد هذا، فلما صح عندهم أن عبدالله هذا لم يعقب الابنة واحدا تركوه وانتموا إلى اسماعيل بن جعفر بن محمد، فولد جعفر بن محمد بن علي بن الحسين : اسماعيل ملتقى حياته, وامامته تدعى القرامطة والعلاقة من الرفيضة، وأمه فاطمة بنت الحسين بن الحسين بن علي بن ابي طالب. وموسى وأمانته تدعى إلى امامية من الرفيضة، ومحمد ادعى الخلافة بمكة أيام المأمون، ثم انخلع وبقى فى غمار الناس حتى مات.

والشيعة تلقبه الديباحة لجمال وجهه، وكان فى أول أمره محدثا، واسحاق امهم ثلاثتهم ام ولد، وعلي القائم بالبصرة، لام ولد، لكل واحد منهم عقب، وعبدالله لم يعقب الا ابنة  اسمها فاطمة، تزوجها العباس بن موسى بن عيسى بن موسى بن محمد بن علي بن عبدالله بن عباس بن عبد المطلب، ثم ابن عمها علي بن اسماعيل بن جعفر بن محمد. فولد علي بن جعفر بن محمد : علي، وجعفر، والحسن، ومحمد, وأحمد.

"Mereka inilah anak-anak Muhammad bin Ali bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib."

"Muhammad bin Ali memiliki empat putra: Abdullah, Ibrahim, Ali, dan Ja'far. Namun, hanya Abdullah yang memiliki putra bernama Hamzah. Hamzah meninggal tanpa meninggalkan keturunan laki-laki atau perempuan. Abdullah dikenal sebagai "Al-Afthah" karena kepala botaknya. Dia awalnya diikuti oleh pengikut Syiah, tetapi kemudian meninggalkan kepercayaan itu. Diantara mereka adalah Zararah bin A'in Al-Kufi, seorang muhaddits yang lemah, ketika Zararah datang dari Madinah, Abdullah bertemu dengannya dan bertanya tentang beberapa masalah fikih, tetapi dia menjawab dengan sangat tidak tahu sehingga Abdullah menolaknya sebagai imam. Setelah kembali ke Kufah, para pengikutnya bertanya tentang imam mereka, dan dia menunjuk Al-Qur'an, mengklaim bahwa Al-Qur'an adalah imamnya. Dengan itu, pengikut Syiah yang dikenal sebagai Al-Afthahiyah (kepala botak) tidak lagi mengikuti dia."

"Muhammad bin Ali hanya memiliki keturunan melalui Ja'far bin Muhammad. Namun, pada awal kepemimpinan mereka oleh penguasa Mesir, Banu Ubaid, mengakui Abdullah bin Ja'far bin Muhammad sebagai pemimpin. Namun, ketika mereka mengetahui bahwa Abdullah tidak memiliki keturunan laki-laki, mereka meninggalkannya dan beralih ke Ismail bin Ja'far bin Muhammad. Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Hussein memiliki keturunan: 

Ismail adalah titik temu hidupnya, dan kepemimpinannya disebut Al-Qaramithah dan hubungan dinastinya berasal dari Rafidhah, dan ibunya adalah Fatimah binti Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Musa dan Amanatnya juga terlibat dalam keimaman dari aliran Rafidhah, sedangkan Muhammad mengklaim kekhalifahan di Makkah pada masa Al-Ma'mun, tetapi kemudian turun tahta dan tinggal di antara masyarakat hingga kematiannya. 

"Orang-orang Syiah menyebutnya dengan julukan 'Ad-Dibajah' karena kecantikan wajahnya, (Ismail) dan pada awalnya dia adalah seorang ahli hadits. Ibunya Ishaq, memiliki tiga anak, baik laki-laki maupun perempuan. Ali yang tinggal di Basrah, adalah anak laki-laki. Setiap dari mereka memiliki keturunan. Abdullah hanya memiliki seorang anak perempuan yang bernama Fatimah, yang menikah dengan Abbas bin Musa bin Isa bin Musa bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muttalib, kemudian sepupunya Ali bin Ismail bin Ja'far bin Muhammad. Ali bin Ja'far bin Muhammad memiliki empat anak: Ali, Ja'far, Hasan, Muhammad, dan Ahmad." (Jamharah Ansab Al-Arab, Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin Hazm Al-Andalusi (Ibnu Hazm), 384-456 cet. Daar Al-Ma'rif Al-Mishri cetakan pertama, tahun 1948 hal. 53)

Kemudian yang kedua menurut catatan Ibnu Hazm adalah klaim nasab ahlul bait dari orang yang bernama Ubaidillah yang tinggal di Maroko mengaku sebagai saudara laki-laki Hasan Al-Baghidh. Namun pengakuan sebagai bagian dari ahlul bait oleh Ubadillah ini adalah sebuah kedustaan yang keji menurut Ibnu Hazm yang dicatat di dalam kitabnya hal. 54 sebagai berikut, 

وادعى عبيد الله القائم بالمغرب أنه اخو حسن البغيض هذا، وشهد له بذالك رجل من بنى البغيض، وشهد له أيضا بذالك جعفر بن محمد بن الحسين بن أبي الجن علي بن محمد الشاعر بن علي بن إسماعيل بن جعفر، ومرة ادعى أنه ولد الحسين بن محمد بن اسماعيل بن جعفر، وكل دعوة مفتضحة، لأن محمد بن اسماعيل بن جعفر لم يكن له قط ولد اسمه الحسين، وهذا كذب فاحش، ولأن مثل هذا النسب لايخفى على من له أقل عالم بالنسب ولا يجهل أهله الا جهل.

"Ubaidillah yang menetap di maghrib (Maroko) mengklaim bahwa dia adalah saudara laki-laki Hasan Al-Baghidh ini, dan seorang pria dari Bani Al-Baghidh bersaksi untuknya, dan juga Ja'far bin Muhammad bin Al-Husain bin Abi Al-Jin Ali bin Muhammad As-Sya'ir bin Ali bin Ismail bin Ja'far bersaksi untuknya. Sebelumnya dia mengklaim bahwa dia adalah anak dari Husain bin Muhammad bin Ismail bin Ja'far, dan setiap klaim tersebut jelas-jelas palsu, karena Muhammad bin Ismail bin Ja'far tidak pernah memiliki anak yang bernama Husain, ini adalah kebohongan besar (keji), dan karena hubungan semacam ini tidak akan tersembunyi bagi mereka yang memiliki pengetahuan dasar tentang silsilah dan tidak akan tidak diketahui oleh ahli silsilah kecuali orang yang bodoh." (Jamharah Ansab Al-Arab Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin Hazm Al-Andalusi (Ibnu Hazm) 384-456 cet. Daar Al-Ma'rif cetakan kelima hal. 54). Wallahu a'lam bis-Shawab 

Demikianlah Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

MENGKROSCEK DUA KITAB THABAQAT AL-ASYRAF ATH-THALIBIYIN DAN KITAB AS-SULUK FI THABAQAT AL-ULAMA WA AL-MULUK




Dalam sebuah postingan FB saya membaca narasi status yang menyebutkan ada 70 ulama ahli nasab yang mengisbat dan menetapkan saadah ba'alawi sebagai dzurriyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut nama kitabnya dan halamannya yaitu dari hal.98-110. Adapun nama kitab dimaksud adalah Thabaqat Al-Ashraf Al-Talibiyyin karya Sayyid Salim bin Abdul Latif Al-Harbawi Al-Sabsibi Al-Rifa'i Al-Husaini.

Jiwa penasaran saya memotivasi untuk segera menuju TKP dengan mendownload kitab dimaksud dan ternyata cetakan tahun 2022 M dan tertulis stampel (نسخة معدة للنشر الكتروني فقط) "versi ini hanya untuk publikasi elektronik". Salah satu kitab yang dinafikan oleh KH. Imaduddin Usman karena karya ulama dari kalangan ba'alawi sendiri.

Setelah menuju pada halaman yang disebutkan dalam postingan FB ternyata di halaman 98 benar menerangkan tentang nasab keluarga ba'alawi yang kemudian menyebutkan ada 70 ulama ahli nasab yang mengisbat dan menetapkan saadah ba'alawi sebagai dzurriyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 

Meskipun ini kitab karya ulama ba'alawi yaitu Sayyid Salim bin Abdul Latif Al-Halbiyah Al-Sabsibi Al-Rifa'i Al-Husaini akan tetap saya paparkan kepada semuanya dalam rangka fastabiqul khairat menyampaikan apa yang saya ketahui dengan harapan ada manfaat yang didapat. Adapun penjelasannya sebagai berikut,

نسب ال بعلوي

الطبيقة الخامسة : (علوي بن عبيد الله), ثم الاولى (الحسين) نسبة الى السيد علوي بن عبد الله بن احمد المهاجر بن عيسى بن محمد بن علي العريضي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن ابي طالب رضي الله عنهما, من اهل القرن الخامس تقديرا.

وممن نص على النسب الشريف لهذا البيت او ذكر احدا ابنائه بالسيادة والشرف :

١). الجندي (ت: ٧٣٢ ه‍), فى كتاب السلوك فى طبقات العلماء والملوك, ذكر ترجمة الشيخ علي بن محمد بن احمد بن حديد باعلوي, ورفع نسبه الى الحسين بن علي بن ابي طالب رضي الله عنهما. [السلوك فى طبقات العلماء والملوك جز ٢ ص ١٣٥] (طبقات الاشراف الطالبيين ص ٩٨ السيد سالم بن عبد اللطيف الحربية السبسبي الرفاعي الحسيني)

*Nasab Keluarga Ba'alawi*

Bagian kelima: (Ali bin Ubaidillah), kemudian yang pertama (Al-Husain) yang terkait dengan Sayyid Ali bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Al-Sadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma (semoga Allah meridhai keduanya), dari orang-orang abad kelima secara perkiraan.

Diantara mereka yang menegaskan keturunan bangsawan dari keluarga ini atau menyebut salah satu anaknya dengan kedaulatan dan kehormatan:

1). Al-Jundi (w. 732 H), dalam kitab "Al-Suluk fi Thabaqat Al-Ulama' wa Al-Muluk", menyebutkan biografi Sheikh Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid Ba'lawi, dan menyatakan keturunannya sampai kepada Husain bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma (semoga Allah meridhai keduanya). [Al-Suluk fi Thabaqat Al-Ulama' wa Al-Muluk jilid 2 halaman 135] (Thabaqat Al-Ashraf Al-Talibiyyin halaman 98 oleh Sayyid Salim bin Abdul Latif Al-Halbiyah Al-Sabsibi Al-Rifai Al-Husaini).

Dalam kitab tersebut menjelaskan dimana ada 70 ulama diantara mereka menegaskan keturunan bangsawan dari keluarga ini (ba'alawi) atau menyebut salah satu anaknya dengan kedaulatan dan kehormatan dan saya akan mwnyampaikam salah satu dari 70 ulama tersebut adalah Iman Al-Kindi (w.730 atau 732 M tertulis dalam sampul kitab) dalam kitabnya As-Suluk fi Thabaqat Al-Ulama wa Al-Muluk.

Setelah saya dapatkan PDF nya ternyata cetakan Maktabah Al-Irsyad cetakan ketiga tahun 1995 M/1416 H juz 2 hal. 135-136 menyebutkan, 

وهو الان معيد بمدرسة ام السلطان التي احدثوها وقد ذكرتها مع ابن جبريل وقد انقضى ذكر اهل تعز من فقهائها واحببت ان الحق بهم الذين وردوها ودرسوا فيها وهم جماعة من الطبقة الاولى منهم ابو الحسن علي بن محمد ابن احمد بن حديد (بن علي بن محمد بن عبد الله بن) احمد بن عيسى بن محمد بن علي ابن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي بن زين العابدين بن الحسين علي ابن ابي طالب كرم الله وجهه ويعرف بالشريف ابي الحديد عند اهل اليمن اصله من حضرموت من اشراف هنالك بال ابي علوي بيت الصلاح وعبادة على طريق التصوف وفيهم فقهاء

"Dia sekarang menjadi pengajar di Sekolah Umm As-Sulthan yang mereka dirikan. Saya telah menyebutkannya bersama dengan Ibnu Jibril, dan telah selesai menyebut ulama Ta'izz. Saya ingin mengakui mereka yang mewarisi dan mengajar di sana, mereka adalah sekelompok orang dari kalangan teratas, di antaranya Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Haddad (bin Ali bin Muhammad bin Abdullah bin) Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far As-Sadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Zainal Abidin bin Al-Hussain bin Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah (semoga Allah memuliakan wajahnya), yang dikenal sebagai Asy-Syarif Abu Al-Haddad di kalangan penduduk Yaman. Asalnya dari Hadhramaut, dari keturunan bangsawan di sana, dari keluarga Abu Alawi Bait As-Shalah, dan mereka beribadah dengan cara tasawwuf, di antara mereka ada ulama fiqh." (As-Suluk fi Thabaqat Al-Ulama wa Al-Muluk juz 2 hal. 135-136 Abu Abdullah Baha'uddin Muhammad bin Yusuf bin Ya'qub Al-Janadi Al-Saksaki Al-Kindi). Wallahu a'lam bis-Shawab

Dari uraian penjelasan kandungan kitab yang saya sampaikan harapannya mampu memberikan kedewasaan dalam menyikapi setiap perbedaan dalam memaham kitab yang ada dan kebebasan memilih mana yang dianggap valid dan shahih selanjutnya terserah anda.

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

DZURRIYAH RASULULLAH SAW TIDAK PERLU TEST DNA CUKUP MASUK KE KANDANG SINGA



Sedang viral nih teman, KH Imaduddin Utsman Al-Bantanie  di kanal YouTuber Islam Aktual TV lalu memaparkan tentang keturunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, menurut KH Imaduddin, belum terbukti secara ilmiah adanya keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di Indonesia. Oleh karena itu, dia menantang orang-orang yang mengaku untuk melakukan tes DNA.

Disisi lain dalam sebuah kajian, Buya Yahya menjawab pertanyaan tentang tes DNA untuk mencari nasab anak.

"Di dalam menentabkan nasab ada ilmunya di dalam Islam, DNA tidak masuk dalam hal ini. Dan justru bahaya sekali kalau orang sudah masuk pembahasan-pembahasan seperti ini. Urusan nasab jangan dihubungkan dengan urusan DNA."

Demikian halnya saya punya solusi dari perdebatan tes DNA ini sebagaimana pernah dicatat dalam sejarah saat itu untuk mengetahui benar tidaknya pengakuan seseorang sebagai dzurriyah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam cukup dengan masuk ke kandang singa. Jika tidak diterkam oleh singa berarti dia benar dari keturunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalam beberapa kitab memuat kisah tentang "Zainab Al-Kadzdzab" yang mengaku cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan untuk membuktikan kebenaran Zainab sebagai cucu nabi ada beberapa cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di masa pemerintahan Al-Mutawakkil ternyata aman dan selamat dari singa-singa ganas sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh Muhammad Baqir Al-Majlisi dalam karyanya Bihar Al-Anwar juz 50 hal. 149-150 sebagai berikut,

روي أن أبا هاشم الجعفري قال: ظهرت في أيام المتوكل امرأة تدعي أنها زينب بنت فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وآله فقال المتوكل: أنت امرأة شابة وقد مضى من وقت رسول الله صلى الله عليه وآله ما مضى من السنين، فقالت: إن رسول - الله صلى الله عليه وآله مسح علي وسأل الله أن يرد علي شبابي في كل أربعين سنة، ولم أظهر للناس إلى هذه الغاية فلحقتني الحاجة فصرت إليهم.

فدعا المتوكل مشايخ آل أبي طالب وولد العباس وقريش وعرفهم حالها فروى جماعة وفاة زينب في سنة كذا، فقال لها: ما تقولين في هذه الرواية؟

فقالت: كذب وزور، فان أمري كان مستورا عن الناس فلم يعرف لي حياة ولا موت، فقال لهم المتوكل: هل عندكم حجة على هذه المرأة غير هذه الرواية؟ فقالوا: لا، فقال: هو برئ من العباس إن لا أنزلها عما ادعت إلا بحجة.

قالوا: فأحضر ابن الرضا عليه السلام فلعل عنده شيئا من الحجة غير ما عندنا فبعث إليه فحضر فأخبره بخبر المرأة فقال: كذبت فان زينب توفيت في سنة كذا في شهر كذا في يوم كذا قال: فان هؤلاء قد رووا مثل هذه وقد حلفت أن لا أنزلها إلا بحجة تلزمها.

قال: ولا عليك فههنا حجة تلزمها وتلزم غيرها، قال: وما هي؟ قال: لحوم بني فاطمة محرمة على السباع فأنزلها إلى السباع فان كانت من ولد فاطمة فلا تضرها فقال لها: ما تقولين؟ قالت: إنه يريد قتلي قال: فههنا جماعة من ولد الحسن والحسين عليهما السلام فأنزل من شئت منهم، قال: فوالله لقد تغيرت وجوه الجميع فقال بعض المبغضين: هو يحيل على غيره لم لا يكون هو؟.

فمال المتوكل إلى ذلك رجاء أن يذهب من غير أن يكون له في أمره صنع فقال: يا أبا الحسن لم لا تكون أنت ذلك؟ قال: ذاك إليك قال: فافعل! قال:

أفعل فاتي بسلم وفتح عن السباع وكانت ستة من الأسد فنزل أبو الحسن إليها فلما دخل وجلس صارت الأسود إليه فرمت بأنفسها بين يديه، ومدت بأيديها، ووضعت رؤوسها بين يديه فجعل يمسح على رأس كل واحد منها، ثم يشير إليه بيده إلى الاعتزال فتعتزل ناحية حتى اعتزلت كلها وأقامت بإزائه.

فقال له الوزير: ما هذا صوابا فبادر باخراجه من هناك، قبل أن ينتشر خبره فقال له: يا أبا الحسن ما أردنا بك سوءا وإنما أردنا أن نكون على يقين مما قلت فأحب أن تصعد، فقام وصار إلى السلم وهي حوله تتمسح بثيابه.

فلما وضع رجله على أول درجة التفت إليها وأشار بيده أن ترجع، فرجعت وصعد فقال: كل من زعم أنه من ولد فاطمة فليجلس في ذلك المجلس، فقال لها المتوكل: انزلي، قالت: الله الله ادعيت الباطل، وأنا بنت فلان حملني الضر على ما قلت، قال المتوكل: ألقوها إلى السباع فاستوهبتها والدته

Diceritakan bahwa Abu Hashim Al-Ja'fari berkata: "Pada zaman Al-Mutawakkil, muncul seorang wanita yang mengaku sebagai Zainab binti Fatimah, cucu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Al-Mutawakkil berkata: 'Engkau adalah seorang wanita muda, dan telah berlalu dari zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berapa tahun.' Wanita itu menjawab: 'Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusapiku dan memohon kepada Allah agar menjaga kehidupan mudaku setiap empat puluh tahun, dan aku tidak memperlihatkan diriku kepada orang-orang sampai saat ini, tetapi karena kebutuhan mendesak, maka aku harus bertemu dengan mereka.' Al-Mutawakkil memanggil para *masyaikh* dari keluarga Abu Thalib dan keturunan Abbas, serta suku Quraisy, dan menginformasikan kepada mereka tentang keadaannya. Kemudian, dia meminta mereka untuk menyampaikan kabar kematian Zainab pada tahun tersebut. Dia bertanya: 'Apa pendapatmu tentang laporan ini?' Wanita itu menjawab: 'Itu adalah kebohongan dan pemalsuan. Jika urusanku disembunyikan dari orang-orang, maka mereka tidak mengetahui tentang hidupku atau kematiannya.' Al-Mutawakkil berkata kepada mereka: 'Apakah kalian memiliki bukti lain tentang wanita ini selain laporan ini?' Mereka menjawab: 'Tidak.' Dia berkata: 'Dia dibebaskan dari tuduhan Abbas kecuali jika ada bukti lain.'

Mereka berkata: 'Panggil Ibnu Ar-Ridha (Alaihis Salam), mungkin dia memiliki bukti yang tidak kami miliki.' Mereka mengirim pesan kepadanya, dan dia datang. Mereka memberitahunya tentang wanita tersebut. Ibnu Ar-Ridha (Alaihis Salam) berkata: 'Dia berbohong. Zainab meninggal pada tahun ini, pada bulan ini, pada hari ini.' Dia berkata: 'Orang-orang ini telah memberikan laporan semacam ini, dan aku bersumpah bahwa aku tidak akan menjatuhkan hukuman kepadanya kecuali dengan bukti yang lebih kuat.'

Dengan alasan yang meyakinkan dia.

Dia berkata: "Tidak apa-apa, karena di sini ada alasan yang mengikatnya dan mengikat orang lain." Dia bertanya: "Apa itu?" Dia menjawab: "Daging dari keturunan Fatimah diharamkan bagi binatang-binatang buas, jadi turunkan dia kepada binatang-binatang buas. Jika dia adalah dari keturunan Fatimah, dia tidak akan dirugikan." Dia berkata kepadanya: "Apa yang kamu katakan?" Dia menjawab: "Dia ingin membunuhku." Dia berkata: "Di sini ada kelompok dari keturunan Al-Hasan dan Al-Husain (Alaihimas Salam), jadi turunkan salah satu dari mereka yang kamu sukai." Dia berkata: "Demi Allah, wajah mereka semua berubah." Beberapa orang yang bermusuhan berkata: "Dia mengalihkan masalah kepada orang lain, mengapa dia tidak menghadapinya sendiri?"

Al-Mutawakkil beralih ke harapan bahwa masalah akan diselesaikan tanpa intervensi darinya, dan dia berkata: "Wahai Abu Al-Hasan, mengapa kamu tidak menjadi orang itu?" Dia berkata: "Itu urusanmu." Dia berkata: "Lakukanlah!" Dia berkata: "Aku akan melakukannya." Dia kemudian datang dengan damai dan membuka pintu bagi binatang-binatang buas. Ada enam singa di sana. Abu Al-Hasan turun ke arah mereka. Ketika dia masuk dan duduk, singa-singa itu datang kepadanya, berbaring di depannya, menyilangkan tangan mereka di depannya, dan menempatkan kepala mereka di depannya. Dia mulai mengelus kepala masing-masing dari mereka, kemudian dia menunjukkan kepadanya untuk pergi, dan mereka pergi satu per satu sampai semuanya pergi dan berdiri di sampingnya.

Menteri berkata kepadanya: "Ini tidak benar, jadi keluarkanlah dia dari sana sebelum berita ini menyebar." Dia berkata kepadanya: "Wahai Abu Al-Hasan, kami tidak bermaksud mencelamu, kami hanya ingin yakin dengan apa yang telah kamu katakan, jadi lebih baik kamu naik." Dia bangkit dan mulai naik, sementara binatang-binatang buas menggosok-gosokkan diri pada pakaiannya.

Ketika dia meletakkan kakinya di tangga pertama, dia memalingkan wajahnya dan menunjuk kepadanya untuk kembali. Dia kembali dan naik lagi. Dia berkata: "Setiap orang yang mengklaim bahwa dia dari keturunan Fatimah, biarkan dia duduk di majlis itu." Al-Mutawakkil berkata kepadanya: "Turunlah." Dia berkata: "Astaghfirullah, kamu menyebut saya dengan dusta, saya adalah putri fulan, kamu telah membebaniku dengan tuduhan palsu." Al-Mutawakkil berkata: "Lepaskanlah dia kepada binatang-binatang buas." Dia kemudian diambil oleh ibunya." (Bihar Al-Anwar Syeikh Muhammad Baqir Al-Majlisi cet. Ihya' Al-Kutub Al-Islamiyah juz 50 hal. 149-150). Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menjelaskan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Senin, 10 Juni 2024

MENGKROSCEK KETERANGAN KITAB AL-BURQAH AL-MUSYIQAH KARYA SYEIKH ALI BIN ABU BAKAR AS-SAKRAN TENTANG NASAB KELUARGA BA'ALAWI



Selama mengikuti polemik nasab Bani Alawi di medsos dan melihat video atau membaca tulisan KH.Imaduddin Usman dan beberapa Ulama Lainnya seperti KH.Nur Ihya yang menyatakan nasab Banu Alawi kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terputus di seluruh dunia, karena berdasarkan peneltian KH.Imadudin Usman bahwa Ubaidillah sebagai putra Sayyid Ahmad bin Isa Al-Muhajir tidak terkompirmasi dalam kitab-kitab nasab pada abad ke-4,5,6,7 dan 8 H. dan Nama Ubaidillah sebagai putra dari Sayyid Ahmad bin Isa baru di sebutkan oleh Al Imam Abu Bakar As-Syakran (w. 895 H) dalam kitab karyanya Al-Burqah Al-Mussiqah di halaman 150.

Dari sinilah saya tertarik untuk mendownload dan mengkroscek kitab dimaksud, yang kemudian saya temukan nasab keluarga ba'alawi di halaman 151-152 sebagai berikut,

{{نسب أل بعلوى}} من اول اجدادهم الشيخ الامام واحد زمانه الذى اذا قال فى وقت الصلاة او غيرها ببلدت تريم او غيرها من البلاد السلام عليك ايهاالنبي ورحمة الله وبركاته سمع فى ذالك الوقت كشفالمصطفى صلى الله عليه وسلم يقول له عليك السلام ياشيخ, شيخنا الامام الشيخ علي بن علوى بن محمد بن علوي بن عبد الله بن احمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن حسين بن علي بن ابي طالب كرم الله وجوههم ورضي عنهم لعلوي ابن عبد الله بن احمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر اخ اسمه الشيخ جديدبن عبد الله بن احمد بن عيسىوهو جد الشيخ الامام ابى الحسن علي بن محمد بن احمد بن محمد المكنى بجديد بن علي بن محمد بن جديد ابن عبد الله بن احمد بن عيسى.

"Keturunan Keluarga Ba'lawi berasal dari leluhur mereka yang pertama, yaitu Sheikh Imam yang merupakan satu-satunya pada zamannya. Ketika dia mengucapkan salam kepada Nabi "Assalamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahtullahi wabarakatuh" (keselamatan dan rahmat serta berkah Allah kepada wahai nabi) di waktu shalat atau kesempatan lain di kota Tarim atau tempat lainnya, dia mendengar pada saat itu penyingkapan (kasih sayang) dari Al-Musthafa (orang yang terpilih yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang berkata kepadanya, "Salam 'alaika (keselamatan atasmu) ya Sheikh." Sheikh kami, Imam Sheikh Ali bin Alawi bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far As-Sadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, semoga Allah memberkahi dan meridhai wajah-wajah mereka. *Al-Ba'lawi adalah anak dari Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far, saudara yang bernama Sheikh Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa, yang merupakan kakek dari Sheikh Imam Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad yang dikenal dengan Jadid bin Ali bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa."

Sementara dalam halaman 150 disana disebutkan oleh Syeikh Ali As-Sakran, bahwa leluhur mereka (ba'alawi) ditulis secara berkesinambungan sebagai Ubaid bin Ahmad bin Isa, hanya demikian belum ada urutan ke atas. Lalu ia berijtihad (berasumsi) bahwa Ubaid ini adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, seperti yang disebut dalam kitab Al-Suluk karya al-jundi (w. 730. H). Inilah yang menjadi salah satu alasan KH. Imaduddin Usman dalam tesisnya menolak keberadaan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa.

Leluhur Habib Ali Al-Sakran, yang dikenal pada zamannya bernama Ubaid, tanpa idlofah kepada “Allah” (Ubaidillah). Hal ini diakui oleh Habib Ali Al-Sakran dalam kitabnya tersebut dengan ibaroh,

وهكذا هو هنا عبيد المعروف عند اهل حضرموت والمسطر في كتبهم والمتداول في سلسلة نسبهم ونسبتهم انه عبيد بن احمد بن عيسى (البرقة المشيقة: 150)

“Dan demikianlah, ia disini (bernama) Ubaid yang dikenal penduduk Hadramaut, dan ditulis dalam kitab-kitab mereka dan berkesinambungan dalam silsilah nasab mereka. Dan penisbatan mereka adalah: Ubaid bin Ahmad bin Isa”. (Al-Burqah Al-Musyiqah: 150).

Wallahu a'lam bis-Shawab

Demikianlah Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

MENGKROSCEK ISI KITAB ASY-SYAJARAH AL-MUBARAKAH FI ASNAB ATH-THALABIYAH KARYA IMAM FAKHRURRAZI






Dalam sebuah video KH. Imaduddin Usman memegang kitab kemudian menyebutkan halaman 127 sekaligus membacakan alinea terkait keturunan Ahmad bin Isa ternyata hanya tiga (3) anak laki-laki yaitu 

1. Muhammad Abu Ja'far yang tinggal di Rayy, 

2. Ali di Ramalah (Palestina), dan 

3. Husain di Naisabur (Iran).

Disinilah yang menjadi pangkal penolakan terkait  keberadaan Ubaidillah bin Ahmad bin Isa. Dimana konon silsilah ba'alawi dari Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah Az-Zahro binti Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berawal dari video tersebut saya mengkroscek penjelasan KH. Imaduddin Usman tidak hanya di halaman 127 sebagaimana beliau sebutkan tetapi juga mengkroscek terkait keturunan Ali Al-Uraidhi pada halaman 124-127.

*Halaman 124*

أعقاب علي العريضي

أما علي العريصي بن جعفر الصادق عليه السلام ثلاث فرق : 

الفرقة الأولى : الذين اتفق الناس على أنهم اعققبوا وهم إبنان : محمد الأكبر وأحمد السعرني

والفرقة الثانية : الذين اختلفوا فى عقبهم، وهم إبنان :: الحسن والحسين، فالبخاري طعن فى هذا النسب، وقال : قوم ينتمون إلى الحسن بن علي العريضي بالكوفة وخرسان، لايصح نسبهم اصلا

وأما السيد ابو الغنائم الزيدي، وابن أبي جعفر العبيدلي النسابة، والسيد ابو اسماعيل الطباطبائي، والسيد ابو عبد الله بن طباطبا، أثبتوا عقب الحسن، وما طعنوا فيه

Keturunan Ali Al-Uraidhi

Adapun Ali Al-Uradhi bin Ja'far As-Shadiq alaihissalam memiliki tiga generasi:

Generasi pertama: Mereka yang disepakati oleh orang-orang bahwa mereka adalah keturunan langsung, yaitu Muhammad al-Akbar dan Ahmad al-Sarna.

Generasi kedua: Mereka yang ada perbedaan pendapat tentang keturunan mereka, yaitu Al-Hasan dan Al-Husain. Imam Bukhari meragukan keturunan ini, mengatakan bahwa ada kelompok yang mengklaim keturunan dari Hasan bin Ali al-Aridhi di Kufah dan Khurasan, tetapi keturunan mereka tidak dapat dipastikan.

Adapun Sayyid Abu al-Ghanaim al-Zaidi, Ibn Abi Ja'far al-Obaidi al-Nasabah, Sayyid Abu Ismail al-Tabatabai, dan Sayyid Abu Abdullah bin Tabataba telah menetapkan keturunan dari Al-Hasan tanpa meragukannya."

*Halaman 125*

وأما الحسين، فلم يثبت عقبه الا ابو الغنائم ونسبه مختلط به نسب الحسين بن احمد الشعراني

والفرقة الثالثة : الذين اتفقوا على أنهم اعقبوا، وهم ستة : جعفر كان له عقب، وانقراض بالاتفاق. وعلي، وعبد الله، والقاسم، ومحمد الاصغر، وأحمد الاصغر، وقيل : له بن سابع من هذه الطباقة اسمه عيسى، ولا عقب بالاتفاق

وأما محمد الأكبر بن علي العريضي فله من المعتقلين سبعة : عيسى الاكبر النقيب، والحسن، ويحيى، ومحمد، وموسى، وجعفر، وحسين، واكثرهم عقبا عيسى، والباقون أعقابهم قليلة.

أما عيسى فله من المعتقلين أحد عشر رجلا : محمد الارزاق، وجعفر، واسحاق الاحنف بالري، وعبد الله الاحنف بالشام، والحسين الاكبر، والحسن، ويحيى، وأحمد الابح، وعيسى، وموسى.

أما محمد الأرزاق فعقبه من رجل واحد اسمه عيسى ويعرف بالرومي وله عقب فى بلدان شتى.

وأما جعفر فله عقب قليل بمصر، وقوم منهم ببخارا، وجميع عقبه من محمد علي بن جعفر 

وأما اسحاق الاحنف بالري وهو اسحاق الأكبر، فله عقب بالري وهمدان وقزوين، واكثر عقبه من بن عيس، وبعضهم بقصران من قرى الري.

وأما عبد الله الاحنف فله اولاد كثيرة، الا ان الصحيح من عقبه من كان منهم من ولد ابنه إسماعيل البعلبكي، وله أعقاب كثيرة بالشام وطرابلس.

"Adapun Husain, keturunannya hanya dikonfirmasi oleh Abu al-Ghanaim dan keturunannya bercampur dengan keturunan Husain bin Ahmad al-Sya'rani.

Kelompok ketiga: Mereka yang disepakati bahwa mereka adalah keturunan, mereka ada enam: Ja'far memiliki keturunan yang punah, sesuai kesepakatan. Ali, Abdullah, Al-Qasim, Muhammad al-Asghar, Ahmad al-Asghar, dan dikatakan: Satu dari keturunan mereka adalah Isa, namun keturunannya tidak disepakati.

Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidhi memiliki tujuh keturunan dari para tahanan: Isa al-Akbar al-Naqib, Hasan, Yahya, Muhammad, Musa, Ja'far, dan Husain. Kebanyakan dari mereka memiliki keturunan Isa, sementara yang lain memiliki sedikit keturunan.

Isa memiliki sebelas keturunan dari para tahanan: Muhammad al-Arzak, Ja'far, Ishaq al-Ahnaf di Rayy, Abdullah al-Ahnaf di Syam, Husain al-Akbar, Hasan, Yahya, Ahmad al-Abah, Isa, dan Musa.

Muhammad al-Arzak memiliki satu keturunan bernama Isa yang dikenal sebagai al-Rumi, dan dia memiliki keturunan di berbagai tempat.

Ja'far memiliki beberapa keturunan di Mesir, sebagian dari mereka berasal dari Muhammad Ali bin Ja'far.

Ishaq al-Ahnaf di Rayy, yang juga dikenal sebagai Ishaq al-Akbar, memiliki keturunan di Rayy, Hamdan, dengan sebagian besar keturunannya berasal dari keturunan Isa, dan sebagian lainnya berasal dari Qusran di desa Rayy.

Abdullah al-Ahnaf memiliki banyak keturunan, tetapi yang sah dari keturunannya adalah yang berasal dari anaknya Isma'il al-Ba'labaki, dan dia memiliki banyak keturunan di Syam dan Tripoli."

*Halaman 126*

وأما الحسين بن عيسى بن محمد بن علي العريضي، فله من المعقبين ثلاثة : محمد ابو الحسن النقيب باصفهان، وعلي ابو الحسن هنيرجة مقيم باصفهان وولده بالري، والحسن بالري يلقب حسنوبة.

أما محمد بن حسين فله من الأولاد المعقبين ثلاثة : المحسن ابو طالب، وجميع عقبه باصفهان، وعيسى الأحوال بقزوين، وجميع عقبه بالري، وجعفر ابو هاشم النقيب باصفهان، قيل : له عقب.

وأما علي بن حسين هنيرجة، فله إبنان معقبان : الحسين ابو عبدالله هنيرجة، وجميع عقبه بالري، ومنهم بتفرش من سواد قم، ومحمد أبو جعفر عزيزي له أعقاب

فهذا تفصيل ولد الحسين بن عيسى بن محمد علي العريضي 

وأما علي بن عيسى  فعقبه من رجل واحد وهو الحسين، ومن عقبه النقيبان الإخوان بطبرية : احمد ابو منصور، وجعفر ابو الفوارس النيابة ابنا حمزة بن الحسين بن علي.

أما الحسن الكبر بن عيسى فله إبنان معقبان : علي بقم، ومحمد أبو الحسن النقيب باصفهان

ومن ولد علي بن الحسين : السيد الأجل الطهير الدين علي بن محمد بن حمزة بن علي بن عيسى بن علي المذكور 

وأما يحيى بن عيسى فعقبه من رجل واحد وهو أيضا يحيى، كان ينزل دار جعفر الصادق عليه السلام بالمدينة. وقيل : كان له ابن اخر اسمه علي وله عقب، وفيه خلاف.

ثم ليحيى بن يحيى هذا ابن واحد اسمه الحسين، وكان نقيب المدينة وله عقب بها.

"Adapun Husain bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi memiliki tiga keturunan: Muhammad Abu al-Hasan al-Naqib di Isfahan, Ali Abu al-Hasan al-Hanirjah yang tinggal di Isfahan dan anaknya tinggal di Rayy, serta Hasan di Rayy yang dijuluki Hasanubah.

Muhammad bin Husain memiliki tiga keturunan: Al-Muhsin Abu Talib, yang keturunannya semuanya di Isfahan, Isa al-Ahwal di Qazwin, dan semua keturunannya di Rayy, serta Ja'far Abu Hashim al-Naqib di Isfahan, yang juga memiliki keturunan.

Ali bin Husain al-Hanirjah memiliki dua anak yang memiliki keturunan: Husain Abu Abdullah al-Hanirjah, yang keturunannya semuanya di Rayy, termasuk di Tafresy dari Sawadi Qum, dan Muhammad Abu Ja'far Azizi yang memiliki keturunan.

Ini adalah rincian keturunan Husain bin Isa Muhammad bin Ali al-Uraidhi.

Sementara Ali bin Isa, keturunannya hanya dari satu orang, yaitu Husain, dan dari keturunannya adalah dua saudara di Tobruk: Ahmad Abu Mansur dan Ja'far Abu al-Fawaris, yang merupakan putra Hamzah bin Husain bin Ali.

Sedangkan Hasan al-Kabir bin Isa memiliki dua keturunan: Ali di Qum dan Muhammad Abu al-Hasan al-Naqib di Isfahan.

Dari keturunan Ali bin Husain, ada Sayyid al-Ajall Taher al-Din Ali bin Muhammad bin Hamzah bin Ali bin Isa yang disebutkan.

Sedangkan Yahya bin Isa, keturunannya hanya dari satu orang juga, yaitu Yahya, yang tinggal di rumah Ja'far al-Sadiq di Madinah. Dikatakan bahwa dia memiliki seorang putra lain bernama Ali yang juga memiliki keturunan, namun ada perbedaan pendapat.

Selanjutnya, Yahya bin Yahya memiliki seorang putra bernama Husain, yang merupakan Naqib Madinah dan memiliki keturunan di sana."

*Halaman 127*

وأما احمد الابح، عقبه من ثلاثة بنين : محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، والحسين عقبه بنيسابور. واختلطت نسب ولد الحسين هذا بولد الحسين بن احمد الشعراني بن علي العريضي.

"Adapun Ahmad al-Abah memiliki keturunan dari tiga anak laki-laki: 

1. Muhammad Abu Ja'far di Rayy, 

2. Ali di Ramalah (Palestina), dan 

3. Husain di Naisabur (Iran). 

Keturunan dari Husain ini bercampur dengan keturunan Husain bin Ahmad al-Sharani bin Ali al-Uraidhi." Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Aamiin 

*والله الموفق الى اقوم الطريق*

Jumat, 07 Juni 2024

KAJIAN TENTANG PERBANDINGAN SYARIF JAHL (BODOH) DENGAN 70 KYAI ALIM


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ (المجادلة : ١١)

قوله: (يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ) يقول تعالى ذكره: يرفع الله المؤمنين منكم أيها القوم بطاعتهم ربهم، فيما أمرهم به من التفسح في المجلس إذا قيل لهم تفسحوا، أو بنشوزهم إلى الخيرات إذا قيل لهم انشزوا إليها، ويرفع الله الذين أوتوا العلم من أهل الإيمان على المؤمنين، الذين لم يؤتوا العلم بفضل علمهم درجات، إذا عملوا بما أمروا به.

Allah berfirman: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." Ini mengacu pada Allah meninggikan orang-orang yang beriman dengan taat kepada-Nya, sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, baik dalam memberi kesempatan duduk ketika disuruh untuk memberi kesempatan, atau dalam bersemangat menuju kebaikan ketika disuruh untuk menuju kebaikan. Dan Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dari kalangan orang-orang beriman di atas orang-orang yang beriman yang tidak diberi ilmu pengetahuan dengan derajat, ketika mereka beramal sesuai dengan perintah-Nya." (Tafsir Ath-Thabari QS. Al-Mujadilah:  11)

Berawal dari sebuah ucapan yang viral dan menghebohkan dunia per-habib-an, "Belajar dengan satu habib jahl atau bodoh maksudnya, sama ukurannya belajar dengan 70 kyai alim. Itu perbandingannya."

Setelah ditelusuri ternyata referensinya bukan dari ayat Al-Qur'an atau Al-Hadits tetapi  berasal dari penjelasan dalam kitab karya Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith Ba'alwi kelahiran Jakarta, Indonesia pada tahun 1357 H/1936 M) yang saat ini tinggal di Madinah.

Dalam Kitab Al-Manhaj Al-Sawi Syarh Ushul Thariqah Al-Sadah Ali Ba ‘Alawi, hal. 384, karangan Al-Habib Zain ibn Ibrahim ibn Smith, terdapat penjelasan sebagai berikut,

وقد أخبرني بعض الثقات عن العلامة شيخ المشايخ أبي الحسني اليمني المدني رضي الله عنه محشي الكتب الستة في الحديث وغيرها، أنه سئل في درسه : من أفضل : الشريف أو العالم ؟ فحصل له عندها استغراق وطأطأ رأسه إلى الأرض ما شاء الله تعالى، ثم رفع رأسه وقال : شريف جاهل – أو قال : شريف واحد أفضل من سبعين عالما انتهي .

“Ada beberapa orang yang terpercaya mengabarkan kepada Saya tentang Syekh Abul Hasany al-Yamani al-Madany pengarang Khasyiyah (catatan pinggir) enam kitab hadist dan kitab lainnya.

Saat mengajar Beliau mendapat pertanyaan: “Lebih utama mana antara Syarif  dan orang Alim? lalu sebab pertanyaan itu, beliau mengalami istighroq (larut dalam dzikir) dan menundukkan kepalanya ke tanah hingga beberapa saat, kemudian Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata, ‘Syarif yang bodoh atau satu orang Syarif itu lebih utama daripada 70 orang Alim’.” (Al-Manhaj Al-Sawi Syarh Ushul Thariqah Al-Sadah Ali Ba ‘Alawi, Juz 01 Hal. 384).

Kemudian dalam Kitab Muroqil Ubudiyah, Hal. 284, Cet. Darul Bashoir, karangan Al-Imam An-Nawawi Al-Bantani terdapat keterangan sebagai berikut,

وأفاد بعضهم أن من انتسب إلى رسول الله وهو من أولاد سيدنا الحسن أو الحسين وهو غير عالم يفوق على غيره ممن يساويه في الرتبة بستين درجة، وأن العالم الذي لم يُنسب إليه يفوق على غير العالم ممن انتسب إليه بستين درجة.

“Menurut sebagian Ulama’ bahwasanya; Orang yang mempunyai garis nasab dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Yakni lewat jalur Sayyidina Hasan dan Husein dan ia tidak alim derajatnya lebih utama dari pada orang biasa (bukan syarif) tidak alim melebihi 60 derajat. Sedangkan Orang yang ali dari kalangan bukan syarif itu mengungguli dari pada syarif yang tidak alim dengan 60 derajat.” (Muraqil Ubudiyah, Hal. 284).

Dalam Kitab Quratul Ain, bi Fatawa Ulama Al-Haramain, Juz 01, hal. 281, karangan As-Syaikh Isma’il Utsman Al-Yamani Al-Makki, terdapat pertanyaan yang serupa sekaligus jawabannya;

ما قولكم في الشريف؟ هل يفضل العالم أم العالم أفضل؟

“Apa pendapat Anda mengenai seorang Syarif? Apakah dia lebih utama dari pada orang ‘Alim ataukah orang ‘Alim yang lebih utama daripada syarif?”

(الجواب) الشريف أفضل من حيث النسب، والعالم أفضل من حيث العلم، وفضيلة العلم تفوق فضيلة النسب، وقد تقدم هذا الجواب أول الكتاب عن الاجهوري

والعالم أفضل من حيث العلم، وفضيلة العلم تفوق فضيلة النسب، وقد تقدم هذا الجواب أول الكتاب عن الاجهوري

“(Jawaban) Syarif itu utama dari segi nasab, dan ‘Alim itu lebih utama dari segi keilmuan. Sedangkan ilmu itu mengungguli keutamaan nasab. Jawaban ini sudah ada di awal kitab dari ‘Ali Al-Ajhuri.” (Quratul Ain, bi Fatawa Ulama Al-Haramain, Juz 01, hal. 281).

Dalam Kitab Al-Ajwibah Al-Ghaliyah, hal. 197, karangan Al-Habib Zain Al-Abidin Ibn Al-Alawi, Ada sebuah keterangan sebagai berikut,

و في فتاوى الإمام العلامة خاتمة المحققين أحمد بن حجر رحمه الله قد سئل عن الشريف الجاهل أو العالم العامل أفضل ؟ وأيهما أحق بالتوقير إذا اجتمعا اواريد تفريق نحو قهوة عليها أيهما أحق بالبداءة ؟ أوأراد شخص التقبيل فايهما يبدأ به ؟

“Dalam Fatawi Ibnu Hajar Al Haitami: bahwasanya beliau mendapat pertanyaan tentang lebih utama mana Syarif yang bodoh atau orang Alim? Apabila keduanya berkumpul, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak mendapat penghormatan? Atau ketika akan menghidangkan kopi, siapa diantara keduanya yang lebih didahulukan? Atau ada seseorang yang ingin mencium tangan mereka, siapa yang lebih didahulukan?

فأجاب رضي الله عنه بقوله : في كل منها فضل عظيم، أما الشريف فلان فيه من البضعة الكريمة التي لا يعادلها شيء، ومن ثم قال بعض العلماء : لا أعادل بضعته صلى الله عليه وسلم أحدا

“Maka beliau menjawab: ‘Dalam diri mereka, sama-sama memiliki keistimewaan masing-masing. Dalam diri Syarif terdapat unsur keturunan yang sangat mulia yang tiada bandingannya, karena itulah sebagian Ulama’ mengatakan: ‘Aku tidak akan menyamakan keturunan Rasulullah dengan keturunan siapapun’.” 

وأما العالم العامل فلما فيه من نفع المسلمين وهداية الضالين فهم خلفاء الرسل ووارثوا علوم ومعارفهم

“Adapun orang Alim yang mengamalkan ilmunya, memiliki keistimewaan karena mereka memberi manfaat pada orang Mukmin, menunjukkan jalan orang yang tersesat, mereka adalah khalifah para Rasul dan mereka mewarisi ilmu dan makrifat para Rasul.”

فيتعين على الموفق أن يرى للكل من الأشراف والعلماء حقهم من التوقير والتعظيم. والمبدوء به إذا اجتمعا الشريف، لقوله صلى الله عليه وسلم : ” قدموا قريش ” ولما فيه من البضعة الشريفة. والمراد بالشريف المنسوب إلى الحسن والحسين رضي الله عنهما وعليهما وعلى آل بيتهما السلام والله سبحانه وتعالى أعلم. اهـ )

“Maka bagi orang yang mendapat taufiq, hendaknya melihat kelebihan masing-masing dari para Syarif maupun Ulama’ dan wajib memenuhi hak mereka, baik dari segi penghormatan maupun pengagungan.

Adapun apabila keduanya berkumpul, maka yang lebih didahulukan adalah Syarif. Hal ini karena berdasar hadist Nabi, “Dahulukanlah orang Quraisy”, dan juga karena adanya unsur keturunan Rosululloh yang mulia. Adapun yang dimaksud dengan Syarif adalah keturunan Hasan dan Husain, semoga Allah meridhoi mereka berdua dan memberikan salam sejahtera kepada keduanya juga kepada keluarga mereka. Wallahu Subhanahu wa Ta'ala a'lam." (Al-Ajwibah Al-Ghaliyah, hal. 197).

Adakah yang melebihi keutamaan Nasab dan Ilmu? Jawabnya, ada. Yakni Taqwa. Simak keterangan dalam Kitab Masbuq Al-Zdahab fi Fadlil Arab wa Syaraful Ilmi Ala Syaraf Al Nasab, hal. 15, karangan As-Syaikh Mar’iy ibn Yusuf Al-Hambali,

وشرف العلم أفضل من حيث التقدم في الصلاة ومنصب الإفتاء والقضاء وغير ذلك. وينظر في منصب الخلافة، والإمامة العظمى فهل يستحقها قرشي جاهل أو عجمي فاضل ؟ وهذا كله مع الاتصاف بتقوى الله – تعالى – وإلا فالعالم الفاسق كإبليس والعربي الجاهل كفرعون وكلاهما مذموم.

“Adapun kemuliaan ilmu lebih utama dari sisi untuk di dahulukan menjadi imam sholat, jabatan mufti, hakim, dll. Dan yang jadi pertimbangan pula dalam rangka pemilihan pemimpin tinggi. Maka apakah yang berhak adalah ‘Arobi (Keturunan Quraisy/ Habib) yang bodoh atau ‘ajam yang lebih utama (‘alim)? -Tentu dalam hal ini Nasab tidak dipertimbangkan. Dan keutamaan ini semua dengan catatan memiliki shifat taqwa kepada Allah. Apabila hal ini tidak dibarengi Taqwa kepada Alloh, maka alim yang fasiq, seperti iblis, dan ‘arobi yang bodoh, seperti fir’aun, layak mendapatkan keutamaan dan keistimewaan. Padahal jelas-jelas keduanya orang-orang yang amat sangat tercela.” (Masbuq Al-Zdahab fi Fadlil Arab wa Syaraful Ilmi Ala Syaraf Al Nasab, hal. 15).

Kesimpulannya, masing-masing dari para syarif atau sayyid dan orang alim memiliki keutamaannya sendiri-sendiri. Syarif memiliki keutamaan nasab yang tidak ada tandingannya, sementara orang alim memiliki keutamaan dari sisi keilmuannya.

Jika ada syarif dan orang alim berkumpul maka menurut Imam Ibn Hajar Al-Haitami berpendapat yang di dahulukan untuk dimulyakan adalah keturunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Keutamaan yang paling tinggi adalah ketakwaan, sebab baik keturunan nabi maupun orang alim bila tidak takwa maka keutamaan nasab dan keilmuannya tidak ada guna. 

Dan yang menjadi kontroversi belum terpecahkan sampai saat ini apakah nasabnya ba'alawi tersambung kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam atau terputus? Wallahu a'lam 

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

* والله الموفق الى أقوم الطريق*

Sabtu, 01 Juni 2024

RIBUT MASALAH NASAB ADALAH TANDA AKHIR ZAMAN


 ﻭﻋﻦ ﺳﻠﻤﺎﻥ، ﻋﻦ ﻧﺒﻲ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺛﻼﺛﺔ ﻣﻦ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ


"Ada tiga dari bagian Jahiliyah, membanggakan keturunan, mencela nasab dan meratapi kematian" (HR Thabrani dari Salman)

ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺃﺭﺑﻊ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻲ ﻟﻴﺲ ﻫﻢ ﺑﺘﺎﺭﻛﻴﻬﺎ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» " ﻗﻠﺖ: ﻫﻮ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﺑﺎﺧﺘﺼﺎﺭ. ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺰاﺭ، ﻭﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺣﺴﻦ.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Empat hal yang tidak akan ditinggalkan oleh umatku, bangga dengan keturunan, mencela nasab orang lain dan meratapi kematian" (HR Al Bazzar, sanadnya Hasan)

عَن أَبِي عَن أَبِي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ يَفْتَخِرُونَ بِآبَائِهِمْ الَّذِينَ مَاتُوا إِنَّمَا هُمْ فَحْمُ جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنْ الْجُعَلِ الَّذِي يُدَهْدِهُ الْخِرَاءَ بِأَنْفِهِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ إِنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ النَّاسُ كُلُّهُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ

“Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, *‘Sungguh akan sampai zamannya nanti kelompok orang yang membanggakan orang tua mereka yang telah wafat. Mereka itu arang neraka Jahannam, dan sungguh mereka lebih rendah di sisi Allah daripada kumbang yang menggulirkan kotoran dengan hidungnya.* Sungguh Allah telah menghilangkan kesombongan dan kebanggaan Jahiliyah terhadap nenek moyang. Sungguh seseorang beriman dan bertakwa, berdosa dan celaka. Manusia itu (berkedudukan sama) seluruhnya anak Adam. Adam diciptakan dari tanah,’” (HR At-Tirmidzi).

واحذر وإياك من قول الجهول أنا وأنت دوني في فضل وفي نسب فقد تأخر أقوام وما قصدوا نيل المكارم واستغنوا بكان أبي

“Waspadalah dan hati-hatilah terhadap perkataan orang bodoh, ‘’Aku (lebih mulia),’ sementara kamu lebih lebih rendah dari segi keutamaan dan dari segi nasab.’ Sekelompok orang itu tertinggal. Mereka tidak mengejar kemuliaan, tetapi mencukupkan diri dengan ‘Ayahku (kakekku) adalah …,’” (Alwi bin Ahmad As-Segaf, ‘Ilajul Amradhir Radiyyah bi Syarhil Washiyyatil Haddadiyyah pada hamisy Majmu‘ati Sab‘ati Kutub Mufidah, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa tahun], hal. 93).

فالتزكية للنفس مذمومة وإن كان صادقا ولو أن الإنسان كان أتقى الناس وأعلمهم وأعبدهم ثم تكبر عليهم وافتخر لأحبط الله تقواه وأبطل عبادته فكيف بالجاهل المخلط الذي يتكبر على الناس بتقوى غيره من آبائه وأجداده

“Menyucikan diri itu tercela meski benar. Andai ada seseorang paling bertakwa, paling rajin ibadah, lalu menjadi sombong dan membanggakan diri, niscaya Allah akan mengugurkan nilai ketakwaannya dan membatalkan ibadahnya. Lalu bagaimana dengan ucapan orang bodoh lagi berinteraksi yang menyombongkan ketakwaan orang lain, yaitu ayah dan kakeknya, di hadapan publik,’” (Alwi bin Ahmad As-Segaf, ‘Ilajul Amradhir Radiyyah bi Syarhil Washiyyatil Haddadiyyah pada hamisy Majmu‘ati Sab‘ati Kutub Mufidah, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa tahun], hal. 94). Wallahu a'lam