Rabu, 16 Maret 2022

KAJIAN TENTANG ETIKA BERDAKWAH SESUAI AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal." (QS. Ali Imran: 159).

Nasehat atau berdakwah menurut Imam Al-Khatthabi rahimahullah,

النَّصِيْحَةُ كَلِمَةٌ يُعَبَّرُ بِهَا عَنْ جُمْلَةٍ هِيَ إِرَادَةُ الخَيرِْ لِلْمَنْصُوْحِ لَهُ

“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna mewujudkan kebaikan kepada yang ditujukan nasihat.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:219)

Cukup memprihatinkan apa yang terjadi akhir-akhir ini, di mana polarisasi terjadi di kalangan umat Islam, kalimat-kalimat kasar serta caci maki menghiasi media sosial, menutup mata hati sehingga sehingga fanatisme golongan muncul kepermukaan. Siapa pun yang tidak sesuai dengan pendapatnya adalah lawan yang harus dicela saling curiga merebak dalam kehidupan umat seagama dan sebangsa. Praduga jelek menjadi sifat yang muncul saat melihat langkah atau mendengar pendapat yang tidak sepaham dengan dirinya.

Di sini terlihat hubungan sesama Muslim terpecah karena timbulnya saling curiga dan polarisasi, menjadikan kesatuan umat lemah. Pesan untuk saling mengingatkan dan saling mengasihi, hilang di tengah gelombang emosi dan kemarahan.

Nasihat yang seharusnya membimbing umat sirna tergantikan dengan tuduhan-tuduhan yang bersumber pada penilaian mereka sendiri. Masyarakat awam menjadi sasaran mereka yang memiliki agenda sendiri atau pemikiran di luar konsep dakwah yang benar.

Agama adalah nasihat. Begitulah hadits ketujuh dari Hadits Arbain An-Nawawiyyah.

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits tersebut, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa agama adalah nasihat bagi kita untuk memenuhi lima hak. Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, imam Nawawi telah mengutip penjelasan syekh Al-Khattabi dan ulama lainnya tentang hak-hak tersebut.

*Pertama: Hak Allah Ta'ala*

Maksud dari agama itu nasihat untuk memenuhi hak Allah Ta'ala adalah beriman kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya, meyakini sifat-sifat sempurna-Nya, menyucikan-Nya dari segala kekurangan, taat kepada-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta mencintai dan membenci karena-Nya.

*Kedua: Hak Rasul-Nya*

Adapun maksud dari agama itu nasihat untuk memenuhi hak Rasul-Nya adalah meyakini kebenaran risalahnya dan mengimani apa yang dibawanya, taat terhadap perintah dan larangnya, serta membelanya baik ketika beliau masih hidup maupun setelah ia wafat.

*Ketiga: Hak Kitab-Nya*

Maksud dari agama itu nasihat untuk memenuhi hak kitab-Nya adalah dengan meyakini bahwa tidak ada kitab dan karya manusia yang menyerupai Al-Qur’an, mengagungkan Al-Qur’an, membacanya dengan sungguh-sungguh dan khusyuk, meyakini kebenaran kandungannya, menjalankan hukum-hukumnya, serta memahami ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.

*Keempat: Hak Pemimpin Muslim*

Adapun maksud dari agama itu nasihat untuk memenuhi hak pemimpin muslim adalah dengan mendukung dan menaatinya dalam kebenaran dan mengingatkannya dengan pantas dalam kelalaian.

*Kelima: Hak Orang-Orang Muslim*

Sementara maksud dari agama itu nasihat untuk memenuhi hak orang-orang muslim adalah dengan mengarahkannya kepada apa yang bermanfaat bagi dunia maupun akhirat, menghilangkan bahaya dari orang lain, serta menyerukan kebaikan dan melarang kemungkaran.

Sungguh betapa indahnya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, yang mengingatkan kita bahwa agama Islam yang kita anut merupakan nasihat terbesar bagi kita untuk senantiasa memenuhi hak-hak Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin, dan sesama muslim lainnya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menasihati sesama muslim (selain ulil amri) berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2:35).

Pada dasarnya, setiap orang memang berhak untuk memberi dan atau mendapatkan nasehat. Akan tetapi, memberikan nasehat juga tidak bisa sembarangan. Ada etika-etika memberi nasehat yang perlu diperhatikan. Dengan begitu, nasehat yang disampaikan bisa sampai dan diterima dengan baik oleh orang lain. Berikut ini ada 4 konsep ideal dan etika dalam memberi nasehat (berdakwah) yang perlu diketahui oleh setiap orang. Pertama; Berdakwah melalui hati, kedua; Berdakwah harus hati-hati, ketiga; Berdakwah dengan banyak hati, dan keempat; Berdakwah jangan menyakiti hati.

*1. Berdakwah Melalui Hati*

Sesungguhnya yang menjadi patokan dalam syariat adalah apa yang ada di dalam hati. Dan bahwasanya keselamatan di hari akhirat kelak tergantung kepada apa yang ada di hati manusia. Jika seseorang memiliki hati yang bersih, maka dia akan selamat pada hari kiamat kelak. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan hal ini dalam Al-Qur’an, bahwasanya yang selamat pada hari kiamat kelak adalah yang memiliki hati yang bersih. Allah berfirman,

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّـهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) dihari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)

Maka dakwah melalui hati harus melalui dua (2) proses yaitu,

a. Niat Memberi Nasehat Harus Ikhlas

Sebelum memberi nasehat, kita harus meyakini dengan pasti bahwa niat dalam memberi nasehat dilakukan dengan niat yang ikhlas. Sama seperti kebaikan lainnya, memberi nasehat juga merupakan sebagian dari ibadah. Karena itu, setiap ibadah harus dilandasi dengan niat yang ikhlas agar bisa mendapatkan pahala dari Allah.

b. Menasehati Dengan Cara yang Benar

Pemberian nasehat juga harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan syariat dan kemampuan orang yang memberi nasehat. Dalam hadits riwayat Muslim disampaikan bahwa ada tiga tingkatan memberi nasehat. Yaitu dengan menggunakan tangan, menggunakan lisan, dan menggunakan hati.

Akan tetapi, memberi nasehat juga harus disesuaikan dengan kemampuan. Jika seseorang tidak mampu memberikan nasehat dengan menggunakan tangan, maka ia bisa dan bahkan harus menyampaikannya dengan lisan. Memberikan nasehat melampaui kemampuan yang dimiliki bisa mendatangkan mudharat dan kesulitan bagi pemberi nasehat.

*2. Berdakwah harus hati-hati*

Berdakwah memang membutuhkan kesabaran dan hati yang penuh harapan serta jiwa yang bersih karena dengan demikian risalah dakwah yang disampaikan akan mendapat sambutan positif. Sebaliknya jika dakwah Islam dikemas dalam kekerasan, ketidak ikhlasan, dendam dan iri hati, maka dakwah Islam bukan saja akan merusak Islam itu sendiri, tetapi juga akan merugikan semua umat Islam. Dakwah dengan hati-hati juga melalui dua (2) cara yaitu :

a. Menggunakan Kata-Kata yang Baik

Nasehat juga harus disampaikan dengan kata-kata yang baik. Bahkan, dalam surat Thaha ayat 44, Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun menasehati Fira'un dengan perkataan yang lemah lembut. Sedangkan kita bukan seorang Nabi, dan orang yang kita beri nasehat bukanlah Fira'un yang keras kepala, zhalim, dan merasa Tuhan. Karena itu, nasehat yang diberikan haruslah menggunakan kata-kata yang baik.

b. Tabayyun Sebelum Memberi Nasehat

Salah satu hal yang penting dilakukan sebelum memberikan nasehat adalah memastikan kebenaran berita yang kita ketahui. Nasehat yang dilakukan dengan dasar berita yang simpang siur tidak akan memberikan manfaat. Bahkan bisa jadi malah membuat orang yang diberi nasehat menjadi sedih dan kecewa.

*3. Berdakwah dengan banyak hati*

Dakwah dengan banyak hati harus dipahami bahwa dalam menyampaikan kebenaran tidak selamanya diterima dengan baik, bahkan sebaliknya kadang mengalami rintangan jika salah dalam cara penyampaiannya. Maka dakwah dengan banyak hati harus melewati dua (2) cara pula yaitu :

a. Jangan Berburuk Sangka Kepada Orang yang Akan Dinasehati

Salah satu etika seorang muslim kepada muslim lainnya adalah berusaha berprasangka baik dan terus mencari kemungkinan-kemungkinan yang baik. Sedangkan menjadi salah satu ciri orang munafik adalah mencari-cari kesalahan orang lain.

b. Jangan Memaksakan Agar Nasehat Diterima

Orang yang menasehati orang dan memaksakan nasehatnya diterima bisa disebut sebagai orang yang zhalim. Karena niat memberi nasehatnya adalah untuk ditaatim bukan untuk menunaikan amanah persaudaraan antar sesame muslim.

Nasehat adalah sebuah ibadah. Dan meskipun orang yang diberi nasehat tidak menerima nasehat tersebut, maka orang yang mendapatkan nasehat akan tetap mendapatkan pahala dari Allah.

*4. Dakwah Jangan Menyakiti Hati*

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwasanya seorang muslim yang baik adalah orang yang mampu mencegah dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.

Sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.’” (HR. Al-Bukhari No. 10 dan Muslim No. 57)

Oleh karenanya, dakwah jangan menyakiti ini pun harus melalui dua (2) proses yaitu :

a. Tidak Menasehati di Depan Umum

Islam menjaga dengan baik kehormatan seseorang. Karena itu, sudah sewajarnya umat Islam menjaga harga diri dan kehormatan saudaranya. Memberi nasehat kepada seseorang di depan umum bukanlah sebuah nasehat.

Bahkan Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan bahwa nasehat di depan umum adalah sebuah bentuk pelecehan kepada orang lain. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan bahwa nasehat di depan umum adalah bentuk mempermalukan orang lain. Nasehat seharusnya dilakukan secara rahasia dan empat mata.

b. Jangan Melakukan Tahrisy

Tahrisy adalah sikap memancing pertengkaran atau provokasi. Tahrisy juga disebut sebagai bagian dari namimah atau adu domba. Dan adu domba termasuk ke dalam dosa besar. Karena itu, nasehat seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak berupa provokasi yang memancing permusuhan sesame muslim.

Nasehat seringkali disebut sebagai obat yang perih. Karena itu, memberi nasehat harus memperhatikan etika memberi nasehat yang baik. Sehingga, meskipun masih terasa perih bagi yang menerima, tapi rasa perihnya bisa diminimalisir sehingga nasehat bisa lebih mudah diterima dan tidak menimbulkan kebencian atau permusuhan. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar