Selasa, 16 Maret 2021

KAJIAN TENTANG MI'RAJ NABI DAN BENARKAH PERINTAH SHALAT BERAWAL DARI TAHIYYAT

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (QS. Al-Isra': 1)

Ada empat kitab yang secara spesifik menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu : 1). Qishshah Mi'rajin Nabi karya Syekh Najmudin Al Ghoidzi: 2). Tashilul Ghiba min Qissatil Isra' wa Mi'rajin Nabi karya Syekh Sahli bin Salim Assamarani: 3). I'anatul Muhtaj fi Qishshatil Isra' wal Mi'raj karya Syekh Ahmad Abdul Hamid Al Qandali: 4). Nurus Siraj fi Bayanil Isra' wal Mi'raj karya Syekh Ahmad Fauzan bin Zain Muhammad bin Muhamma Zain Arrambani. 

Dalam kitab itu dijelaskan secara rinci bagaimana proses isra' dan mi'raj itu terjadi. Sehingga etnografi Isra’ Mi’raj terasakan dengan baik dan umat Islam di masa kini masih menikmati kemukjizatan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Belakangan ini beredar kisah viral terkait riwayat mi'raj Nabi bersama malaikat Jibril dan percakapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Allah Ta'ala di sidratil muntaha yang diantaranya diabadikan dalam bacaan tahiyat dalam shalat. Bahkan dikatakan bahwa shalat itu berawal dari tahiyat (penghormatan) antara Nabi dan Allah Ta'ala. Benarkah demikian?

Imam al-‘Izz ad-Din bin Abd as-Salam yang mendapat julukan rajanya ulama (sulṭhanul ulama’) menjelaskan secara spiritual (rohani) dalam Maqaṣid al-‘Ibadat (1995: 12-13 & 28-30) bahwa kalimat at-Taḥiyyat al-Mubarakat aṣ-Shalawat aṭ-Thayyibat Lillah dan Asyhadu An La Ilaha Illallah berhubungan dengan Allah. Kalimat as-salam ‘alaika ayyuha an-nabiyyu wa raḥmatullah wa barkatuh dan asyhadu anna Muḥamadar Rasalullah berhubungan dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sedangkan kalimat as-salam ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillah aṣ-ṣhaliḥin berhubungan dengan hamba-hamba Allah yang saleh dari penduduk bumi dan penduduk langit. Tidak lain karena shalat memang memiliki hubungan (koneksi) secara langsung, baik kepada muṣhalli (orang yang shalat) sendiri, Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maupun kepada seluruh orang beriman yang ada di alam semesta.

Di dalam Kitab I'anah At-Thalibin juz 1 hal. 198 dijelaskan, 

(فائدة) ذكر الفشني في شرح الاربعين أن في الجنة شجرة اسمها التحيات، وعليها طائر اسمه المباركات، وتحتها عين اسمها الطيبات، فإذا قال العبد ذلك في كل صلاة نزل ذلك الطائر من فوق الشجرة وانغمس في تلك العين ثم خرج منها وهو ينفض أجنحته فيتقطر الماء من عليه، فيخلق الله من كل قطرة ملكا يستغفر له إلى يوم القيامة.

"Menurut Imam al-Fasyani dalam syarh al-Arba'in, bahwa taḥiyat adalah nama sebuah pohon yang ada di surga. Ia bertengger di atas pohon burung bernama mubarakat, dan dibawahnya sebuah mata air bernama ṭhayyibat. Ketika orang yang shalat membaca tahiyat (at-taḥiyyat al-mubarakat aṣ-ṣhalawat aṭ-ṭhayyibat lillah) dalam tasyahhud akhir, maka burung mubarakat langsung menukik dari pohon ṭahiyat untuk menyelami sungai thayyibat dan kemudian terbang lagi ke atas. Percikan-percikan air sungai thayyibat yang berhamburan dari bulu burung mubarakat dijadikan malaikat oleh Allah, di mana para malaikat itu sama-sama memintakan ampun (membaca istigfar) kepada Allah untuk orang yang salat tersebut sampai hari kiamat." (I'anah At-Thalibin juz 1 hal. 198)

Keagungan kalimat taḥyat yang harus dibaca oleh setiap muṣhalli ini sebenarnya memiliki sejarah yang sangat agung dan luar biasa mengagumkan secara spiritual. Hal ini dapat dikonfirmasi dari peristiwa isra’-mi'raj. Dalam sebuah riwayat yang banyak beredar di medsos dikisahkan, bahwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan malaikat Jibril melewati Sidratul Muntaha yang diliputi oleh awan yang di dalamnya memancar kilauan cahaya yang berwarna-warni, maka malaikat Jibril memilih berhenti dan membiarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan sendiri.

Mengetahui hal itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata kepadanya, “jangan tinggalkan aku seorang diri”. Malaikat Jibril menjawab, “tidak ada daya dan kekuatan bagi kami, sebab Dia (Allah) memiliki tempat tertentu dan khusus yang tidak bisa kami lalui”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi, “ayo, kita jalan lagi bersama-sama meskipun hanya setapak demi setapak”. Malaikat Jibril pun akhirnya berjalan bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setapak demi setapak. Tidak lama kemudian, malaikat Jibril hampir saja terbakar oleh pancaran cahaya, keagungan, dan kemuliaan. Dia pun tiba-tiba mengecil seperti burung pipit dan menjadi lemah.

Setelah mengalami hal itu, dia mengisyaratkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam agar mengucapkan salam ketika sampai di maqam khiṭab (tempat pertemuan antara Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkomunikasi). Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai di maqam khiṭab, beliau langsung memanggil salam seraya berkata, “At-Taḥiyyat al-Mubarakat aṣ-Shalawat aṭ-Thayyibat lillâh (seluruh kehormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan adalah sepenuhnya milik Allah)”. Allah Subhanahu wa Ta'ala langsung menjawab salam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut seraya berkata, “Assalam ‘alaika ayyuha an-Nabiyyu wa raḥmatullah wa barkatuh (kesejahteraan, kasih-sayang, dan keberkahan Allah untukmu, wahai Nabi)”. Mendengar jawaban Allah Subhanahu wa Ta'ala itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin hamba-hamba Allah yang shaleh mendapat bagian dari pertemuan agung tersebut seraya berkata, “Assalam ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillah aṣ-Shaliḥin (kesejahteraan atas kami dan hamba-hamba Allah yang shaleh)”. Mendengar percakapan agung tersebut, seluruh penghuni langit dan bumi sama-sama bersaksi seraya berkata, “Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna muḥamadar rasulullh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. (lihat Durar as-Saniyah dikatakan bahwa derajat hadits ini maudhu' makdzub (palsu dan bohong)

Berikut diantara riwayat tentang kisah hiwar (percakapan) dan tahiyat (penghormatan) antara Nabi dan Allah Ta'ala tersebut,

حوار التشهـُّد: يبدأ المشهد بسيدنا رسول الله وهو يمشي في معيـَّة سيدنا جبريل في طريقهما لسِدرة المنتهى في رحلة المعراج، وفي مكان ما يقف سيدنا جبريل عليه السلام, فيقول له سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم: أهنا يَترُك الخليل خليله؟ قال سيدنا جبريل: لكلٍّ منا مقام معلوم يا رسول الله, إذا أنت تقدَّمتَ اخترقت, وإذا أنا تقدَّمتُ احترقت, وصار سيدنا جبريل كالحلس البالي من خشية الله, فتقدَّم سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم إلى سِدرة المنتهى, واقترب منها, ثم قال سيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: التحيات لله والصلوات الطيبات, ردَّ عليه ربُّ العزة: السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته, قال سيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين, فقال سيدنا جبريل، وقال الملائكة المقرَّبون: أشهد أنْ لا إله إلا الله, وأشهد أنَّ محمدًا رسول الله.

(الدرر السنية : درجة الحديث موضوع، مكذوب)

Menurut Imam Nawawi al-Jawi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bisa sampai ke maqam khiṭab tanpa adanya rintangan dan halangan tertentu karena memang Allah telah menghendakinya. Allah telah memberikan kekuatan dan kesiapan secara khusus kepada beliau. Berbeda dengan malaikat Jibril yang memang tidak diberikan kekuatan dan kesiapan. Sehingga dia terhalang dan tidak bisa sampai ke maqam khiṭab. Dalam pertemuan agung tersebut, menurut Imam ad-Diba’î dalam Maulid ad-Diba’î (hlm. 19),

اَلرَّاقِيْ إِلٰى حَضْــرَةِ الْمَلَكِ الْوَهَّابِ ۞ حَتَّى نَظَرَ إِلٰى جَمَالِهٖ بِلاَ سِتْرٍ وَّلاَ حِجَابٍ.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menatap secara langsung keindahan Allah Yang Maha Indah dan tidak dihalangi oleh tirai atau kain yang paling tipis sekalipun."

Sementara sebuah riwayat lain yang shahih menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan lafadz Tahiyat yang dibaca saat duduk tasyahud, disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari Muslim, namun tidak ada hubungannya dengan peristiwa Isra Mi’raj.

Sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud bercerita, "ketika kami shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat duduk tasyuhud, kami membaca,

السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ قَبْلَ عِبَادِهِ ، السَّلاَمُ عَلَى جِبْرِيلَ ، السَّلاَمُ عَلَى مِيكَائِيلَ ، السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ

"Kesejahteraan atas Allah sebelum para hamba-Nya, kesejahteraan atas Jibril, kesejahteraan atas Mikail, kesejahteraan atas Fulan…"

Mendengar ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلاَمُ ، فَإِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ . فَإِنَّهُ إِذَا قَالَ ذَلِكَ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ صَالِحٍ فِى السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . ثُمَّ يَتَخَيَّرْ بَعْدُ مِنَ الْكَلاَمِ مَا شَاء. 

“Sesungguhnya Allah adalah pemilik kesejahteraan. Jika kalian duduk untuk tasyahud dalam shalat kalian maka ucapkanlah,

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

‘Segala ucapan penghormatan, shalat/do’a dan karunia hanya milik Allah. Semoga keselamatan tercurah untukmu wahai Nabi. Bergitu pula rahmat Allah dan karunia Nya serta keselamatan semoga diberikan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh’.

“Jikalau seseorang mengucapkan ini maka akan mencakup seluruh hamba Allah yang sholeh baik di langit maupun di bumi”.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

"Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Nya dan utusan Nya’.

Kemudian hendaklah dia berdo’a dengan do’a yang inginkan” (HR. Bukhari 5762 & Muslim 402)

Berikut kelengkapan haditsnya,

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ قَبْلَ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ عَلَى مِيكَائِيلَ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَلَمَّا انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ فَإِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّهُ إِذَا قَالَ ذَلِكَ أَصَابَ كُلَّ عَبْدٍ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ثُمَّ يَتَخَيَّرْ بَعْدُ مِنْ الْكَلَامِ مَا شَاءَ. (روه البخاري)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضي الله عنه قَالَ : كُنَّا نَقُولُ فِي الصَّلَاةِ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ ، السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ : إنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ ، فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَقُلْ : التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ . - فَإِذَا قَالَهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ - أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ. (روه مسلم) 

Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A'masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; "Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami mengucapkan, "ASSALAAMU 'ALALLAHI QABLA 'IBAADIHI, ASSALAAMU 'ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU 'ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU 'ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika'il, kepada fulan dan fulan)." Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai melaksanakan shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda, "Sesungguhnya Allah adalah As salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; "AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU 'ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU 'ALAINAA WA 'ALA 'IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih. Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu melanjutkan; "ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya)." Setelah itu ia boleh memilih do'a yang ia kehendaki." (HR. Bukhari no.5762)

Hadits ini menunjukkan bahwa hadits at-Tahiyat, tidak ada hubungannya dengan peristiwa Isra' Mi’raj. Dan sahabat baru diajari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau mendengar tahiyat sahabat yang keliru tersebut.

Memang benar, ada beberapa kitab tafsir seperti tafsir Al-Alusi dan lainnya yang menyebutkan kisah tahiyat kaitanya dengan isra' mi’raj di atas, namun sangat disayangkan tanpa menyebutkan sanadnya agar lebih tsiqah (kuat). 

Berikut kutipan dari tafsir Al-Alusi,

قوله تعالى : ( سَلامٌ قَوْلاً مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ ) يّـس /58 ، فقالوا : " يشير إلى السلام الذي سلمه الله على حبيبه عليه السلام ليلة المعراج إذ قال له : " السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته " ، فقال في قبول السلام : " السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين " انتهى . انظر "روح المعاني" للآلوسي" (3/38).

Terlepas dari beragam penjelasan terkait peristiwa mi'raj Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling utama adalah memahami akan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu buah hasil dari mi'raj Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang harus ditegakkan. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar