Rabu, 23 Oktober 2019

TANGGAPAN KUTIPAN HADITS TENTANG BENDERA TAUHID DALAM TANTANGAN DISKUSI TERBUKA


SERUAN DISKUSI TERBUKA SOAL BENDERA TAUHID

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين وبعد

Bertolak dari kecintaan saya pada kalimat tauhid dan syi'arnya (bendera al-liwa' dan al-râyah).

Saya, Irfan Abu Naveed, cicit dari Ulama Cianjur, Almarhûm KH. Sholeh Madani, menyampaikan SERUAN DISKUSI TERBUKA, kepada oknum perampas bendera tauhid di Hari Santri Nasional di Alun-Alun Cianjur, termasuk mereka yang selama ini mendukung aksi penistaan dan pembakaran bendera tauhid oleh oknum beberapa waktu lalu di Garut.

Diskusi menggunakan rujukan ilmu-ilmu ala santri *manthiq, ushul fikih, fikih hadits, balaghah hadits, -*.

Kalau mereka siap, bisa tentukan waktu dan tempatnya, hubungi kami.

Irfan Abu Naveed
Cugenang Cianjur, 22 Oktober 2019
Di Pondok al-Qur'an Cianjur

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=183456652819270&id=100034648099250

*TANGGAPAN KUTIPAN HADITS TENTANG BENDERA TAUHID DALAM TANTANGAN DISKUSI TERBUKA*
#Abu_Naveed_Islamovic

Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda saatperang Khoibar,

لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ » .فَبَاتَ النَّاسُ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَى فَغَدَوْا كُلُّهُمْ يَرْجُوهُ فَقَالَ « أَيْنَ عَلِىٌّ » . فَقِيلَ يَشْتَكِى عَيْنَيْهِ ، فَبَصَقَ فِى عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ ، فَبَرَأَ كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ ، فَأَعْطَاهُ فَقَالَ أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا . فَقَالَ « انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ ، فَوَاللَّهِ لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

“Sungguh akan diberikan bendera (yang biasa dibawa oleh pemimpin pasukan, -pen) besok pada orang yang akan didatangkan kemenangan melalui tangannya di mana ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, lalu Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dirinya.” Lalu kemudian para sahabat bermalam dan mendiskusikan siapakah di antara mereka yang nanti akan diberi bendera tersebut. Tiba waktu pagi, mereka semua berharap-harap bisa mendapatkan benderaitu. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam malah bertanya, “Di mana ‘Ali?” Ada yang menjawab bahwa ‘Ali sedang sakit mata. (Lalu ‘Ali dibawa ke hadapan Nabi, -pen), lantas beliau mengusap kedua matanya dan mendo’akan kebaikan untuknya. Lantas ia pun sembuh seakan-akan tidak pernah sakit sebelumnya. Lantas bendera tersebut diberikan kepada ‘Alidan ia berkata, “Aku akan memerangi mereka hingga mereka bisa seperti kita.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jalanlah perlahan-lahan ke depan hinggakalian sampai di tengah-tengah mereka. Kemudian dakwahilah mereka pada Islam dan kabari mereka tentang perkara-perkara yang wajib. Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” (HR. Bukhari no. 3009 dan Muslim no. 2407).

Imam Ahmad, Ismail al-Qadhi, An-Nasa’i dan Abu Ali an-Naisaburi berkata, “Belum ada riwayat-riwayat shahih berkenaan dengan keutamaan sahabat yang lebih banyak daripada riwayat tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu." (Fathul Bari' : 7/71.)

Mengapa demikian? Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan, “Sebabnya adalah karena beliau adalah yang terakhir, yaitu khalifah rasyid yang terakhir. Banyak terjadi perselisihan pada zaman beliau, sebagian orang membangkang terhadap beliau. Itulah sebabnya riwayat-riwayat tentang keutamaan beliau tersebar, bersumber dari penjelasan para sahabat sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyelisihi beliau. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang penting untuk menyebarkan riwayat-riwayat tentang keutamaan beliau. Sehingga banyaklah para perawi yang menukilnya. Karena pada hakikatnya seluruh khalifah rasyid yang empat masing-masing memiliki banyak keutamaan-keutamaan. Dan apabila ditimbang dengan mizan yang adil pasti tidak akan keluar dari perkataan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” (Fathul Bari')

Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir berkata, “Di antara keutamaannya, beliau merupakan salah satu dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk sorga yang paling dekat hubungan nasabnya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam." (Al-Bidayah wan Nihayah : 11/29)

Sayidina Ali ra termasuk salah seorang sahabat yang ikut serta dalam peperangan Badar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berkata kepada Umar,

‏وما يدريك لعل الله قد اطلع على أهل ‏ ‏بدر ‏ ‏فقال اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم

“Tahukah engkau, sesungguhnya Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh para peserta perang Badar. Allah mengatakan, ‘Lakukanlah sesukamu sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu’.” (HR. Bukhari no. 3983 dan Muslim no.2494)

Sayudina Ali ra juga ikut serta dalam Bai’atur Ridhwan. Allah telah berfirman,

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18).

Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لنْ يدخلَ النَّارَ أحدٌ بايعَ تحت الشَّجرةِ

“Tidak akan masuk neraka orang-orang yang ikut dalam bai’at di bawah sebuah pohon (yakni Bai ‘at Ridhwan).“ (HR. Bukhari 4840 dan Muslim no. 1856)

Posisi sayidina Ali ra begitu dekat dengan Rasulullah. Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya (Yaitu dalam kitab Shahih Bukhari, kitab Fadhail’ ash-Shahabah, Bab Fadhail Ali, 7/70-71 dari kitab Fathul Bari') Bab: Keutamaan Ali bin Abi Thalib al-Qurasyi al-Hasyimi Abul Hasan radhiyallahu 'anhuma.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أنْتَ مِنِّى وَأنَا مِنْكَ

“Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bari, 7/72, “Riwayat ini telah diriwayatkan secara maushul (tersambung sanadnya) oleh penulis dalam kisah perjanjian Hudaibiyah dan kisah Umratul Qadha’ secara lengkap. Dan ini bukanlah keistimewaan yang hanya dimiliki oleh beliau seperti yang dikira oleh sebagian orang. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga berkata kepada kaum Asy’ariyyin, ‘Mereka adalah bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka.’ Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga berkata kepada Julaibib, ‘Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu’.” Abdullah bin Umar pun menyebutkan keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ubaidah, ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui Abdullah bin Umar dan bertanya kepadanya tentang Utsman. Ibnu Umar menyebutkan kebaikan-kebaikan Utsman. Beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya?’ ‘Benar!’ Sahutnya. ‘Semoga Allah menghinakanmu.’ Kemudian ia bertanya tentang Ali. Ibnu Umar menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Beliau berkata, ‘Begitulah keutamaannya, rumahnya berada di tengah-tengah rumah-rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam’ Kemudian beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya.’ ‘Benar!’ sahutnya. Abdullah bin Umar pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakanmu, menjauhlah kamu dariku sejauh-jauhnya’.” Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata, Aku mendengar Ibrahim bin Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berkata kepada Ali,

أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُون مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُون مِنْ مُوسَى

“Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun disisi Musa?” (HR. Bukhari dalam kitab al-Maghazi Bab Perang Tabuk hadits nomor 4416 dengan lafal yang lebih lengkap dari ini, di dalamnya ditambahkan, “Hanya saja tidak ada nabi setelahku.” Diriwayatkan juga oleh Muslim nomor 2404)

Al-Qadhi Iyadh berkata, “Hadits ini termasuk dalil yang dipakai oleh kaum Rafidhah, Imamiyah dan seluruh kelompok Syi’ah bahwasanya kekhalifahan adalah hak Ali radhiyallahu 'anhu, dan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewasiatkan jabatan khalifah kepadanya.Kemudian mereka berselisih pendapat. Kaum Rafidhah mengkafirkan seluruh sahabat karena telah mendahulukan selain Ali. Sebagian mereka bahkan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena menurut anggapan mereka Ali tidak menuntut haknya. Mereka ini adalah kelompok yang paling buruk madzhabnya dan paling rusak akalnya, ucapan mereka tidak perlu dibantah lagi dan tidak perlu didebat.” Al-Qadhi melanjutkan, ‘Tidak syak lagi tentang kafirnya orang yang mengatakan seperti itu. Karena orang yang mengkafirkan seluruh umat dan generasi pertamanya berarti ia telah membatalkan penukilan syariat dan telah merubuhkan Islam. Adapun selain kelompok radikal ini tidaklah berpandangan seperti itu.

Kaum Imamiyah dan sebagian Mu’tazilah mengatakan, ‘Mereka (para sahabat) telah keliru karena mendahulukan selain Ali, bukan kafir.’ Sebagian kaum Mu’tazilah bahkan mengatakan bahwa mereka (para sahabat) tidak keliru, karena menurut mereka boleh saja mendahulukan yang tidak utama daripada yang utama.” Hadits ini bukanlah hujjah bagi mereka. Bahkan ini merupakan penetapan keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunjuk beliau sebagai khalifah sementara di kota Madinah saat beliau mengikuti perang Tabuk.

Hal ini dikuatkan pula dengan kenyataan bahwa Harun bukanlah khalifah setelah Musa, bahkan Harun wafat pada saat nabi Musa masih hidup, yakni beliau wafat empat puluh tahun sebelum nabi Musa wafat. Berdasarkan keterangan yang masyhur dari pakar sejarah, mereka berkata, “Nabi Musa menunjuknya sebagai khalifah ketika beliau pergi untuk bermunajat kepada Rabbnya.” Namun perlu dicatat, penunjukan Ali sebagai khalifah pengganti di Madinah adalah bersifat khusus untuk mengurus dan memelihara keluarga beliau saat beliau pergi ke peperangan Tabuk. Adapun khalifah pengganti yang bersifat umum untuk kota Madinah kala itu adalah Muhammad bin Maslamah al-Anshari seperti yang telah disebutkan oleh ulama sejarah.

Rasulullah telah mewasiatkan agar memelihara hak Ahli Bait dan Ali termasuk Ahli bait Imam Muslim berkata, “Zuhair bin Harb dan Syuja’ bin Makhlad telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Ulayyah, Zuhair berkata, Ismail bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Hayyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Hayyan telah bercerita kepada kami, ‘Aku bersama Hushain bin Sabrah dan Umar bin Muslim berangkat menemui Zaid bin Arqam. Ketika kami duduk bersamanya,  Hushain berkata kepadanya, ‘Engkau telah memperoleh kebaikan yang sangat banyak wahai Zaid! Engkau telah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam engkau telah mendengar hadits-hadits beliau, berperang bersama beliau dan shalat di belakang beliau. Engkau telah memperoleh kebaikan yang sangat banyak wahai Zaid. Karena itu, sampaikanlah kepada kami hadits-hadits yang engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zaid pun berkata, ‘Wahai saudaraku, demi Allah usiaku telah lanjut, ajalku sudah dekat dan aku sudah lupa sebagian yang dahulu aku hafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Terimalah hadits yang aku sampaikan ini kepada kalian. Dan apa-apa yang tidak aku sampaikan maka janganlah kalian bebani aku dengannya.’' Lalu Zaid berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan khutbah di sebuah mata air bernama Khum yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah, memberi peringatan dan nasehat beliau berkata,

أَمَّا بَعْدُ أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي فَقَالَ

‘Amma ba’du, ketahuilah wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, hampir tiba masanya kedatangan seorang utusan Rabbku dan aku akan menyambut panggilannya. Sungguh, aku telah tinggalkan padamu dua perkara, pertama Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah pedoman dari Kitabullah dan pegang teguhlah ia. Beliau memerintahkan untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan mencintainya, lalu beliau bersabda, ‘ Dan aku peringatkan kepada Allah agar kalian menjaga ahli baitku’ Beliau ulangi sebanyak tiga kali.’ Al-Husain berkata kepadanya, ‘Siapakah ahli bait nabi wahai Zaid? Bukankah istri beliau termasuk ahli bait?’ Zaid berkata, ‘Istri beliau termasuk. Ahli bait, dan juga termasuk ahli bait adalah karib kerabat beliau yang diharamkan menerima zakat’ ‘Siapakah mereka?’ Tanya al-Husain lagi. Zaid menjawab, ‘Keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas radhiyallahu 'anhu. 'Apakah mereka diharamkan menerima zakat?’ Tanya al-Husain lagi. ‘Benar!’ jawab Zaid.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Zirr bin Hubaisy dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. ia berkata,

وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيَّ أَنْ لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِقٌ

“Demi Allah yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan jiwa, ini merupakan pesan nabi yang ummi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku bahwasanya tidaklah seseorang mencintaiku melainkan ia seorang mukmin dan tidaklah membenciku melainkan ia seorang munafik.” (HR. Muslim no. 78 dan An-Nasa’i no. 50)

Inilah beberapa keutamaan dari berbagai keutamaan Ali bin Abi Thalib yang amat banyak. Bukankah ia di posisi yang begitu mulia? Maka, wajib bagi kita umat islam untuk mengakui kedudukannya  dan menghormatinya.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Ali bin Abi Tholib tidak mengikuti awal peperangan Khoibar.

2- Keutamaan ‘Ali bin Abi Tholib karena ia disebut sebagai orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, begitu pula Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Hadits ini sekaligus sanggahan bagi kalangan Khawarij yang mendeskreditkan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu.

3- Allah memiliki sifat mahabbah atau cinta.

4- ‘Ali memiliki kesempurnaan dalam ittiba’ atau mengikuti petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– sehingga Allah mencintainya.

5- Mencintai ‘Ali adalah tanda keimanan. Membenci ‘Ali adalah tanda kemunafikan.

6- Allah akan mendatangkan kemenangan melalui tangan ‘Ali. Ini pun terbukti dan menjadi bukti akan benarnya kenabian Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.

7- Para sahabat sangat bersemangat melakukan kebaikan. Sebagai tandanya, mereka selalu berdiskusi dalam hal-hal baik. Hal ini menunjukkan tingginya ilmu dan iman mereka.

8- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan ‘Ali dan ini menandakan selayaknya pemimpin menanyakan mengenai keadaan rakyatnya yang tidak bisa hadir.

9- Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap dan mendo’akan kebaikan pada ‘Ali, maka ia tidak pernah merasakan sakit mata dan tidak pula merasakan lemahnya penglihatan sama sekali.

10- Wajib beriman kepada takdir karena orang yang tidak berusaha, malah mendapatkan bendera. Sedangkan yang telah berharap dari awal malah tidak mendapatkannya.

11- Hadits ini mengajarkan untuk tawakkal, menyandarkan hati pada Allah dan bukan pada sebab. Namun yang namanya tawakkal tetap dengan melakukan usaha. Dan melakukan usaha tidaklah menafikan tawakkal.

12- Adab ketika berperang yaitu jangan sampai suara yang menggelisahkan itu terdengar.

13- Hadits ini menunjukkan bahwa dakwah yang pertama dan utama adalah mendakwahkan tauhid dan anti syirik.

14- Yang dimaksud dakwah kepada syahadat laa ilaha illallah adalah dakwah untuk memurnikan ibadah untuk Allah dan menjauhi kesyirikan.

15- Berperang atau menyerang musuh dilakukan setelah sebelumnya didakwahi.

16- Setelah menerima Islam yaitu tauhid, maka mulai beralih pada ajakan untuk shalat, puasa,zakat dan haji.

17- Keutamaan dakwah ilallah.

18- Keutamaan seseorang yang di mana Allah memberi hidayah pada orang lain melalui perantaraannya, yaitu ia akan mendapat unta merah. Bahkan ia mendapatkan lebih dari unta merah yang menjadi harta berharga bagi orang Arab. Penyebutan unta merah hanyalah untukpendekatan pemahaman. Namun tetaplah kebahagiaan akhirat lebih daripada balasan dunia.

19- Boleh bersumpah dalam fatwa karena dalam hadits ini disebutkan, “Demi Allah, sungguh jika Allah memberi hidayah pada seseorang lewat perantaraanmu …”.

Jadi, tidak ada kaitannya antara bendera eks-HTI yang masih diklaim sebagai bendera tauhid (Rayah as-Sauda') dengan memakai dalil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim tersebut. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menanggapi klaim kebenaran atas bendeta tauhid dengan rujukan hadits diatas, semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar