Rabu, 25 September 2019

KAJIAN TENTANG HUKUM WALIMATUL I'DZAR (KHITAN)


Kebiasaan di Indonesia seperti ini, yaitu melakukan khitan anak-anak mereka saat berumur seusia anak SD bahkan ada juga yang SMP. Sedangkan jika kita lihat hadits-hadits dan petunjuk Islam bahwasanya usia khitan adalah ketika bayi berumur 7 hari atau ketika masih kecil sekali. Dan bagaimana juga hukum acara walimah khitan yang sering dilakukan di masyarakat kita?

*Waktu disyariatkannya khitan*

Waktu untuk untuk berkhitan memang masih diperselisihkan ulama, ada pendapat yang mengatakan hari kelahiran, hari ketujuh atau ketika berusia tujuh tahun. Adapun yang lebih tepat adalah boleh kapan saja asalkan tidak melebihi usia baligh.

Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

وَاخْتُلِفَ فِي الْوَقْتِ الَّذِي يُشْرَعُ فِيهِ الْخِتَانُ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ لَهُ وَقْتَانِ وَقْتُ وُجُوبٍ وَوَقْتُ اسْتِحْبَابٍ فَوَقْتُ الْوُجُوبِ الْبُلُوغُ وَوَقْتُ الِاسْتِحْبَابِ قَبْلَهُ

“Diperselisihkan waktu disyariatkannya khitan. Al-mawardi berkata, “Khitan itu mempunyai dua waktu, Waktu wajib dan waktu mustahab (sunnah). Waktu wajib adalah ketika usia baligh, sedangkan waktu mustahab adalah sebelum baligh.” (Fathul Bari' 10/342, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Syamilah)

Khitan termasuk salah satu fitrah, yang menjadi ajaran para nabi. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ : الْخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ

Lima hal termasuk fitrah: Khitan, mencukur bulu kemaluan, potong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memangkas kumis. (HR. Bukhari 5889 & Muslim 257).

*Boleh menunda khitan tetapi lebih baik menyegerakan*

Dalil boleh menunda adalah sebagaimana yang dikatakan oleh ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma.

عن سعيد بن جبير قال: سئل ابن عباس: مثل من أنت حين قبض النبي صلى الله عليه وسلم؟ قال: أنا يومئذ مختون، قال: وكانوا لا يختنون الرجل حتى يدرك

Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata, Ibnu Abbas pernah ditanya, “Seperti apa dirimu ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat ?”. Ia menjawab, “Aku pada waktu itu telah dikhitan. Dan mereka (para shahabat) tidaklah mengkhitan seseorang hingga ia baligh.” (HR. Bukhari (11/90-Al-Fath), Ahmad (1/264-287-357)

Dan  wajib sesegera mungkin khitan jika telah mencapai usia baligh karena itu adalah waktu wajib. Bahkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkhitan ketika berusia 80 tahun.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِخْتَتَنَ إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَنِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ سَنَةً

“Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun.” (HR. Bukhari (6298-Al-Fath), Muslim (2370), dan Ahmad (2/322-418)

*Apakah disyariatkan untuk mengadakan walimah khitan?*

Ada khitan, ada walimah khitan. Dua hal yang perlu dibedakan. Khitan hukumnya wajib bagi laki-laki. Walimah khitan hukumnya diperselisihkan ulama. Sebagian membolehkan, sebagian menilainya makruh.

Walimah khitan termasuk dalam keumuman agar kita menghadiri acara walimah jika diundang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا دعا أحدكم أخاه فليجب، عرسا كان أو نحوه.

“Apabila salah seorang di antara kalian mengundang (walimah) saudaranya, hendaklah ia memenuhinya, baik undangan pernikahan atau yang semisalnya.” (HR. Abu Dawud no. 3738)

Al-Hathab dalam Mawahib Al-Jalil menjelaskan,

وقال في جامع الذخيرة: مسألة فيما يؤتى من الولائم، ثم قال صاحب المقدمات: هي خمسة أقسام: واجبة الإجابة إليها وهي وليمة النكاح، ومستحبة الإجابة وهي المأدبة وهي الطعام يعمل للجيران للوداد، ومباحة الإجابة وهي التي تعمل من غير قصد مذموم؛ كالعقيقة للمولود والنقيعة للقادم من السفر والوكيرة لبناء الدار والخرس للنفاس والإعذار للختان ونحو ذلك،…

Dalam Jami’ Ad-Dzakhirah dinyatakan, hukum mendatangi walimah ada 5 macam. (1) wajib mendatanginya, itulah walimah nikah. (2) dianjurkan mendatanginya, itulah hidangan makanan dengan mengundang tetangga untuk jalinan persaudaraan. (3)  mubah mendatanginya, itulah walimah yang diadakan bukan untuk tujuan tercela, seperti walimah aqiqah untuk anak, walimah naqiah untuk menyambut orang yang datang dari safar, walimah wakirah untuk tasyakuran bangun rumah, walimah kharas bagi wanita yang (selesai) nifas, atau walimah i’dzar untuk syukuran khitan, atau semacamnya….

Karena khitan bagi anak laki-laki adalah kewajiban maka melaksanakan walimatul i'dzar (khitan) sebagian ulama mengatakan wajib sebagaimana qoidah dalam kitab ushul fiqih dijelaskan,

كُلُّ مَايُتَوَصَّلُ بِهِ اِلَى الْوَاجِبِ فَهُوَ وَاجِبٌ.

"Semua perkara yang dibuat lantaran untuk melaksanakan perkara wajib, maka hukumnya pun wajib."

Atau qoidah ushul fiqih,

ما لا يتم الواجب الا به فهو الواجب

"Sesuatu kewajiban tidaklah sempurna dengannya, maka sesuatu tersebut menjadi wajib."

Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm 6/159 berkata,

وكل دعوة كانت على إملاك أو نفاس أو ختان أو حادث سرور دعي إليها رجل، فاسْم الوليمة يقع عليها، ولا أرخص لأحد في تركها، ولو تركها لم يبن لي أنه عاصٍ في تركها كما يبين لي في وليمة العرس

'Undangan apapun baik untuk kepemilikan, nifas, khitan atau peristiwa gembira, maka disebut walimah. Disunnahkan untuk hadir, tapi tidak berdosa kalau tidak datang. Beda dengan undangan walimatul ars (pesta nikah)."

Imam Nawawi dalam Raudah Talibin 7/333 menyatakan,

وأما سائر الولائم فمستحبة، وليست بواجبة على المذهب، وبه قطع الجمهور، ولا يتأكَّد تأكُّد وليمة النكاح

"Adapun walimah (pesta, selamatan) yang selain pesta nikah hukumnya sunnah, bukan wajib. Ini pendapat jumhur ulama." Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar