Bacaan Mabadi Khairo Ummah : 2
Lampiran VI Keputusan Musyawarah Alim Ulama’
NAHDLATUL ULAMA’ 1992 NO.: 04/Munas/1992
Tentang
MABADI KHAIRA UMMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
I. MUQODDIMAH
Kongres NU XIII th. 1935 telah membuat kesimpulan bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran agama adalah kemiskinan dan lemahnya posisi ekonomi mereka. Kendala ini membuat mereka tidak mampu berdiri tegak memikul tugas “khaira ummah” tersebut.
Berkaitan dengan itu, kongres kemudian memberi mandat kepada HBNU (sebutan untuk PBNU pada waktu itu) untuk mengadakan gerakan pembangunan ekonomi (economische mo-bilisatie) dikalangan warga NU. Melaksanakan mandat tersebut, HBNO mencanangkan langkah awal berupa penggalangan warga.
Para pemimpin NU pada waktu itu berkeyakinan bahwa akar kegagalan ummat dalam mengembangkan kekuatan sosial-ekonomi mereka terletak pada factor manusianya, terutama sikap mental yang mendasari cara bergaul dan berkiprah di tengah masyarakat dan dunia usaha. Ajaran-ajaran agama dari teladan Rasulullah SAW banyak yang dilupakan sehingga umat kehilangan ketangguhannya.
Berdasarkan tela’ah atas berbagai kelemahan (penyakit) ummat Islam , pemimpin-pemimpin NU menunjuk tiga prinsip dasar itu berupa nilai-nilai paling strategis dari ajaran agama sebagai kunci pemecahan atau obatnya. Ketiga prinsip dasar itu adalah :
1. Asshidqu : selalu benar, tidak berdusta kecuali yang diizinkan oleh agama karena mengandung maslahat lebih besar.
2. Al-amanah walwafa bil’ahdi : menetapi segala janji.
3. Atta’awun : tolong-menolong diantara anggota-anggota (leden) NU khususnya dan sebisa-bisa sesama ummat Muslimin pada umumnya.
HBNO melaksanakan gerakan membangkitkan penghayatan dan pengamalan warga NU atas ketiga prinsip dasar ini dan menyebutnya sebagai langkah awal menuju pembangunan Khaira Ummah atau yang kemudian terkenal dengan Mabadi Khaira Ummah. Berbagai jalur komunikasi NU-diantara yang sangat efektif adalah forum lailatul ijtima’ di ranting-ranting - di manfaatkan bagi penyebarluasannya. Cabang –cabang diperintahkan untuk membuat perjanjian (bai’at) dengan warga masing-masing untuk dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga prinsip dasar tersebut. Disamping itu, dibentuk pula berbagai kegiatan usaha bersama (koperasi) sebagai media aktualisasi yang konkrit.
Hasil gerakan ini nyata menggembirakan. Semangat berorganisasi semakin tumbuh dan berkembang, kegiatan organisasi dalam berbagai bidang semakin tampak, kesetiaan warga semakin kuat dan para pemimpinnya semakin kompak - kalupun ada perbedaan pendapat diantara mereka, semata-mata didasarkan atas perbedaan pendirian, bukan karena kepentingan. Semua ini membawa dampak positif baik dalam pembinaan internal maupun dalam upaya pengembangan NU keluar.
Tetapi sungguh sayang bahwa gerakan yang demikian baik itu kemudian mandeg (mengalami stagnasi) karena terjadinya perang dunia II. Ketika keadaan kembali normal seusai perang dunia, gerakan inipun belum dapat dibangkitkan kembali, hingga kini. Berbareng dengan munculnya suara ajakan kembali ke khittah, sekitar 1973, keinginan untuk menghidupkan kembali gerakan inipun terdengar, namun lagi-lagi tenggelam di tengah hiruk-pikuk politik yang menyibukkan. Baru setelah dicanangkannya Khittah NU, keinginan tersebut menguat lagi, lebih-lebih setelah muktamar NU ke–28 mengamanatkan kepada PBNU agar menangani masalah ekonomi secara lebih serius.
Tuntutan untuk membangkitkan gerakan Mabadi Khaira Ummah setelah dicanangkannya Khittah NU memang hampir-hampir merupakan konsekuensi logis. Pertama, karena Mabadi Khaira Ummah adalah butir-butir ajaran yang dipetik dari faham keagamaan Nahdlatul Ulama’, maka ia adalah bagian dari “moral” Khitttah NU yang harus ditanamkan kepada warga. Kedua, tekad melaksanakan Khittah NU itu sendiri menuntut pembenahan dan pengembangan NU demi meningkatkan ketangguhan organisasi dan aktualisasi potensi-potensi yang dimilikinya, yang mutlaq perlu dalam upaya berkarya nyata bagi pembangunan ummat, bangsa dan Negara. Ketiga, sejarah Mabadi Khaira Ummah tak dapat dipisahkan dari “jiwa asli” Nahdlatul Ulama’ yang kini disebut Khittah NU itu. Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah” para pemula (Assabiquun al-awwaluun) NU. Jika “kembali ke Khittah NU” (Khittah NU) dapat dimaknai sebagai peningkatan kembali (reengagment) dengan semangat dan ‘Sunnah” para pemula ini, maka gerakan Mabadi Khaira Ummah adalah “sunnah” yang perlu di lestarikan mengingat relevansinya dengan kebutuhan masa kini, bahwa dengan kebutuha segala jaman. Lebih jauh, pembangkitan kembali dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah inipun relevan dengan kebutuhan bangsa dan Negara dalam menyongsong rencana pembangunan jangka panjang tahap ke-2 atau Kebangkitan Nasional II yang sasaran utamanya adalah pembangunan sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan pada tahap ini akan tergantung pada upaya pembentukan manusia Indonesia, yang tidak hanya memiliki keterampilan saja, tetapi juga watak dan karakter terpuji serta bertanggung jawab: sesuatu yang menjadi sasaran langsung gerakan Mabadi Khaira Ummah pula. Dengan demikian, pengembangan kembali dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira Ummah ini berarti juga salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab NU terhadap bangsa dan Negara.
Pentingnya makna strategis gerakan Mabadi Khaira Ummah ini cukup menjadi alasan untuk memprioritaskannya.
II. PENGERTIAN MABADI KHAIRA UMMAH
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan ummat terbaik.
Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “ummat terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu ummat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagiian terpenting dari kiprah NU karena kedua sendi mutlaq diperlukan untuk menopang terwujudnya tata kehidupan yang di ridlai Allah SWT. Sesuai dengan cita-cita Nahdlatul Ulama’. Amar ma’ruf adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi, sedangkan nahi mungkar adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”. Kalimat “Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(S.Ali Imran:110)
Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Khaira Ummah adalah mereka yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan mereka yang ikut perang Badar serta ikut rombongan Nabi ke Hudaibiyah, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Abbas, dan sebagian lagi berpendapat bahwa mereka yang dimaksud itu adalah ummat Islam Periode Pertama dengan mendasarkan pada hadist:
خير امتي القرن ااذين بعثت فيهم ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم (رواه احمد)
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهمز
“Sebaik-baik ummatku adalah abad dimana Aku diutus kepada mereka, kemudian orang-orang yang berikutnya” (H.R.Ahmad)
“Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian orang-orang yang berikutnya”
ٍSedangkan sebagian lainnya mengatakan bahwa mereka adalah umat islam pada setiap periode sepanjang syarat-syarat yang terkait dengan ayat tersebut terpenuhi yaitu, beriman dan mampu melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Pendapat ini berdasarkan pada ucapan Sayyidina Umar yang berbunyi:
من فعل مثلكم كان مثلكم (تفسير القرطبي)
من سره ان يكون من هذه الامة فليؤد شرط الله فيها (تفسير ابن كثير رواية ابن جرير)
1. “Siapa yang bekerja seperti kamu maka adalah seperti kamu” (tafsir Al-Qurtubi).
2. “Barang siapa yang senang menjadi ummat ini.hendaknya memenuhi syarat Allah di dalamnya” (Tafsir Ibnu Katsir riwayat Ibnu Jarir)
Selain itu terdapat beberapa hadis yang memuji ummat yang datang kemudian, diantaranya:
طوبي لمن راءني وامن بي وطوبي سبع مرات لمن لم يراني وامن بي
(رواية ابو امامه )
افضل الخلق ايمانا قوم في اصلاب الرجال يوءمنون بي ولم يروني يجدون ورقا فيعملون بما فيها فهم افضل الخلق ايمانا (رواية زيد بن اسلم عن ابيه عن عمر ).
Beruntunglah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, dan beruntunglah tujuh kali orang yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku”.( riwayat Abu Umamah )
Sebaik-baik makhluq imannya adalah kaum yang didalam tulang rusuk orang-orang lelaki; mereka beriman kepadaku tapi tidak melihatku, mereka mendapatkan kertas lalu mengamalkan isinya karena itu, mereka adalah sebaik-baik makhluq imannya “(riwayat Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Umar)
Abu Umar bin Abdil Bar berpendapat bahwa hadits yang menyebutkan tentang kebaikan pada kurun periode pertama tidak dapat diartikan secara umum karena pada setiap periode selalu terdapat orang yang memiliki keutamaan/kelebihan dan orang-orang yang memiliki sifat sebaliknya.
Dalam pada itu terdapat beberapa hadis yang memnjelaskan bahwa ummat terbaik bisa terjadi pada periode pertama atau periode terakhir, di antara hadis-hadis itu adalah:
اامتي كالمطر لايدري اوله خير ام اخره.( ذكره الطباليسي وابو عيسي الترمذي )
مثل امتي مثل المطر لا يدري اوله خير ام اخره. (ذكره الدارقطني من رواية انس)
- “ummatku bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih baik atau akhirnya”(disebutkan oleh At-thalayisi, Abu Isa At-tirmidzi)
- “ perumpamaan umat bagaikan hujan, tidak diketahui apakah awalnya lebih baik atau akhirnya” (disebutkan oleh Ad-darukuthni dari riwayat Anas)
Berdasarkan hadis-hadis tersebut Imam Al-Qurtubi berkesimpulan bahwa predikat Khaira Ummah dapat diperoleh bagi umat Islam pada setiap periode bila tantangan yang dihadapinya sama seperti umat Islam pada periode pertama, yaitu bila ajaran Islam itu dianggap gharib (asing) seperti pada waktu datang pertama kalinya, orang-orang yang benar-benar beriman direndahkan dan perbuatan yang fasiq semakin subur, dalam kondisi yang demikian dibutuhkan tampilanya suatu umat yang berkualitas dan tidak hanya memiliki keberanian tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengatasinya, ummat seperti ini dinamakan umat terbaik (Khaira Ummah ) yang bisa memunculkan beberapa periode sesuai dengan kemungkinan timbulnya keadaan seperti yang dikemukakan di atasnya.
III. TUJUAN MABADI KHAIRA UMMAH
Sebagaimana dijelaskan diatas, gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama dahulu diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program pembangunan ekomomi NU. Program ini telah menjadi perhatian serius pula saat ini, sebagaimana hasil Kongres NU ke-28.
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa inipun semakin berkembang. NU telah tumbuh menjadi satu organisasi Massa besar. Tetap, Meskipun tingkat kohesi cultural diantara warga. Tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di Massa datang, persoalan pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab.dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program pengembangan ekonomi, Tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya. Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, disamping bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan inipun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan ummat, bangsa dan Negara pada umumnya.
IV. BUTIR-BUTIR MABADI KHAIRA UMMAH DAN PENGERTIANNYA
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Diatas telah dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula, diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah disebut diatas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan kontemporer.kedua butir itu adalah Al-’adalah dan Al-istiqomah. Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah” tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan kerangka tujuan yang telah dijelaskan diatas:
- Assidqu
Butir ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar fikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar fikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Dalil-dalil yang berkaitan dengan hal ini adalah:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
عليكم بالصدق فان الصدق يهدي الي البر وان البر يهدي الي الجنة وما يزال الرجل يصدق ويتحري الصدق حتي يكتب عند الله صديقا (متفق عليه)
1. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.(S.At-taubah :119)
2. “tetaplah kamu jujur (benar), karena jujur itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan kepada syurga”. Seorang laki-laki senantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai dicatat disisi Allah sebagai orang yang jujur”. (H. Muttafaq ‘alaih)
Kesungguhan berarti berusaha dengan sungguh-sungguh (mujahadah) dalam melaksanakan berbagai ikhtiyar dan tugas.
ااربع من كن فيه كان منافقا خالصا, ومن كانت فيه خصلة منهن, فيه خصلة من النفاق حتي يدعها, اذااؤتمن خان, واذا حدث كذب, واذا عاهد غدر, واذا خاصم فجر. (متفق عليه)
3. Empat hal, yang apabila ada pada seseorang maka orang itu menjadi munafiq murni, dan apabila seseorang memiliki satu sifat dari sempat hal itu maka ia memiliki satu sifat sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu ialah apabila di percaya ia berkhianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengkhianati, dan apabila bermusuhan ia berbuat jahat “(muttafaq ‘alaih)
Keterbukaan adalah sikap yang lahir dari kejujuran demi menghindarkan saling curiga, kecuali dalam al-hal yang harus di rahasiakan karena alas an pengamanan dan karena tidak semua keadaan harus di beritakan,sebagaimana petunjuk Allah SWT dan teladan Rasulullah SAW:
اولئك الذين صدقوا واولئك هم المتقون
×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã (
1.“Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya,dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.(S.Al-Baqoroh 177(
2. “Orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah” (S.Al-ahzab: 23)
Keterbukaan ini dapat menjadi factor yang ikut menjaga kohesifitas organisasi dan sekaligus menjamin berjalannya fungsi control.
Assidqu merupakan salah satu sifat para nabi sebagimana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Quran:
كان رسول الله صلي الله عليه وسلم اذا توجه الي سفر وري بغيره (متفق عليه)
ولو ردوه الي الرسول والي اولي الامر منهم لعلمه-هل هو مما ينبغي ان يذاع اولا-الذين يستنبطونه منهمز (جلا لين)
öä.ø$#ur Îû É=»tGÅ3ø9$# tLìÏdºtö/Î) 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $Z)ÏdϹ $Î;¯R ÇÍÊÈ
öä.ø$#ur Îû É=»tGÅ3ø9$# @Ïè»oÿôÎ) 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. s-Ï$|¹ Ïôãuqø9$# tb%x.ur Zwqßu $|Î;¯R ÇÎÍÈ
öä.ø$#ur Îû É=»tGÅ3ø9$# }§Í÷Î) 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $Z)ÏdϹ $|Î;¯R ÇÎÏÈ
1. “Rasulullah SAW dahulunya apabila menuju ke suatu perjalanan maka Ia menyembunyikan kepada orang lain”. (Muttafaq ‘alaih)
2. “Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah akan dapat diketahui oleh apakah itu termasuk yang patut disiarkan atau tidak: oleh orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya dari mereka”. (Rasul dan Ulil Amri) (Tafsir Al-Jalalain)
1. ”Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan[905] lagi seorang Nabi (S.Maryam : 41)
2. “Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi”.(S. Maryam : 54)
3. “Dan Ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi”.(S. Maryam : 56)
Kebalikan dari Assidqu adalah Alkidzbu (dusta), satu sifat yang tidak terpuji dan termasuk diantara tanda-tanda kemunafikan.
اياكم والكذب فاءن الكذب يهدي الي الفجور, وان الفجور يهدي الي النار, وما يزال الرجل يكذب ويتحر بالكذب حتي يكتب عند الله كذاباز (متفق عليه)
ثلاث من كن فيه فهو نتافق , وان صام وصلي وزعم انه مسلم, اذا حدث كذب واذا وعد اخلف, واذاءتمن خان (متفق عليه)
1. “Jauhilah sifat dusta, karena dusta itu menunjukkan kepada durhaka, dan durhaka itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang laki-laki senantiasa dusta dan mencari kedustaan sampai dicatat disisi Allah sebagai orang yang dusta”. (H. Muttafaq ‘alaih)
2. “Ada tiga hal, yang apabila ada pada seseorang maka ia adalah munafiq, walaupun ia berpuasa, sholat, dan mengira dirinya itu muslim. Tiga hal itu ialah apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat”. (H. Muttafaq ‘alaih)
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung diatas. Di perbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian dan memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat kata: dusta yang dihalalkan oleh Syara’ .
1. ليس الكذب الذى يصلح بين الناس فينمى خيرا او يقول خيرا. (متفق عليه)
2. اذا كذب الانسان ليحل بذلك مشكلة اجتماعية هدفهاالخير العام فيعفى من ذلك.(مختارالحديث الشريف صحيفة 187)
1. “Dusta itu bukanlah yang memperbaiki di kalngan manusia, lalu menumbuhkan kebikan atau berbicara baik” (H. Muttafaq alaih)
- “ Apabila manusia berdusta untuk memecahkan suatau problema social yang bertujuan untuk kepentingan umum maka ia dimaafkan untuk itu”(Hadis pilhan halaman 187)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar