Senin, 07 Agustus 2023

KAJIAN TENTANG HUKUM MENJADI BIDUAN DAN MENGENAL 4 BIDUAN DI MASA RASULULLAH SAW

Bagaimana hukum perempuan menjadi penyanyi. Pasalnya, banyak pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan tidak boleh hukumnya menjadi penyanyi. Sebab suara perempuan bisa menimbulkan fitnah.

Lalu bagaimana hukum dalam fikih bagi perempuan muslim yang berprofesi menjadi penyanyi? Atau sebagai qariah yang melanggamkan ayat-ayat Al-Qur'an?

Menurut ulama fikih, status suara perempuan memang terjadi perbedaan pendapat. Ada yang menyebutnya aurat, ada juga yang menyebutnya tidak aurat. Perdebatan ini sudah lama terjadi di antara kalangan ulama. Namun, sebagian besar ulama menyebutkan bahwa suara perempuan tidak termasuk aurat.

Penjelasan ini sebagaimana dikutipkan dalam kitab al fiqhu Islami wa Adillatuhu, karya dari Syekh Wahbah Zuhaili.

 وتخفض المرأة صوتها إن صلت بحضرة الرجال الأجانب، بحيث لا يسمعها من صلت بحضرته من الأجانب، دفعاً للفتنة، وإن كان الأصح أن صوتها ليس بعورة، فلا يحرم سماع صوت المرأة ولو مغنية، إلا عند خوف الفتنة، بأن كان لو اختلى الرجل بها، لوقع بينهما مُحرَّم

"Perempuan merendahkan suaranya ketika shalat di dekat laki-laki yang bukan mahram sekira laki-laki tidak dapat mendengar suaranya untuk menghindari fitnah sekalipun menurut pendapat yang shahih suaranya bukan aurat.

Mendengarkan suara perempuan tidak diharamkan sekalipun suara biduanita atau penyanyi perempuan kecuali bila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, yaitu misalnya seorang laki-laki bukan mahram menyendiri bersama perempuan tersebut, tentu hal ini diharamkan."

Pendapat ini pula dikuat oleh Syihabuddin Ahmad Al-Barlisi lewat kitab Hasyiyah Umairah, juz I, pada halaman 177, yang menjelaskan bahwa suara perempuan bukanlah aurat. Pandangan ini pula yang banyak berkembang di kalangan ulama mazhab Syafi’i, bahwa suara perempuan bukan aurat.

Dengan demikian, seorang laki-laki boleh saja mendengar perempuan membaca Al-Qur’an dengan keras, atau mendengar mereka mendengungkan qasidah atau shalawat dengan merdu.

 (فائدة صوت المرأة ليس بعورة على الصحيح فلا يحرم سماعه ولا تبطل الصلاة به لو جهرت والخنثى كالأنثى رقا وحرية)

"Faedah, suara perempuan bukan aurat menurut pendapat yang shahih. tidak haram hukumnya mendengarkan suara perempuan. Shalat perempuan tidak batal seandainya mereka mengeraskan suara. Status hukum khunsa (banci) setara dengan perempuan baik posisinya sebagai budak maupun merdeka."

Sementara itu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan nomor hadits 987, dijelaskan bahwa dalam suatu hari di Mina, Aisyah didampingi dua orang perempuan yang sedang memukul alat musik dan bernyanyi.

Melihat itu Abu Bakar hendak menegur perempuan yang bernyanyi tersebut, akan tetapi Rasulullah melarangnya dan membiarkan perempuan itu bernyanyi. Simak hadis berikut ini.

عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا جَارِيَتَانِ فِي أَيَّامِ مِنَى تُدَفِّفَانِ، وَتَضْرِبَانِ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَغَشٍّ بِثَوْبِهِ، فَانْتَهَرَهُمَا أَبُو بَكْرٍ، فَكَشَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ وَجْهِهِ، فَقَالَ: دَعْهُمَا يَا أَبَا بَكْرٍ، فَإِنَّهَا أَيَّامُ عِيدٍ، وَتِلْكَ الأَيَّامُ أَيَّامُ مِنًى رواه البخاري.

Dari ‘Aisyah r.a. (diriwayatkan) bahwa Abu Bakar r.a. menemui Aisyah pada saat di Mina. Di samping Aisyah ada dua orang perempuan menyanyi dan memukul alat musik dan saat itu Rasulullah saw sedang menutup wajahnya dengan baju.

Abu Bakar lalu mencegah kedua perempuan itu, maka Rasulullah membuka wajahnya lalu berkata: biarkan mereka wahai Abu Bakar, karena sekarang adalah hari raya, yaitu hari-hari ketika kita menginap di Mina." (HR. Bukhari no.987)

Di samping itu, ada juga hadits lain yang bersumber dari Imam Bukhari, yang menjelaskan bahwa Rasulullah pernah menyaksikan sebuah pernikahan. Dalam pernikahan tersebut sebagaimana cerita Rubayyi binti Afra, bahwa ia berhadapan dengan Nabi. Di tengah acara pesta pernikahan tersebut beberapa orang wanita menyanyi diiringi dengan tambor. Dalam keadaan tersebut Nabi membiarkan mereka menyanyi.

حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَان قَالَ: قَالَتِ الرُّبَيِّعُ بِنْتُ مُعَّوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ: جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ حِينَ بُنِيَ عَليّ فَجَلسَ عَلَى فِراشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا يَضْرِبْنَ بالدُفِّ وَيَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِي يَوْمَ بَدْرٍ، إِذْ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدِ، فَقَالَ: دَعَي هَذِهِ وَقَوْلِي بِالَّذِيِ كُنْتِ تَقُولِين [رواه البخارى].

"Khalid bin Dzakwan (diriwayatkan) menceritakan kepada kami, ia berkata: Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin Afra’ berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menghadiri pesta nikah,  lalu duduk aku (dulu) menikah (sehingga) aku dan Nabi saling berhadapan.

Kemudian beberapa wanita membawakan nyanyian disertai iringan tambor untuk mengenang keluarganya yang mati syahid di Badar. Salah seorang wanita (penyanyi) tersebut mengatakan bahwa (di depan mereka) ada Rasul yang mengetahui apa yang terjadi hari esok. Rasul bersabda: Jauhi meramal dan teruslah bernyanyi." (HR. Bukhari)

Sampai di sini, kita dibuat lupa bahwa pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga terdapat aktivitas bernyanyi dan profesi sebagai penyanyi. Bahkan, sebagian penyanyi di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kaum perempuan. Nabi tidak melarang profesi yang dijalani kaum perempuan pada masa beliau.

Ini menunjukkan bahwa tidak semua yang berkaitan dengan nyanyian dilarang dalam agama Islam. Dalam istilah ilmu hadis, hadits jenis ini disebut dengan nama hadis taqriri. Apa yang ditaqrir oleh Nabi menunjukkan bahwa hal itu diperbolehkan dalam agama.

Untuk mendukung argumen bahwa nyanyian dan profesi sebagai penyanyi diperbolehkan dalam agama Islam, selagi tidak melanggar beberapa aturan yang dibuat untuk menetralisir kemungkinan timbulnya dampak buruk, penulis akan menghadirkan informasi yang disajikan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Al-Ishabah Fi Tamyiz As-Shahabah. Sebuah kitab yang berisi data para sahabat Nabi.

Sahabat Nabi merupakan kelompok masyarakat dalam sejarah Islam yang sangat dihormati. Status sebagai sahabat memiliki kemuliaan tertinggi dalam Islam. Dalam kritik hadits Sunni, status sahabat membuat seorang perawi tidak perlu lagi dipertanyakan kualifikasinya. Tingkatannya bahkan lebih tinggi dibanding mereka yang berkualifikasi autsaqun nas (orang yang paling terpercaya).

Dalam menelusuri para perempuan penyanyi di zaman Nabi, kita menggunakan kata kunci “Mughanniyah” yang berarti penyanyi perempuan. Istilah al-mughanniyah digunakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani untuk menyebut perempuan-perempuan yang memiliki keahlian dan dikenal menerima ‘undangan’ untuk acara-acara tertentu seperti pernikahan.

Dari penelusuran dengan kata tersebut, hasilnya, ditemukan ada empat orang setidaknya yang diberi gelar Al-Mughanniyah oleh masyarakat sahabat. Berikut adalah nama-nama Al-Mughanniyah dari kalangan sahabat perempuan.

*Arnab Al-Madinah*

Arnab al-Madinah, secara tekstual berarti “Si kelinci kota Madinah”. Ia adalah nama seorang perempuan yang tinggal di Kota Madinah pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mungkin sejenis nama panggung. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebut “Arnab al-Madinah Al-Mughanniyah”, Arnab Al-Madinah sang biduan Kota Madinah.

١٠٧٨٦ ارناب المدينة المغنية

روينا من جزء الثالث من الاملي المحملي روية الاصبهانيين, من طريق ابن جريج أخبرني ابو الاصبع أن جميلة المغنية أخبرته أنها سألت جابر بن عبد الله عن الغناء, فقال : نكح بعض الانصار أهل عائيشة فأهديتها الى قباء, فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم, أهديت عروسك, قال : نعم, قال : فأرسلت بها بغناء, فإن الانصار يحبونه, قالت : لا, قال : فأدركيها بأرنب. إمرأة كانت تغني باالمدينة

Dalam kitab Al-Amali juz 3 karya Al-Mahamili terdapat riwayat dari Ibnu Juraij, dari Abul Asba’ bahwa Jamilah Al-Mughanniyah “Sang biduan” menceritakan bahwa dirinya bertanya kepada sahabat Jabir bin Abdullah tentang hukum menyanyi. Jabir berkata, “Ada orang Anshar yang menikahi seorang perempuan dari keluarga Aisyah. Lalu Aisyah memberi kado sebuah Quba’. 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya (kepada Aisyah), “Apakah engkau telah memberi kado kepada pengantinmu?” Aisyah menjawab, “Iya, sudah.” Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Apakah engkau mengirim nyanyian bersama kadomu, karena orang-orang senang dengan hal itu?” Aisyah menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Susulkan Arnab pada hadiahmu.” 

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan biografi Arnab dalam urutan ke-10786 dengan menyebutnya sebagai “Imra’ah kanat tughanni bi al-madinah” (“Seorang perempuan yang berprofesi sebagai penyanyi di Kota Madinah”). (Al-Ishabah Fi Tamyiz As-Shahabah juz 8 hal.6-7)

*Hamamah al-Mughanniyah*

Ibnu Hajar al-Asqalani menyebut nama lain sebagai biduan kota Madinah. Dalam biografi nomor 11.059, Ibnu Hajar menyebut nama Hamamah al-Mughanniyah.  Seorang gadis dari suku Anshar. Secara tekstual, Hamamah berarti “Merpati”. Mungkin  ini adalah semacam nama panggung untuk si penyanyi.

١١٠٥٩. حمامة المغنية. من جواري الانصار

ذكرت فى حديث عائيشة : لما دخل ابو بكر عليها فى يوم عيد, وعندها جاريتان تغنيان سمي منهما حمامة, وفى روية قليح لابن ابى الدنيا, عن هشام عن ابيه عن عائيشة. واصل الحديث فى الصححين من هذا الوجه, لكن لاتسم فيه عن واحدة منهما, وأوضحتها فى فتح الباري

Dalam riwayat Shahih Al-Bukhari, diceritakan bahwa Aisyah menghadirkan dua orang gadis penyanyi ke rumahnya saat Hari Raya Id. Abu Bakar mengunjungi Aisyah dan menemukan dua gadis sedang berdendang. Abu Bakar menegur keduanya. Namun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam justru menegur balik Abu Bakar dan menyuruhnya membiarkan keduanya meneruskan bernyanyi.

Dalam riwayat Shahih Al-Bukhari tidak disebutkan nama gadis penyanyi itu. Tetapi, dalam riwayat Ibnu Abi Dunya disebutkan nama gadis itu adalah Hamamah. Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan permasalahan ini dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari miliknya." (Al-Ishabah Fi Tamyiz As-Shahabah juz 8 hal.88)

*Asma’*

Ibnu Hajar al-Asqalani menyebut dalam biografi bernomor 10.908 seorang bernama Asma’ yang diidentifikasi sebagai mughanniyatu Aisyah (biduan yang langganan diundang oleh Aisyah). Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan nama lengkapnya adalah Asma’ binti Yazid bin As-Sakan. Tidak disebutkan riwayat tentang bagaimana Asma’ binti Yazid bernyanyi di hadapan Aisyah.

١١٩٠٨ أسماء مغنية عائيشة, هي أسماء بنت يزيد بن السكن. افردها ابو موسى, واخرج أحمد من وجه الاخر عن أسماء بنت يزيد أنها هي.

Tetapi, riwayat lain menyebut bahwa Asma’ binti Yazid, selain ahli dalam bernyanyi, juga ahli dalam merias. Ia adalah seorang seniman rias atau hari ini populer dengan istilah Make Up Artist (MUA). Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa yang merias Aisyah saat menikah dengan Rasulullah. Dua pekerjaan ini sering bersandingan. Ada kemungkinan bahwa Asma’ binti Yazid adalah seorang event organizer untuk istilah sekarang." (Al-Ishabah Fi Tamyiz As-Shahabah juz 8 hal.43)

*Zainab Al-Anshariyyah*

١١٢٦٠ زينب الانصارية, غير منسوبة, جاء كانت تغني باالمدينة فأخرج ابن طاهر فى كتاب "الصفوة" من طريق المحملي, حدثنا زبير بن خالد, حدثنا صفوان بن هبيرة, عن إبن جريج, أخبرني ابو الاصبع, أن جميلة أخبرته سألت عن جابر بن عبد الله عن الغناء, روينا من جزء الثالث من الاملي المحملي روية الاصبهانيين, من طريق ابن جريج أخبرني ابو الاصبع أن جميلة المغنية أخبرته أنها سألت جابر بن عبد الله عن الغناء, فقال : نكح بعض الانصار أهل عائيشة فأهدتها الى قباء, فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم, أهديت عروسك, قال : نعم, قال : فأرسلت بها بغناء, فإن الانصار يحبونه, قالت : لا, قال : فأدركيها بأرنب. إمرأة كانت تغني باالمدينة

Begitulah Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutnya. Disebutkan bahwa ia bernyanyi di Kota Madinah. Dalam kitab al-Shafwah karya Ibnu Thahir, ditemukan riwayat dari jalur Al-Mahamili, dari Abul Usbu’ bahwa Jamilah memberitahunya, dirinya pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang nyanyian. Jabir kemudian menceritakan orang Madinah yang menikah kerabat Aisyah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Aisyah agar mengundang seorang biduan bernama Zainab Al-Anshariyah yang dikenal sebagai penyanyi di kota Madinah." (Al-Ishabah Fi Tamyiz As-Shahabah juz 8 hal.165)

Riwayat ini mirip dengan biografi Arnab Al-Mughanniyah. Tetapi, Ibnu Hajar membedakan biografi keduanya. Zainab Al-Anshariyah disebutkan pada nomor urut sahabat perempuan ke-11.260.

Demikian empat penyanyi perempuan sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Keberadaan mereka menunjukkan bahwa penyanyi perempuan sudah ada pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka ditoleransi oleh Nabi sehingga hal ini menjadi petunjuk kebolehan profesi tersebut; dengan ketentuan tidak disertai mudarat tertentu.

Kesimpulannya, berdasarkan sumber dari hadis dan pendapat ulama tersebut, seorang hukum perempuan menjadi penyanyi adalah boleh selama ia tidak mengumbar aurat tubuhnya atau melakukan tindakan senonoh dan amoral. Semoga keterangan penyanyi perempuan sahabat Nabi Muhammad ini memberikan manfaat dan pengetahuan baru. Wallahu ‘alam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin 

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar