Minggu, 12 Februari 2023

KAJIAN TENTANG JANDA DAN ANAK YATIM BUKAN PENERIMA ZAKAT

Dalam menjalankan tugas mengelola zakat, seorang amil (petugas) harus memiliki persyaratan khusus sehingga mampu menjalankan amanat yang diberikan oleh muzakki (orang yang berzakat), salah satu diantara syarat amil zakat adalah memahami dengan baik fikih zakat.

Keberadaan amil atau panitia zakat infak dan shadaqah ditengah-tengah masyarakat sangat memudahkan para muzakki dalam menyalurkan zakat, infak dan shadaqahnya. Namun banyak ditemukan keberadaannya dalam penyalurannya kurang maksimal sesuai syariat karena hanya memfokuskan kepada anak-yatim dan dhu'afa (fakir miskin), sementara mustahiq (penerima zakat) lainnya terabaikan, misalnya Sabilillah dan Ibnu Sabil dan lainnya. 

Penerima zakat sudah sangat jelas, ada dalam 8 Asnaf yaitu Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharimin, Fisabilillah dan Ibnu Sabil. Tidak boleh di luar dari delapan kategori tersebut. Janda dan anak yatim tidak berhak mendapatkan zakat, namun jika janda dan anak yatim itu berasal dari keluarga fakir-miskin, barulah mereka berhak mendapatkan zakat. Hak zakat mereka bukan sebagai janda atau anak yatim, melainkan fakir-miskin.

Para ulama berpandangan bahwa anak yatim bukan merupakan golongan khusus yang dapat menerima zakat, sebab golongan yang berhak menerima zakat hanya tertentu pada delapan golongan yang disebutkan dalam Al-Qur’an,  

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ   

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana” (QS. At-Taubah: 60).   

Anak yatim tidak termasuk dari delapan golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut. Namun jika anak yatim memiliki salah satu sifat dari delapan golongan tersebut, misalnya anak yatim tidak ada yang menafkahi atau ada orang yang menafkahi namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan anak yatim setiap harinya, maka dalam keadaan demikian boleh memberikan harta zakat pada anak yatim, karena ia tergolong sebagai fakir, bukan karena faktor ia adalah anak yatim.   

Anak yatim memiliki kedudukan yang spesial dalam agama Islam. Salah satu buktinya adalah diangkatnya derajat orang yang merawat dan menanggung kebutuhan anak yatim. Di surga orang-orang itu bisa dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam layaknya kedekatan jari telunjuk dan jari tengah. 

Dalam hadits yang diriwayatkan sahabat Sahl bin Sa’d disebutkan,   

أَنَا وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَكَذَا- وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالوُسْطَى   

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim di surga seperti dua jari ini” Rasulullah bersabda dengan isyarat dua jari beliau, yakni jari telunjuk dan jari tengah” (HR al-Bukhari)   

Sementara menafkahi (membantu) janda terdapat dalam riwayat lain,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang menafkahi para janda dan orang-orang miskin, maka ia seperti halnya seorang mujahid di jalan Allah atau seorang yang mendirikan (shalat) di malam hari dan berpuasa di siang harinya." (HR. Bukhari no.4934)

Dalam salah satu ayat Al-Qur’an dijelaskan pula bahwa anak yatim merupakan salah satu objek prioritas untuk diberikan pemberian sedekah atau pemberian yang lain (selain dari zakat). Seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah, Ayat 177,  

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang-orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya.” (QS. Al-Baqarah : 177)   

Memandang dari penjelasan ayat di atas, suatu pemberian atau membantu kepada anak yatim dan orang-orang miskin adalah suatu bentuk kebajikan. Berdasarkan pandangan ini, tidak semua anak yatim dapat menerima zakat dikarenakan anak yatim tersebut memiliki harta warisan yang dapat mencukupi kebutuhannya, atau anak yatim yang masih memiliki seorang ibu yang memiliki pekerjaan yang layak dan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak yatim tersebut, maka tidak berhak menerima zakat.   

Dalam konteks zaman dahulu, anak yatim mendapat bagian khusus dari harta rampasan perang (ghanimah) sehingga kebutuhan-kebutuhannya dapat tercukupi. Namun, di zaman sekarang, harta rampasan perang sudah tidak ada lagi, terlebih mengalirkan harta rampasan untuk penyaluran kebutuhan anak yatim, sehingga anak yatim yang tidak tercukupi kebutuhan-kebutuhannya berhak menerima zakat masuk sebagai golongan fakir miskin. Hal demikian seperti dijelaskan dalam kitab Kifayah al-Akhyar,

(فرع) الصَّغِير إِذا لم يكن لَهُ من ينْفق عَلَيْهِ فَقيل لَا يعْطى لاستغنائه بِمَال الْيَتَامَى من الْغَنِيمَة وَالأَصَح أَنه يعْطى فَيدْفَع إِلَى قيمه لِأَنَّهُ قد لَا يكون فِي نَفَقَته غَيره وَلَا يسْتَحق سهم الْيَتَامَى لِأَن أَبَاهُ فَقير قلت أَمر الْغَنِيمَة فِي زَمَاننَا هَذَا قد تعطل فِي بعض النواحي لجور الْحُكَّام فَيَنْبَغِي الْقطع بِجَوَاز إِعْطَاء الْيَتِيم إِلَّا أَن يكون شريفاً فَلَا يعْطى وَإِن منع من خمس الْخمس على الصَّحِيح وَالله أعلم   

“Cabang permasalahan, anak kecil ketika tidak ada orang yang menafkahinya, maka menurut sebagian pendapat ia tidak boleh diberi zakat, karena sudah tercukupi dengan anggaran dana untuk anak yatim dari harta ghanimah (rampasan). Menurut pendapat ashah (kuat), ia dapat diberi zakat, maka harta zakat diberikan pada pengasuhnya, sebab terkadang tidak ada yang menafkahi anak kecil kecuali dia, dan terkadang pula anak kecil tersebut tidak mendapatkan bagian anggaran dana untuk anak-anak yatim, karena orang tuanya miskin. Aku berkata: “Urusan harta ghanimah di zaman ini sudah tidak ada lagi di berbagai daerah, karena tidak adilnya para penguasa, maka sebaiknya memastikan bolehnya memberikan zakat pada anak yatim, kecuali anak yatim tersebut tergolong nasab mulia (nasab yang bersambung pada Rasulullah) maka tidak boleh untuk memberinya zakat, meskipun ia tercegah dari bagian seperlima dari seperlimanya harta ghanimah menurut qaul shahih. Wallahu a’lam” (Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min Al-Husaini, Kifayah al-Akhyar, Hal 191)  

Oleh karenanya perlu pembahasan khusus tentang masalah penyaluran harta zakat ini terkait masalah Sabilillah yang menjadi salah satu mustahiq zakat. Bolehkan harta zakat dialokasikan kepada guru ngaji, penuntut ilmu (santri), pembangunan masjid, pesantren dan sejenisnya?

Imam Asy-Syarbini dalam Al-Jawahir Al-Bukhari menjelaskan,

لجهاد فيعطى ولو غنيا إعانة له على الغزو اهل سبيل الله الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف

"Yang ke tujuh Sabilillah Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan ikhlas demi agama Allah, maka ia diberi meskipun ia kaya raya sebagai bantuan untuk biaya perangnya. “Sabilillah” Ialah lelaki pejuang yang berperang dengan ikhlas demi agama Allah meskipun ia kaya raya. Dan masuk dalam kategori sabiilillah adalah para pencari ilmu syar’i, pembela kebenaran, pencari keadilan, penegak kebenaran, penasehat, pengajar, penyebar agama yang lurus." (Al-Jawaahir Al-Bukhari, Iqna Li Asy-Syarbini I/230).

Imam Ar-Razi dalam kitab Mafatih Al-Ghaib mengutip pedapat Imam Al-Qaffal bahwa kata Sabilillah bisa diarahkan kepada seluruh hal-hal yang baik, seperti mengkafani mayat, bangun benteng, bangun masjid dan sejenisnya,

ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻇﺎﻫﺮ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ، ﻓﻠﻬﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻧﻘﻞ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻓﻲ »ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ « ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻧﻬﻢ ﺃﺟﺎﺯﻭﺍ ﺻﺮﻑ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺇﻟﻰ ﺟﻤﻴﻊ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ، ﻷﻥ ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻞ .

“Ketahuilah bahwa dhohirnya ayat في سبيل الله tidak bisa hanya dikhususkan kepada orang-orang yang berperang di jalan Allah saja, berdasarkan pemahaman inilah Imam Qaffal meriwayatkan pendapat sebagian ahli fiqih yang membolehkan memberikan zakat kepada seluruh jalan-jalan kebaikan seperti mengkafani mayat, membangun benteng, dan masjid. Karena lafadz Sabilillah adalab lafadz umum”. (Tafsir Ar-Razi juz 16 hal.87)

Hal ini senada dengan pendapat Imam Musthafa Imarah dalam kitab Jawahir Al-Bukhari, bahwa kata في سبيل الله tidak hanya terbatas kepada orang-orang yang berperang,

ﺍﻫﻞ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻯ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﺍﻟﻤﺘﻄﻌﻮﻥ ﺑﺎﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺍﻏﻨﻴﺎﺀ ﺍﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻃﻠﺒﺔ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻭﺭﻭﺍﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻃﻼﺏ ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﻣﻘﻴمو ﺍﻻﻧﺼﺎﻑ ﻭﺍﻟﻮﻋﻆ ﻭﺍﻻﺭﺷﺎﺩ ﻭﻧﺎﺻﺮو ﺍﻟﺪﻳﻦ الحنيف. ﺍﻩ

“Sabilillah adalah orang-orang yang berperang dan berjihad dengan sukarela walaupun mereka kaya, karena untuk membantu jihad. Dan masuk dalam kategori Sabilillah yaitu orang-orang yang mencari ilmu, orang-orang yang menyampaikan kebenaran, orang yang menegakkan keadilan, serta orang-orang yang membela agama yang lurus (Islam)." (Jawahir Al-Bukhari Syarh Al-Qasthalani hal.106).

Dengan demikian jika para janda dan anak yatim boleh menerima bagian zakat karena termasuk (mustahiq) fakir miskin, maka guru ngaji lebih berhak lagi menerima bagian harta zakat karena Sabilillah meskipun tidak termasuk fakir miskin. Jadi harta zakat bisa untuk mensubsidi bisyarah untuk guru ngaji. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar