Ternyata Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najd belajar ilmu tafsir dan hadits tanpa sanad/tanpa guru pembimbing alias shahafi disebutkan dalam biografinya yang ditulis oleh seorang pengikutnya lagi dalam salah satu kitab karya ulama wahabi yaitu kitab Tarikh An-Najdi yang diberi nama Raudhah Al-Afkar Wa Al-Afham hal. 83 karya Syeikh Al-Alamah Husain bin Ghanam (Ibnu Ghanam) cetakan ke-4 tahun 1415 H/1992 M disebutkan,
وكان والده انذاك قاضى العيينة, فقراء عليه فى الفقه على مذهب الامام أحمد, وكان راحمه الله على صغر سنه, كثير المطالعة على كتاب التفسير والحديث والكلام العلماء فى اصل الاسلام, وكان لسرعة الكتابته يكتب فى المجلس الواحد كراسا من غير يتعب, فيحار من يراه لسرعة حفظه, وسرعة كتابته
"Ayahnya (Abdul Wahhab bin Sulaiman) pada waktu itu adalah seorang hakim 'Uyainah, jadi dia membacakan / mengajarkan kepadanya dalam fikih menurut mazhab Imam Ahmad, dan dia (Muhammad bin Abdul Wahhab), semoga -Allah merahmatinya- di usianya yang masih muda, adalah suka membaca kitab (muthala'ah) tafsir, hadits dan wacana ilmiah tentang asal usul Islam, dan untuk kecepatan penulisannya, ia menulis dalam satu majelis sendirian sebuah tulisan buku tanpa lelah, dan orang-orang yang melihatnya bingung dengan kecepatan cara menghafalnya, dan menulisnya dengan cepat."
Syaikh Nashir Al-Asad menjelaskan mengenai status orang yang belajar kitab (muthala'ah) tanpa guru,
أَمَّا مَنْ كَانَ يَكْتَفِي بِاْلأَخْذِ مِنَ الْكِتَابِ وَحْدَهُ دُوْنَ أَنْ يُعَرِّضَهُ عَلَى الْعُلَمَاءِ وَدُوْنَ أَنْ يَتَلَقَّى عِلْمُهُ فِي مَجَالِسِهِمْ فَقَدْ كَانَ عَرَضَةً لِلتَّصْحِيْفِ وَالتَّحْرِيْفِ، وَبِذَلِكَ لَمْ يَعُدُّوْا عِلْمَهُ عِلْمًا وَسَمُّوْهُ صَحَفِيًّا لاَ عَالِمًا …. فَقَدْ كَانَ الْعُلَمَاءُ يُضَعِّفُوْنَ مَنْ يَقْتَصِرُ فِي عِلْمِهِ عَلَى اْلأَخْذِ مِنَ الصُّحُفِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَلْقَى الْعُلَمَاءَ وَيَأْخُذَ عَنْهُمْ فِي مَجَالِسِ عِلْمِهِمْ، وَيَسُمُّوْنَهُ صَحَفِيًّا، وَمِنْ هُنَا اشْتَقُّوْا “التَّصْحِيْفَ” وَأَصْلُهُ “أَنْ يَأْخُذَ الرَّجُلُ اللَّفْظَ مِنْ قِرَاءَتِهِ فِي صَحِيْفَةٍ وَلَمْ يَكُنْ سَمِعَهُ مِنَ الرِّجَالِ فَيُغَيِّرُهُ عَنِ الصَّوَابِ”. فَاْلإِسْنَادُ فِي الرِّوَايَةِ اْلأَدَبِيَّةِ لَمْ يَكُنْ، فِيْمَا نَرَى، إِلاَّ دَفْعًا لِهَذِهِ التُّهْمَةِ (مصادر الشعر الجاهلي للشيخ ناصر الاسد ص 10 من مكتبة الشاملة)
“Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini.” (Mashadir Asy-Syi’ri Al-Jahili juz 10). Wallahu a'lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar