Manusia selalu memiliki dua sisi mata uang dalam setiap tindakannya, seperti takabur atau tawadhu'. Dua hal tersebut akan saling bertentangan. Satu sikap menyeru manusia pada kebaikan, dan lainnya mengajak manusia pada keburukan mau pun perbuatan dosa.
Tawadhu' artinya rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Sementara dalam kamus bahasa Indonesia, muhasabah artinya introspeksi, yaitu peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri; mawas diri
Muhasabah berasal dari akar kata hasiba yahsabu hisab yang secara etimologis berarti "melakukan perhitungan".
Dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk muhasabah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr : 18-19).
Sementara dalam ayat ayat ayat lain Allah Ta'ala juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al-Anfal : 24)
Dalam riwayat hadits disebutkan bahwa hati semua manusia memilik dua potensi baik dan buruk serta tidak stabil mudah berubah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولُ: " يَا مُقَلِّب الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ". قَالَ: فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ، فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا؟ قَالَ نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ تَعَالَى يُقَلِّبُهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Anas ibnu Malik ra. yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. acapkali mengucapkan doa berikut, "Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu." Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Lalu kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau sampaikan, maka apakah engkau merasa khawatir terhadap iman kami?' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ya, sesungguhnya hati manusia itu berada di antara dua jari kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia membolak-balikkannya'.” (HR. Ahmad)
Dari Abdullah bin Amr ra. bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﻗُﻠُﻮﺏَ ﺑَﻨِﻲ ﺁﺩَﻡَ ﻛُﻠَّﻬَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺇِﺻْﺒَﻌَﻴْﻦِ ﻣِﻦْ ﺃﺻﺎﺑﻊ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻛَﻘَﻠْﺐٍ ﻭَاﺣِﺪٍ، ﻳُﺼَﺮِّﻓُﻪُ ﺣَﻴْﺚُ ﻳَﺸَﺎءُ
“Sungguh semua hati manusia berada dalam kekuasaan Allah yang Maha Pengasih, seperti satu hati. Dia menggerakkan hati sesuai kehendak-Nya.”
ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: «اﻟﻠﻬُﻢَّ ﻣُﺼَﺮِّﻑَ اﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ ﺻَﺮِّﻑْ ﻗُﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻃَﺎﻋَﺘِﻚَ»
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah yang Maha Menggerakkan hati. Gerakkan hati kami untuk beribadah kepada-Mu.” (HR Muslim)
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ جَابِرٍ يَقُولُ: حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّوَّاسَ بْنَ سَمْعَان الْكِلَابِيَّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، إِذَا شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ". وَكَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ". قَالَ: "وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ".
Telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jabir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Bisyr ibnu Ubaidillah Al-Hadrami, ia mendengar dari Abu Idris Al-Khaulani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nuwwas ibnu Sam'an Al-Kilabi r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada suatu hati pun melainkan berada di antara kedua jari kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Tuhan semesta alam. Jika Dia menghendaki kelurusannya, maka Dia akan meluruskannya; dan jika Dia menghendaki kesesatannya, maka Dia akan menyesatkannya." Dan tersebutlah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam acapkali mengucapkan doa berikut, "Wahai (Tuhan) yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu." Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda pula, "Neraca itu berada di tangan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah; Dialah Yang merendahkan dan yang mengangkatnya." (HR. Ahmad)
Ini hadits yg harus kita jadikan pegangan biar selalu tawadhu' dan tidak takabbur, selalu merasa diri paling salah daripada org lain sehingga selalu husnuzhon dan optimis
إن العبد ليعمل في ما يرى الناس عمل أهل الجنة وإنه لمن أهل النار. ويعمل في ما يرى الناس عمل أهل النار وهو من أهل الجنة. وإنما الأعمال بخواتيمها
“Sesungguhnya ada seorang hamba yg melakukan amalan penghuni surga menurut pandangan manusia, padahal sesungguhnya (di mata Allah) ia termasuk penghuni neraka. Dan ada seorang hamba yg melakukan amalan penghuni neraka menurut pandangan manusia, padahal sesungguhnya (di mata Allah) ia termasuk calon penghuni Surga. Dan sesungguhnya amalan-amalan hamba itu ditentukan oleh amalan penutup (hidup)nya.” (HR. Al-Bukhari)
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ـ ﺃُﺭَاﻩُ ﺭَﻓَﻌَﻪُ ـ ﻗَﺎﻝَ: «ﺃَﺣْﺒِﺐْ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻫﻮﻧﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ، ﻭَﺃَﺑْﻐِﺾْ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ»
Dari Abu Hurairah secara marfu’, “Cintailah orang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta.” (HR Tirmidzi)
عَنْ خُذْيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْنَ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (روه الترمدى)
Hudzaifah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, “Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kami pun berbuat baik, dan jika manusia berbuat zhalim, kami pun berbuat zhalim; akan tetapi tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat kejahatan”. (HR. Turmudzi)
Imam An-Nawawi dan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab karangannya, Nashaihul Ibad Menjelaskan pada Maqalah ke-21 Bagian Kedua: Manusia Dalam Pandangan Allah, Dirinya Sendiri dan dalam Pandangan Orang Lain.
كُنْ عِنْدَ اللهِ خَيْرَ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّفْسِ شَرَّ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّاسِ رَجُلًا مِنَ النَّاسِ.
Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. sebagai berikut, "Jadilah engkau orang yang paling baik dalam pandangan Allah, dan jadilah engkau orang yang paling hina dalam pandanganmu sendiri, dan jadilah engkau orang biasa (yang sewajarnya) dalam pandangan orang lain."
Keterangan :
Kita harus memandang diri orang lain lebih baik daripada kita dan memandang diri kita lebih jelek daripada orang lain dalam hal iman, ilmu, dan amal.
Ada beberapa ciri yang menunjukkan sikap tawadhu;
1. Seseorang tidak suka atau tidak berambisi agar dirinya menjadi sosok terkenal dan penuh pujian. Popularitas tidak menjadi prioritas dalam tawadhu'.
Sebaliknya, dia akan ikhlas saat beramal semata-mata mencari ridho Allah dan bukan pengakuan dari manusia.
2. Selalu melihat orang lain lebih baik, dan merasa diri paling bersalah dan berdosa. Sehingga selalu husnuzhan kepada orang lain dan diri merasa kurang dalam beribadah dan beramal shalih.
3. Selalu menjunjung tinggi kebenaran dan menerimanya, tanpa memandang disampaikan oleh orang dengan status sosial yang lebih rendah.
Bagi orang yang tawadhu, kebenaran apa pun harus diterima. Hal ini sejalan dengan ucapan sahabat Ali bin Abi Thalib yang meyatakan, "Jangan melihat siapa yang mengatakan, lihatlah apa yang dikatakannya".
4. Mau bergaul dengan siapa pun termasuk fakir miskin, lalu mencintai mereka. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salam adalah teladan dalam mencintai kaum fakir dan miskin. Beliau tidak membedakan mereka dalam pergaulan.
5. Mudah dalam membantu orang lain yang memerlukan bantuan. Orang tawadhu tidak membeda-bedakan siapa yang akan dibantunya, baik sederajat atau tidak. Dia senantiasa meringankan beban orang lain yang membutuhkan. Wallahu a'lam
Demikian Asimun Mas'ud At-Tamanmini memyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar