Selasa, 12 Januari 2021

KAJIAN TENTANG TRADISI ATAU SUNNAH TABUR BUNGA DI MAKAM DAN MENYIRAM AIR MAWAR

Sudah menjadi pemandangan umum di tengah-tengah masyarakat kita, ketika mengubur jenazah, atau nyekar/ziarah ke makam disertai dengan penaburan bunga di atas kuburan tersebut, bahkan tidak jarang di atasnya ditanami tanaman bunga atau yang lain. Dan pemakaman di tanah Jawa kebanyakan tumbuh pohon pohon besar seperti pohon beringin dan lainnya yang menambah kesejukan area pemakaman. Ternyata banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji Al-Qur’an, Tahlil, Yasinan hingga menyirami pusara dengan air. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan dalam rubrik ubudiyah. 

Kajian kali ini akan menerangkan dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian.Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah pengharapan–tafa'ul–agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin. 

وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين 154)

"Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum." (Nihayatuz Zain hal. 154).

Dan ditegaskan juga dalam Nihayah al-Zain, hal. 163

وَيُنْدَبُ وَضْعُ الشَّيْءِ الرَّطْبِ كَالْجَرِيْدِ الْأَحْضَرِ وَالرَّيْحَانِ، لِأَنَّهُ يَسْتَغْفِرُ لِلْمَيِّتِ مَا دَامَ رَطْباً وَلَا يَجُوْزُ لِلْغَيْرِ أَخْذُهُ قَبْلَ يَبِسِهِ. (نهاية الزين 163)

"Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum-haruman di pusara kuburan itu dibenarkan termasuk pula menyiram air bunga di atas pusara, karena hal tersebut termasuk ajaran Nabi (sunnah) yang memberikan manfaat bagi si mayit." (Nihayah al-Zain, hal. 163).

Begitu pula yang termaktub dalam Hasyiyah al-Bajuri:​​​​​​​...

ويندب أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة...

"Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan rasulullah saw terhadap pusara anyaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian menurut Imam Subuki tidak mengapa kalau memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi."   

Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam​​​​​​​:​​​​​,

عَنْ جَعْفَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم رَشَّ عَلَى قَبْرِ ابْنِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَوَضَعَ عَلَيْهِ حَصْبَاءَ. رواه الشافعي (نيل الأوطار، ج ٤ ص ٨٤)

“Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyiram kuburan putera beliau Ibrahim dan beliau meletakkan kerikil di atas kuburan tersebut”. (HR. Imam Syafi’i Radhiyallahu 'anhu).” (lihat : Nail al-Authar, juz IV, hal 84)   

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari jalan Sulaiman bin Ahmad [Tsiqah] dari Muhammad bin Zuhair [Shoduq] dari Ahmad bin Abdah [Tsiqah] dari Abdul Aziz bin Muhammad [Shoduq] dari Hisyam bin Urwah [Tsiqah] dari Urwah bin Zubair [Tsiqah] dari Aisyah binti Abdullah [Tsiqah].

Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka ittba’ (mengikuti) sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. sebagaimana diterangkan dalam hadits,  

حَدثَناَ يَحْيَ : حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)

Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])   

Seorang sahabat juga berwasiat dengan hal sebagaimana yang pernah dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,

وَأَوْصَى بُرَيْدَةُ الأَسْلَمِىُّ أَنْ يُجْعَلَ فِى قَبْرِهِ جَرِيدَانِ (البخارى)

“Buraidah al-Aslami berwasiat agar di kuburnya diberi dua pelepah kurma” (HR. Al-Bukhari)

Al-Hafidz Ibnu Hajar As-Syafi'i (bermadzhab Syafii, mengatakan,

وَقَدْ وَصَلَهُ اِبْن سَعْد مِنْ طَرِيق مُوَرِّق الْعِجْلِيّ قَالَ ” أَوْصَى بُرَيْدَة أَنْ يُوضَع فِي قَبْره جَرِيدَتَانِ ، وَمَاتَ بِأَدْنَى خُرَاسَانَ “… وَكَأَنَّ بُرَيْدَةَ حَمَلَ الْحَدِيْثَ عَلَى عُمُوْمِه وَلَمْ يَرَهُ خَاصًّا بِذَيْنِكَ الرَّجُلَيْنِ (فتح الباري لابن حجر – ج 4 / ص 432)

Riwayat ini disambungkan oleh Ibnu Sa’d dari jalur Muwarriq al-Ijli, ia berkata: “Buraidah berwasiat agar di kuburnya diletakkan dua pelepah kurma. Ia wafat di dekat Khurasan”… Sepertinya Buraidah mengarahkan hadis diatas secara umum, tidak terkhusus bagi 2 orang laki-laki tersebut” (Fath al-Bari 4/432).

Pelepah Kurma yang basah itu di-qiyas-kan atau diganti dengan air dan bunga, dimana menurut ulama hal itu dibolehkan, karena di negeri Arab banyak pelepah kurma sedangkan di negeri yang tidak ada pelepah kurma maka hal ini boleh diqiyaskan bunga atau tumbuh-tumbuhan yang basah, seperti yang disampaikan oleh Imam al-Ramli berikut,

وَيُسْتَحَبُّ وَضْعُ الْجَرِيْدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ لِلِاتِّبَاعِ ، وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ مِنْ الْأَشْيَاءِ الرَّطْبَةِ (نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج – ج 8 / ص 374)

“Dianjurkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kubur, karena mengikuti Rasulullah. Begitu pula bunga yang harum dan lainnya, yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan yang basah” (Nihayah al-Muhtaj 8/374)

Syaikh Al-Khathib Asy-Syarbini dalam kitab Mughni Al-Muhtaj I/ 364

ويسن أيضا وضع الجريد الأخضر على القبر وكذا الريحان ونحوه من الشيء الرطب ولا يجوز للغير أخذه من على القبر قبل يبسه لأن صاحبه لم يعرض عنه إلا عند يبسه لزوال نفعه الذي كان فيه وقت رطوبته وهو الاستغفار ( و ) أن يوضع ( عند رأسه حجر أو خشبة ) أو نحو ذلك لأنه صلى الله عليه وسلم وضع عند رأس عثمان بن مظعون صخرة وقال أتعلم بها قبر أخي لأدفن إليه من مات من أهلي رواه أبو داود وعن الماوردي استحباب ذلك عند رجليه أيضا

“Disunnahkan menaruh pelepah kurma hijau (basah) di atas kuburan, begitu juga tumbuh-tumbuhan yang berbau harum dan semacamnya yang masih basah dan tidak boleh bagi orang lain mengambilnya dari atas kuburan sebelum masa keringnyakarena pemiliknya tidak akan berpaling darinya kecuali setelah kering sebab telah hilangnya fungsi penaruhan benda-benda tersebut dimana selagi benda tersebut masih basah maka akan terus memohonkan ampunan padanya. Dan hendaknya ditaruh batu, atau sepotong kayu atau yang semacamnya dekat kepala kuburan mayat karena Nabi Muhammad SAW meletakkan sebuah batu besar didekat kepala ‘Utsman Bin madz’un seraya berkata : “Aku tandai dengan batu kuburan saudaraku agar aku kuburkan siapa saja yang meninggal dari keluargaku” (HR. Abu Daud).

Menurut Imam mawardy kesunahan meletakkan tanda tersebut juga berlaku di dekat kedua kaki mayat.” (Mughni Al-Muhtaj juz I hal.364)

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin,   

يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ​​​​​​​

"Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar." (I’anah al-Thalibin, juz II, hal. 119)

ويندب أن يرش القبر بماء لانه (ص) فعله بقبر ولده إبراهيم والاولى أن يكون طهورا باردا، وخرج بالماء ماء الورد فالرش به مكروه لانه إضاعة مال

“Dianjurkan menyiram kubur dengan air karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya pada kuburan putranya, Ibrahim. Yang utama, air itu suci dan sejuk. Di luar kategori air adalah air mawar. Menyiram makam dengan air mawar terbilang makruh karena menghambur-hamburkan harta,” (Lihat As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 567-570). Wallahu a'lam

Demikiam Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar