Selasa, 17 November 2020

KAJIAN TENTANG PENGERTIAN SUJUD SYUKUR, SUJUD SAHWI, DAN SUJUD TILAWAH

Sujud termasuk dalam rukun shalat. Jika tidak sujud maka sudah pasti shalatnya tidak sah kecuali shalat jenazah yang tidak ada ruku' dan sujud. Namun tahukah kita bahwa ulama telah menjelaskan sujud itu bermacam-macam. Dan kita hanya boleh sujud kepada Allah SWT dan tak boleh sujud kepada manusia. 

Mengenai hukum sujud dalam shalat adalah wajib karena termasuk rukun namun ada juga sujud dalam shalat yang hukumnya sunnah dilakukan yaitu sujud tilawah dan sujud sahwi. Sementara di luar shalat ada sujud syukur. 

*Sujud Syukur*

Syukur secara bahasa arab mempunyai penjelasan berikut,

الثناء على المحسِن بما أَوْلاكَهُ من المعروف

“Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Lihat Ash Shahhah Fil Lughah karya Al Jauhari).

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, bersyukur diartikan sebagai sebuah berterima kasih.

Selain dari segi pengertian bahasa, istilah syukur dalam agama adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut,

الشكر ظهور أثر نعمة الله على لسان عبده: ثناء واعترافا، وعلى قلبه شهودا ومحبة، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة

“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244).

Syaikh Abdurrahman Al Jazairi dalam Fikih Empat Madzhab menjelaskan, sujud syukur adalah melakukan sujud sebanyak satu kali ketika seseorang baru saja mendapat kenikmatan atau terlepas dari satu kesengsaraan. Bedanya dengan sujud tilawah atau sujud sahwi, sujud ini hanya boleh dilakukan di luar sholat, tidak boleh dilakukan di dalam sholat.

Menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili, sujud syukur adalah sujud yang dilakukan ketika mendapatkan kenikmatan atau terselamatkan dari bencana.

Sujud syukur hukumnya sunah, sebagaimana hadits berikut ini.

عَنْ اَبِى بَكُرَةَ اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا اَتَاهُ اَمْرٌ يَسُرُّهُ اَوْبُشْرَى بِهِ خَرَّسَاجِدًا شُكْرًا ِللهِ (رواه ابوداود والترمذى)

Dari Abu Bakrah : “Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila datang kepadanya sesuatu yang menggembirakan atau kabar suka, beliau langsung sujud untuk berterima kasih kepada Allah Ta'ala.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Dalam riwayat lain dijelaskan,

عَنْ اَبِى بَكُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا جَاءَهُ خَبَرٌ يَسُرُّهُ خَرَّسَاجِدًا ِللهِ (رواه الخمسه الا النسائ)

Dari Abu Bakrah : “Bahwa sesungguhnya apabila datang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang baik yang menggembirakan, beliau langsung sujud karena berterima kasih kepada Allah SWT.” (HR. Lima kecuali An Nasa'i).

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

“dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7).

Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan, 

ذهب جمهور العلماء إلى استحباب سجدةالشكر لمن تجددت له نعمة تسره أو صرفت عنه نقمة.

"Mayoritas ulama mengatakan disunnahkannya sujud syukur bagi siapa yang mendapatkan nikmat yang membahagiakannya atau karena hilangnya musibah darinya." (Fiqhus Sunnah, 1/224)

 مذهب الشافعية والحنابلة في حكم سجود الشكر عند وجود سببه أنه سنة، لما ورد من الأحاديث الدالة على أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يفعله. وقد أفاد الزرقاني – على القول بمشروعيته عند المالكية – أنه على هذا القول غير مطلوب، أي ليس مستحبا، ولكنه جائز فقط. 

ومشهور مذهب المالكية أن سجود الشكر مكروه، وهو نص مالك، والظاهر أنها عنده كراهة تحريم. ومذهب أبي حنيفة الكراهة، إلا أنهم صرحوا بما يدل على أنها كراهة تنزيه، فعبارة الفتاوى الهندية: سجدة الشكر لا عبرة بها، وهي مكروهة عند أبي حنيفة لا يثاب عليها، وتركها أولى. 

"Menurut madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah [Hambaliyyah] tentang hukum sujud syukur di saat ada sebabnya adalah Sunnah. Berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ melakukannya. Sementara, Az Zarqaniy menjelaskan maksud perkataan Malikiyyah yang mengatakan bahwa sujud syukur itu disyariatkan, bahwa maknanya adalah ghairu mathlub [tidak diperintah], yaitu tidak sunnah, tetapi boleh saja. 

Sedangkan yang terkenal dalam madzhab Malikiyyah adalah sujud syukur itu makruh, dan itulah perkataan Imam Malik, dan yang benar menurutnya adalah makruh tahrim [makruh mendekati haram]. Adapun madzhabnya Imam Abu Hanifah hal itu makruh, penjelasan mereka menunjukkan bahwa itu makruh tanzih. Referensi dalam Al Fatawa Al Hindiyah: “Sujud syukur itu tidak ada, itu makruh menurut Abu Hanifah dan tidak diberikan pahala, dan meninggalkannya lebih utama.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/247)

Adapun bacaan dalam sujud syukur ada beberapa pilihan diantaranya,

*Bacaan Sujud Syukur 1*

Dengan membaca bacaan tasbih, tahmid, dan tahlil ketika sujud syukur

سُبْحَانَ اللّهِ والْحَمْدُللّهِ وَ لا اِلهَ اِلَّا اللّهُ وَ اللّهُ اَكْبَرُلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بالله العلي العظيم

“Subhaanallohi walhamdulillaahi walaa ilaaha illalloohu walloohuakbar, walaa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim.”

“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Agung“.

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله، وَاللهُ أَكْبَرُ

“Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi, wa laa ilaaha illallaah, wallahu akbar”

“Maha Suci Allah. Segala puji kepunyaan Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar.”

*Bacaan Sujud Syukur 2*

Membaca bacaan doa atau dzikir syukur. Bacaan doa berikut merupakan bacaan atau dzikir syukur yang bisa dilakukan pula ketika sujud tilawah.

سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَا رَكَ اللهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ

“Sajada wajhiya lilladzii kholaqohu washowwarohu wasyaqo sam’ahu wa bashorohu bihaulili wa quwwatihi fatabaa ro kallaahu ahsanul khooliqiin”

“Aku sujudkan wajahku kepada yang menciptakannya, membentuk rupanya, dan membuka pendengaran serta penglihatan. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta.”

*Bacaan Sujud Syukur 3*

Membaca bacaan doa sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur'an surah An-Naml ayat 19

رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ اَنۡ اَشۡکُرَ نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰىہُ وَ اَدۡخِلۡنِیۡ بِرَحۡمَتِکَ فِیۡ عِبَادِکَ الصّٰلِحِیۡنَ

“Robbi au zi’nii an asykur ni’matakallatii an ‘amta ‘alayya wa ‘alaa waa lidayya wa an a’mal shoolihan tardhoohu wa adkhilnii birohmatika gii ‘ibaadikasshoolihiin”

“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.” (QS. An-Naml ayat 19).

*Bacaan Sujud Syukur 4*

Membaca bacaan doa sesuai hadist Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, 

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Allahumma a ‘innii ‘alayya dzikrika wasyukrika wa husni ‘ibaadatik”

“Ya Allah, bantulah aku dalam selalu berdzikir atau mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan memperbagus ibadah kepada-Mu.” (HR.Musim).

Dalam beberapa doa tersebut, kita meminta kepada Allah agar diberi pertolongan untuk mensyukuri nikmat-Nya, yakni rasa syukur yang dapat menarik atau mendatangkan keridhaan serta nikmat-nikmat-Nya.

Mengenai tata cara sujud syukur Imam Syafi’i menjelaskan, “Sujud syukur tidak seperti shalat, cukup dilakukan kapan saja, tidak harus suci, dan tidak perlu mengucapkan takbir dan salam. Boleh juga melakukan sujud syukur di atas kendaraan dengan isyarat ketika mendapatkan kegembiraan”.

Imam Asy Syaukaniy Rahimahullah mengatakan, 

وليس في أحاديث الباب ما يدل على اشتراط الوضوء وطهارة الثياب والمكان لسجود الشكر.

"Dalam hadits tidak ada pembahasan yang menunjukkan syarat mesti wudhu, suci, pakaian, dan tempat, untuk sujud syukur." (Nailul Authar, 3/127)

*Sujud Sahwi*

Sujud sahwi merupakan salah satu ibadah sunnah yang diterapkan ketika seorang mukmin melakukan shalat ada yang tertinggal.

Secara bahasa, sahwi (السهو) artinya lupa atau lalai. Kalimat as sahwu fi syai’in (السهو في شيئ) mempunyai arti meninggalkan sesuatu dengan tanpa disengaja atau tidak tahu. Sedangkan kalimat as sahwu ‘an syai’in (السهو عن شيئ) mempunyai makna meninggalkan sesuatu dengan sengaja.

Berdasarkan penjelasan istilah, sujud sahwi (سجود السهو) merupakan sujud dengan tujuan untuk menambal kekurangan yang dilakukan waktu shalat tanpa harus mengulangi shalat. Perkara dilakukannya dikarenakan lupa, tidak tahu jumlah rakaat dan ragu-ragu, meninggalkan atau menambahkan sesuatu dalam shalat. Sujud sahwi hukumnya sunah, sebagaimana hadits berikut ini.

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ, قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا شَكَّ أََحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا, فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَااسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ (رواه أحمد ومسلم)

Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu ragu dalam shalat, ia sudah mengerjakan tiga atau empat, maka hendaklah dihilangkan keraguan itu dan diteruskan shalatnya menurut yang diyakini, kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam” (HR. Ahmad dan Muslim).

Adapun secara umum sebab-sebab melakukan sujud sahwi adalah :

a. Ketinggalan/kelupaan baca tasyahud awal atau ketinggalan/kelupaan baca qunut..

b. Kelebihan rakaat, rukuk atau sujudnya karena lupa.

c. Ragu tentang bilangan rakaat yang telah dilakukannya.

Sujud sahwi dilakukan pada saat duduk terakhir setelah tahiyat sebelum salam dan dilakukan dua kali sujud (bukan satu kali sujud sebagaimana yang sebagian orang lakukan). Adapun bacaannya adalah,

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huu

“Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa”

Atau dengan membaca,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

Subhaanaka alloohumma robbanaa wa bihamdika alloohummaghfirlii

“Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami dan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku”

Adapun secara fikih sebab-sebab melakukan sujud sahwi adalah,

وأسبابه خمسة ، أحدها ترك بعض .ثانيها : سهو ما يبطل عمده فقط . ثالثها : نقل قولي غير مبطل . رابعها : الشك في ترك بعض معين هل فعله أم لا ؟ خامسها : إيقاع الفعل مع التردد في زيادته 

“Sebab kesunnahan melakukan sujud sahwi ada lima. Yaitu meninggalkan sunnah ab’ad, lupa melakukan sesuatu yang akan batal jika dilakukan dengan sengaja, memindah rukun qauli (ucapan) yang tidak sampai membatalkan, ragu dalam meninggalkan sunnah ab’ad, apakah telah melakukan atau belum dan yang terakhir  melakukan suatu perbuatan dengan adanya kemungkinan hal tersebut tergolong tambahan” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami, juz 4, hal. 495)

Dalam referensi kitab-kitab Syafi’iyah banyak sekali yang menjelaskan bahwa sujud sahwi hanya sebatas kesunnahan, misalnya seperti yang terdapat dalam kitab Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj,

سجود السهو سنة) مؤكدة ولو في نافلة ما عدا صلاة الجنازة وهو دافع لنقص الصلاة 

“Sujud Sahwi tergolong sunnah muakkad, meskipun pada shalat sunnah, selain pada shalat jenazah. Sujud sahwi ini berfungsi mencegah kekurangan dalam shalat” (Syekh Abu Abdurrahman Rajab Nuri, Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz 1, hal. 129)

Bahkan Imam Asy-Syafi’i dalam qaul qadim yang tercantum dalam karya monumentalnya, al-Um, menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan sujud sahwi dalam shalat maka tidak wajib mengulang kembali shalatnya, sehingga shalat yang ia lakukan tetap dihukumi sah dan menggugurkan kewajibannya. Sebagaimana beliau jelaskan dalam referensi berikut,

ولا أرى بينا أن واجبا على أحد ترك سجود السهو أن يعود للصلاة 

“Aku tidak berpandangan bahwa wajib bagi orang yang meninggalkan sujud sahwi untuk mengulangi shalatnya” (Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, al-Um, juz 1, hal. 214)

Berbeda halnya ketika meninggalkan sujud sahwi diarahkan pada konteks shalat jamaah. Misalnya seperti ketika imam melaksanakan sujud sahwi, namun makmum tidak mengikuti imam dengan tidak melaksanakan sujud sahwi bersamaan dengan imamnya, maka dalam keadaan demikian shalatnya menjadi batal ketika hal tersebut dilakukan dengan sengaja. Sebab dalam permasalahan ini, batal shalatnya makmum bukan hanya karena ia tidak melakukan sujud sahwi, tapi lebih karena faktor ia tidak mengikuti (mutaba’ah) imam yang merupakan salah satu kewajiban dalam shalat jama’ah. Ketentuan ini sperti yang dijelaskan dalam kitab Kasyifah as-Saja,

فإن سجد إمامه تابعه وجوباً وإن لم يعرف أنه سها حتى لو اقتصر على سجدة واحدة سجد المأموم أخرى، فإن ترك متابعته عمداً بطلت صلاته ثم يعيد السجود مسبوق آخر صلاته لأنه محل سجود السهو، وإن لم يسجد الإمام وسلم المأموم آخر صلاته جبراً لخلل صلاته بسهو إمامه 

"Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak melaksanakan sujud sahwi bukan merupakan hal yang berpengaruh dalam keabsahan shalat, kecuali ketika hal tersebut terjadi pada shalat jamaah, saat imam melaksanakan sujud sahwi, namun orang yang menjadi makmum tidak mengikutinya. Maka dalam keadaan tersebut shalatnya menjadi batal." (Syekh Muhammad an-Nawawi al-Bantani, Kasyifah as-Saja fi Syarh as-Safinah an-Naja, juz 1, hal. 83)

*Sujud Tilawah*

Sujud tilawah artinya sujud bacaan, yakni sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah. Apabila seorang imam membaca ayat-ayat sajdah kemudian ia melakukan sujud tilawah, maka makmumnya harus mengikuti sujud, tetapi jika imam tidak melakukan sujud maka makmum tidak boleh sujud. Hukum melaksanakan sujud tilawah adalah sunnah baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ, قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ إِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى يَقُوْلُ : يَاوَيْلَتَا أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُوْدِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُوْدِ فَعَصَيْتُ فَلِيَ النَّارُ (رواه أحمد ومسلم)

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila anak Adam membaca ayat sajdah kemudian sujud menghindarlah syetan dan ia menangis seraya berkata, celakalah aku, anak Adam diperintah untuk sujud lantas ia sujud maka baginya surga dan saya diperintah untuk sujud juga tetapi saya tidak mau maka bagi saya neraka” (HR. Ahmad dan Muslim).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَلَ, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ عَلَيْنَاالْقُرْآنَ فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا مَعَهُ (رواه الترمذى)

Dari Ibnu Umar berkata, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca Al-Qur’an di depan kami ketika bacaannya sampai pada ayat sajdah beliau bertakbir lalu sujud, maka kami pun sujud bersama-sama dengannya” (HR. At Tirmidzi).

عَنْ عَمْرِ ابْنِ عَاصٍ قَالَ, أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَهُ خَمْسَةَ عَشَرَ سَجْدَةً فِى الْقُرْآنِ, مِنْهَا ثَلاَثٌ فِى الْمُفَصَّلِ وَفِى الْحَجِّ سَجْدَتَانِ (رواه ابوداود وابن ماجه)

Dari Amr bin Ash, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca lima belas ayat tilawah di dalam Al-Qur’an, di antaranya ada tiga belas ayat dalam surat mufashal dan dua ayat dalam surat Al-Hajj” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Adapun ayat-ayat sajdah yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

1. Surat Al A’raf ayat 206, 

إِنَّ ٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَيُسَبِّحُونَهُۥ وَلَهُۥ يَسْجُدُونَ ۩

2. Surat Ar Ra’du ayat 15,

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَٰلُهُم بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ ۩

3. Surat Al Isra’ ayat 107, 

قُلْ ءَامِنُوا۟ بِهِۦٓ أَوْ لَا تُؤْمِنُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ مِن قَبْلِهِۦٓ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا ۩

4. Surat An Nahl ayat 49, 

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ مِن دَآبَّةٍ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩

5. Surat Maryam ayat 58, 

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْرَٰٓءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَٱجْتَبَيْنَآ ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُ ٱلرَّحْمَٰنِ خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩

6. Surat Al Hajj ayat 18, 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسْجُدُ لَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلْجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ ٱلنَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ ٱلْعَذَابُ ۗ وَمَن يُهِنِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِن مُّكْرِمٍ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ ۩

7. Surat Al Hajj ayat 77, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱفْعَلُوا۟ ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩

8. Surat Al Furqan ayat 60,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱسْجُدُوا۟ لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا۟ وَمَا ٱلرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا ۩

9. Surat An Naml ayat 26,

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ ۩

10. Surat As Sajdah ayat 15,

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِـَٔايَٰتِنَا ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا۟ بِهَا خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَسَبَّحُوا۟ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩

11. Surat Shaad ayat 24,

قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِۦ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْخُلَطَآءِ لَيَبْغِى بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ ۗ وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسْتَغْفَرَ رَبَّهُۥ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ ۩

12. Surat Fushilaat ayat 38,

فَإِنِ ٱسْتَكْبَرُوا۟ فَٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُۥ بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْـَٔمُونَ ۩

13. Surat An Najm ayat 62,

فَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ وَٱعْبُدُوا۟ ۩

14. Surat Al Insyiqaq ayat 21,

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ ٱلْقُرْءَانُ لَا يَسْجُدُونَ ۩

15. Surat Al ’Alaq ayat 19.

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩

Oleh karena itu ketika seseorang sedang shalat dan membaca salah satu dari 15 ayat diatas maka disunnahkan sujud tilawah sebelum melanjutkan ayat berikutnya. 

Tata cara sujud tilawah diluar shalat ketika seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah dan ia berkehendak untuk melakukan sujud tilawah maka yang mesti ia lakukan adalah memastikan dirinya tidak berhadats dan tidak bernajis dengan cara berwudlu dan mensucikan najis yang ada. Setelah itu menghadapkan diri ke arah kiblat untuk kemudian bertakbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan. Setelah berhenti sejenak lalu bertakbir lagi untuk turun bersujud tanpa mengangkat kedua tangan. Setelah sujud satu kali lalu bangun untuk kemudian duduk sejenak tanpa membaca tahiyat dan mengakhirinya dengan membaca salam.

Apakah harus berdiri sebelum melakukan sujud tilawah? Para ulama Syafi’iyah berbeda pendapat dalam hal ini. Syekh Abu Muhammad, Qadli Husain dan lainnya lebih menyukai sujud tilawah dilakukan dengan cara dimulai dari berdiri dan berniat lebih dahulu. Namun pendapat ini diingkari oleh Imam Haramain dengan mengatakan, “Saya tidak melihat untuk masalah ini adanya penuturan dan dasar.” Apa yang menjadi pendapat Imam Haromain ini dipandang oleh Imam Nawawi sebagai pendapat yang lebih benar dan karenanya yang dipilih adalah tidak berdiri untuk sujud tilawah (lihat Yahya bin Syaraf Al-Nawawi, Raudlatut Thâlibîn wa ‘Umdatul Muftîn, (Beirut: Al-Maktab Al-Islamy, 1991), jil. I, hal. 321 – 322).

Adapun bacaan yang sunah dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana disebutkan Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thâlibîn adalah, 

سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ 

Sajada wajhiya lil ladzî khalaqahû wa shawwarahû wa syaqqa sam’ahû wa basharahû bi haulihî wa quwwatihî.

“Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya, yang membentuknya, dan yang memberi pendengaran dan penglihatan, Maha berkah Allah sebaik-baiknya pencipta”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Hakim, Tirmidzi dan nasa’i)

Juga disunahkan membaca do’a,

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاقْبَلْهَا مِنِّي، كَمَا قَبِلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ  

“Allâhummaktub lî bihâ ‘indaka ajraa, waj’alhâ lî ‘indaka dzukhran, wa dla’ ‘annî bihâ wizran, waqbalhâ minnî kamâ qabiltahâ min ‘abdika dâwuda ‘alaihis salâm.” 

Namun demikian menurut Imam Nawawi bila yang dibaca adalah do’a yang biasa dibaca saat sujud di waktu shalat maka diperbolehkan. Wallahu a’lam.

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar