Senin, 08 Juni 2020

TANYA JAWAB MENERIMA TAMU


*Pertanyaan:*

Assalamu'alaikum tanya tadz, bagaimana sikap istri kalau ada tamu pria ke rumah sedangkan suami lagi tidak ada?

HP : +6288290736xxx

*Jawaban:*

Wa'alaikumussalam wr.wb.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Tidak ada larangan bagi istri untuk menerima tamu laki-laki saat suaminya tidak di rumah selama tidak terjadi khalwat atau fitnah di dalamnya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah pergi bersama Abu Bakar dan Umar mengunjungi kebun Abu Haitsam, namun mereka tidak mendapatinya dan kedatangan mereka justru disambut oleh istri Abu Haitsam.

Dalam jalur riwayat lain dikisahkan bahwa Rasulullah keluar bersama Abu Bakar dan Umar lantaran lapar, kemudian mereka mendatangi salah satu sahabat anshar namun ia tidak ada di rumah karena sedang mengambil air untuk keluarganya. Dan akhirnya kedatangan mereka disambut oleh istrinya sampai suaminya datang. [Imam An-Nawâwi, Shahih Al-Bukari, hadits 2642]

Imam An-Nawawi menjelaskan, bahwa hadits ini mengajarkan bagaimana cara memuliakan tamu. Dengan menyambut dan mengucapkan, “Selamat datang,” menampakkan kebahagiaan dengan kedatangannya serta memperlakukan mereka sebagai bagian dari keluarga sendiri. Riwayat di atas juga menjelaskan bolehnya mendengar suara wanita asing serta mengulangi percakapan dengannya karena sebuah kebutuhan dan seorang istri boleh memberi izin kepada laki-laki asing masuk ke rumah suaminya asalkan laki-laki asing tersebut sudah dipastikan tidak berkhalwat atau terjadi fitnah.

Selain itu, setidaknya ada orang ketiga bersama tamu laki-laki tersebut atau bersama sang istri untuk menghilangkan fitnah khalwat. Baik orang ketiga itu laki-laki atau perempuan, dan disyaratkan ia sudah baligh dan berakal. Beliau juga menjelaskan bahwa laki-laki asing yang berduaan dengan perempuan asing tanpa ada orang ketiga maka para ulama telah bermufakat atas keharamannya. Begitu juga bila yang bersamanya adalah orang yang belum memiliki rasa malu, yaitu anak-anak, maka keberadaannya tidak dianggap. [Ibnu Hajar, Fathul Bâri, syarah hadits 2642]

Sesungguhnya rumah keluarga adalah rumah kemuliaan dan kehormatan. Allah perintahkan kedua suami istri saling menjaganya. Terutama istri, yang secara khusus Allah perintahkan agar menjaga amanah di rumah suaminya. Karena istri adalah rabbatul bait (ratu di rumah suaminya), yang bertugas menjaga rumah suaminya.

Diantara ciri wanita shalihah, Allah sebutkan dalam al-Quran,

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

"Sebab itu wanita yang salehah, adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka." (QS. An-Nisa' : 34).

Dan upaya wanita menjaga kehormatan dirinya, harta suaminya, dan rumahnya, merupakan hak suami yang menjadi kewajiban istri.

Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, dalam haji wada’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pesan dalam khutbahnya,

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّكُم أَخَذتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ، وَاستَحلَلتُم فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ، وَلَكُم عَلَيهِنَّ أَلَّا يُوطِئنَ فُرُشَكُم أَحَدًا تَكرَهُونَهُ، فَإِن فَعَلنَ ذَلك فَاضرِبُوهُنَّ ضَربًا غَيرَ مُبَرِّحٍ، وَلَهُنَّ عَلَيكُم رِزقُهُنَّ وَكِسوَتُهُنَّ بِالمَعرُوفِ

Bertaqwalah kepada Allah terkait hak istri-istri kalian. Kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah, dan kalian halal berhubungan dengan mereka karena Allah halalkan melalui akad. Hak kalian yang menjadi kewajiban mereka, mereka tidak boleh memasukkan lelaki di rumah. Jika mereka melanggarnya, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Sementara mereka punya hak disediakan makanan dan pakaian dengan cara yang wajar, yang menjadi kewajiban kalian. (HR. Muslim 1218).

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah,

من حقّ الزّوج على زوجته ألاّ تأذن في بيته لأحد إلاّ بإذنه ، لما ورد عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أنّ رسول اللّه صلى الله عليه وسلم قال : ( لَا يَحِلُّ لِلْمَرأَةِ أَن تَصُومَ وَزَوجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذنِهِ ، وَلَاْ تَأْذَن فِي بَيتِهِ إِلاّ بِإِذنِهِ ) رواه البخاري ( 4899 ) ومسلم ( 1026 ) .

Hak suami yang menjadi kewajiban istrinya, dia tidak boleh mengizinkan seorangpun masuk rumah, kecuali dengan izin suaminya. Berdasarkan hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi wanita untuk puasa sunah, sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin suaminya. Dan istri tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari 4899 & Muslim 1026).

ونقل ابن حجر عن النّوويّ قوله : “في هذا الحديث إشارة إلى أنّه لا يُفتات على الزّوج بالإذن في بيته إلاّ بإذنه ، وهو محمول على ما لا تعلم رضا الزّوج به ، أمّا لو علمت رضا الزّوج بذلك فلا حرج عليها

Ibnu Hajar menukil keterangan dari an-Nawawi mengenai hadits ini, Bahwa dalam hadits ini terdapat isyarat, bahwa istri tidak boleh memutuskan sendiri dalam memberi izin masuk rumah, kecuali dengan izin suami. Dan ini dipahami untuk kasus yang dia tidak tahu apakah suami ridha ataukah tidak. Namun jika dia yakin suami ridha dengan keputusannya, tidak menjadi masalah baginya. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 30/125).

Sebagai contoh, tamu yang tidak perlu izin dari suami, tamu dari kerabat suami atau kerabat istri. Mereka bisa dipersilahkan masuk, selama masih mahram dengan istri.

Ketika datang tamu asing, bukan keluarga suami maupun istri, sementara suami tidak ada di rumah, istri tidak boleh mengizinkan masuk tamu itu.

Jika tamu menyampaikan salam, istri cukup menjawab salamnya dengan pelan dari dalam tanpa membukakan pintu.

Jika tamu menyadari ada penghuni di dalam, dan dia minta izin masuk, cukup sampaikan bahwa suami tidak di rumah dan tidak boleh diizinkan masuk. Wallahu a'lam

Demikian jawaban Asimun Ibnu Mas'ud semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar