Rabu, 17 Juni 2020

KAJIAN DAN TANYA JAWAB TENTANG MEMINTA IZIN SUAMI BAGI SEORANG WANITA KARIR


Dalam bingkai rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin, berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya baik dalam urusan agama atau dunianya, menafkahi mereka dengan memenuhi kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya.

Tanggungjawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya. Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya, termasuk hak kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi tanggungjawab terpenting seorang istri.

Dalam beberapa kasus sering terjadi kesalahpahaman terkait masalah meminta izin suami bagi seorang wanita karir, apakah setiap kali harus meminta izin ataukah cukup sekali saja disaat seorang suami memberikan izin untuk istrinya berkarir dan bekerja di luar rumah sebagaimana pertanyaan berikut.

*Pertanyaan:*

Assalamu'alaikum Pak Ustadz saya mau bertanya, apakah istri wajib izin sama suami jika hendak beraktifitas bekerja sementara suami mengizinkan saya bekerja dan apakah seorang istri juga harus izin suami jika keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan? Trim’s

*Jawab:*

Wa'alaikumussalam wr.wb.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Allah perintahkan agar para wanita lebih banyak tinggal di dalam rumah. Karena rumah adalah hijab yang paling syar’i baginnya. Allah berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

"Tetaplah tinggal di rumah kalian, dan jangan melakukan tabarruj seperti tabarruj jahiliyah yang dulu." (QS. al-Ahzab: 33)

Allah gandengkan perintah untuk banyak tinggal di rumah dengan larangan melakukan tabarruj. Karena umumnya, wanita akan lebih rentan melakukan tabarruj jika dia sudah sering keluar rumah.

Karena itu, para wanita diperintah untuk banyak tinggal di dalam rumah. Dan ketika hendak keluar rumah, mereka harus meminta izin kepada suaminya.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan dalam tafsirnya, “Allah subhanahu wa ta’ala berfirman وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ yakni tetaplah kalian berdiam dalam rumah kalian, jangan kalian keluar tanpa ada kebutuhan.” (Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 6/245)

Walaupun pembicaraan dalam ayat di atas ditujukan kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun juga mengena pada wanita-wanita mukminah lainnya, sebagaimana kata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat 32—34 dari surah al-Ahzab, “Ini merupakan adab yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan ke pada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan wanita-wanita umat ini mengikuti mereka dalam adab tersebut.”

Dengan demikian, hukum asalnya wanita itu berdiam di dalam rumah. Ia baru diperkenankan keluar bila ada kebutuhan atau memang suami mengizinkan istrinya untuk bekerja di luar rumah. Ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha:

خَرَجَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ –بَعْدَ مَا ضُرِبَ الْحِجَابُ– وَكَانَتِ امْرَأَةٌ جَسِيْمَةٌ لاَ تَخْفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا، فَرَآهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا سَوْدَةُ، أَمَا وَاللهِ، مَا تَخْفِيْنَ عَلَيْنَا، فَانْظُرِيْ كَيْفَ تَخْرُجِيْنَ. قَالَ: فَانْكَفَأَتْ رَاجِعَةً، وَرَسُوْلُ اللهِ فِي بَيْتِي وَإِنَّهُ لَتَعَشَّى وَفِي يَدِهِ عَرْقٌ. فَدَخَلَتْ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّي خَرَجْتُ لِبَعْضِ حَاجَتِي، فَقَالَ لِي عُمَرُ كَذَا وَكَذَا. قَاَلتْ: فَأَوْحىَ اللهُ إِلَيْهِ ثُمَّ رُفِعَ عَنْهُ وَإِنَّ الْعَرْقَ فِي يَدِهِ مَا وَضَعَهُ. فَقَالَ: إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ.

Saudah bintu Zam’ah keluar rumah (pada suatu malam) guna menunaikan hajatnya—setelah diturunkannya perintah hijab—. Dia seorang wanita yang berpostur tinggi besar, tidak samar bagi orang yang mengenalinya.

Ketika itu, ‘Umar ibnul Khaththab melihatnya. Ia (‘Umar) pun berkata, “Wahai Saudah, ketahuilah, demi Allah! Engkau tidak tersembunyi bagi kami (kami dapat mengenalimu), lihatlah bagaimana dengan keluarmu dari rumah.”

Saudah pun kembali pulang. Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di rumahku. Beliau tengah makan malam. Tangan beliau memegang tulang (yang telah dimakan dagingnya). Masuklah Saudah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi keluar untuk memenuhi sebagian hajatku maka Umar berkata kepadaku ini dan itu.”

Saat itu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian selesai dalam keadaan tulang masih di tangan beliau dan belum diletakkan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telah diizinkan bagi kalian untuk keluar rumah guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan kalian.” (HR. al-Bukhari no. 4795 dan Muslim)

Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan, “Pemahaman hadits ini adalah diperbolehkan bagi wanita untuk melakukan tindakan terkait kepentingan mereka yang mereka memiliki hajat di dalamnya.” (Fathul Bari, 1/328)

Hadits ini juga menunjukkan diizinkannya para wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Pengizinan ini dalam rangka menghindarkan kesempitan/kesulitan dan menghilangkan keberatan. (Fathul Bari, 8/674)

Walaupun wanita diizinkan keluar rumah saat bekerja atau saat ada kebutuhan, namun ia tidak boleh seenaknya keluar, karena keluarnya dirinya bisa menjadi sebab fitnah. Oleh karena itu, ia harus memperhatikan adab-adab syar’i bagi wanita ketika keluar rumah seperti berhijab, tidak memakai wangi-wangian, menjaga rasa malu, dan segera kembali setelah hajat tertunaikan. Apabila ia punya wali, ia harus meminta izin kepada walinya, misalnya anak perempuan meminta izin kepada ayahnya. Adapun seorang istri, ia harus meminta izin kepada suaminya dan ini termasuk salah satu hak suami yang harus dipenuhi istrinya.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ

"Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk berangkat ke masjid malam hari, maka izinkanlah…" (HR. Ahmad 5211, Bukhari 865, dan Muslim 1019)

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan catatan untuk hadis ini,

قال النووي واستدل به على أن المرأة لا تخرج من بيت زوجها إلا بإذنه

"An-Nawawi mengatakan, hadits ini dijadikan dalil bahwa wanita tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya." (Fathu Bari, 2/347).

Ketika Aisyah sakit dan ingin ke rumah bapaknya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau minta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَتَأْذَنُ لِى أَنْ آتِىَ أَبَوَىَّ

“Apakah anda mengizinkan aku untuk datang ke rumah bapakku?” (HR. Bukhari 4141 & Muslim 7169)

Kecuali dalam kondisi terpaksa, yang mengharuskan wanita keluar rumah, tanpa harus meminta izin suami karena kesulitan jika harus meminta izin kepadanya.

Musthafa ar-Ruhaibani mengatakan,

ويحرم خروج الزوجة بلا إذن الزوج أو بلا ضرورة ، كإتيانٍ بنحو مأكل ; لعدم من يأتيها به

"Seorag istri diharamkan untuk keluar tanpa izin suami, kecuali karena alasan darurat. Seperti membeli makanan, karena tidak ada yang mengantarkan makanan kepadanya." (Mathalib Ulin Nuha, 5/271)

Dan izin tidak harus dilakukan berulang. Istri bisa minta izi umum untuk akvitas tertentu, misalnya semua aktivitas antar jemput anak, atau ke warung terdekat atau pergi ke tempat kajian muslimah, atau semacamnnya. Dengan ini, istri tidak perlu mengulang izin untuk melakukan aktivitas yang sudah mendapat izin umum dari suami.

Semua ketentuan yang telah Allah tetapkan di atas sama sekali bukan bertujuan membatasi ruang gerak para wanita, merendahkan harkat dan martabatnya, sebagaimana yang didengungkan oleh orang-orang kafir tentang ajaran Islam. Semua itu adalah syariat Allah yang sarat dengan hikmah. Dan hikmah dari melaksanakan dengan tulus semua ketetapan Allah di atas adalah berlangsungnya bahtera rumah tangga yang harmonis dan penuh dengan kenyamanan. Ketaatan pada suami pun dibatasi dalam perkara yang baik saja dan sesuai dengan kemampuan. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kepada kita semua keluarga yang barakah. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud memberi jawaban semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar