Selasa, 12 November 2019
KAJIAN TENTANG HIKMAH TABARRUK (MENGHARAP BAROKAH), BERSEDEKAH DAN KESEMBUHAN PENYAKIT
Para santri biasanya rela mengantri bersalaman tangan kiai dengan menciumnya. Hal itu dilakukan untuk ngalap berkah (mengharap barokah) atau tabarukan yang dianggap sebagian orang tidak ada dalilnya, bahkan haram.
Istilah tabarukan atau ngalap barakah menjadi tradisi umat Islam di Indonesia khususnya kaum pesantren. Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz youtube mengatakan bahwa tabarukan atau ngalap barakah dengan mencium tangan dan berebut air minum guru, kiai, atau ulama adalah tindakan yang tidak ada dasarnya di dalam agama, sehingga haram dilakukan. Benarkah demikian?
Al-Qur'an membenarkan tabaruk dengan peninggalan para Nabi selain Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dalam ayat.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَ آلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلاَئِكَةُ… (البقرة : 248)
“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka: “Sungguh tanda Thalut akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdepat keterangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa Malaikat…” (QS. Al-Baqarah: 248)
Para Sahabat dan Tabi’in menjelaskan maksud “Sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Keluarga Harun” diantaranya riwayat Ibn Abbas,
عَصَاهُ وَرَضَاضُ الْأَلْوَاحِ
“Maksudnya tongkat musa dan pecahan papan yang bertuliskan Taurat.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/667).
Kita mulai dari makna Tabarruk, dari kata barakah, yang berarti bertambah kebaikan (زيادة الخير). Sementara tabaruk adalah mencari berkah dengan hal-hal baik dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada beberapa riwayat baik dari Al-Qur'an maupun Hadits yang bisa menjadi dalil bolehnya tabaruk atau ngalap berkah ini, di antaranya :
*Bertabarruk dengan Peninggalan Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam*
Secara khusus Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya mencantumkan bab tentang mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
بَابُ مَا ذُكِرَ مِنْ دِرْعِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَعَصَاهُ وَسَيْفِهِ وَقَدَحِهِ وَخَاتَمِهِ وَمَا اسْتَعْمَلَ الخُلَفَاءُ بَعْدَهُ مِنْ ذُلِكَ مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ قِسْمَتُهُ وَمِنْ شَعْرِهِ وَنَعْلِهِ وَآنِيَتِهِ مِمَّا يَتَبَرَّكُ أَصْحَابُهُ وَغَيْرُهُمْ بَعْدَ وَفَاتِهِ
“Bab yang menyebutkan baju perang, tongkat, pedang, bejana, dan cincin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan barang-barang yang digunakan para Khalifah setelah wafatnya Nabi dari peninggalannya yang tidak dibagikan, rambut, sandal, dan wadah miliknya, dari barang-barang yang dicari berkahnya oleh para sahabat dan selainnya setelah beliau wafat.” (HR. Imam Bukhari, XI/204)
*Asma’ binti Abu Bakar Bertabaruk dengan Jubah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam*
Tujuan tabarruk Asma’ binti Abu Bakar rah. dengan jubah itu, yaitu untuk mengharap kesembuhan dari penyakit,
قالت (أسماء بنت أبي بكر) كانت هذه عند عائشة حتى قبضت فلمّا قبضت أخذتها و كان النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يلبسها فنحن نغسلها للمرض نستشفي بها
“Asma’ binti Abu Bakar berkata : “Jubah ini (awalnya) dipegang Aisyah sampai ia wafat. Setelah wafat saya ambil jubah itu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai jubah ini. Kami membasuhnya untuk orang orang yang sakit, kami mengharap kesembuhan melalui jubah tersebut.” (HR. Abu Dawud dan Muslim)
Riwayat al Bukhari dalam al Adab al Mufrad menjelaskan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai jubah itu untuk menemui tamu dan shalat Jumat.
*Imam Ahmad Bertabarruk dengan Rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam*
قال عبد الله بن أحمد : رأيت أبي يأخذ شعرة من شعر النبي – صلى الله عليه وسلم – فيضعها على فيه يقبلها . وأحسب أني رأيته يضعها على عينه ، ويغمسها في الماء ويشربه يستشفي به. ورأيته أخذ قصعة النبي – صلى الله عليه وسلم – فغسلها في حب الماء، ثم شرب فيها ورأيته يشرب من ماء زمزم يستشفي به، ويمسح به يديه ووجهه. قلت : أين المتنطع المنكر على أحمد، وقد ثبت أن عبد الله سأل أباه عمن يلمس رمانة منبر النبي – صلى الله عليه وسلم – ويمس الحجرة النبوية، فقال : لا أرى بذلك بأسا. أعاذنا الله وإياكم من رأي الخوارج ومن البدع
“Abdullah bin Ahmad berkata: “Bapakku mengambil sehelai rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia letakkan di mulutnya, lalu diciuminya. Aku melihat Bapakku juga meletakkannya di matanya, menyelupkannya ke dalam air dan meminumnya, mengharap kesembuhan. Aku melihat pula bapakku mengambil bejana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam air, lalu meminum air yang ada di dalamnya, dan meminum air zamzam seraya mengharap kesembuhan. Bapakku mengusapnya ke kedua tangan dan wajahnya.” Saya (ad-Dzahabi) berkata: “Mana orang yang ekstrim dan ingkar kepada Ahmad? Telah shahih bahwa Abdullah bertanya kepada Bapaknya (Ahmad bin Hanbal) tentang orang yang menyentuh mimbar Nabi dan menyentuh kamar (makam) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Ahmad berkata: “Menurutku boleh.” Semoga Allah melindungi kita dari pendapat khawarij dan perbuatan bid’ah.” (Adz Dzahabi, Siyar A’lam an Nubala’, XI/212).
Para ulama sepakat tentang kebolehan tabarruk. Dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementerian Wakaf Kuwait diterangkan,
اتفق العلماء على مشروعية التبرك بآثار النبي صلى الله عليه وسلم وأورد علماء السيرة والشمائل والحديث أخبارا كثيرة تمثل تبرك الصحابة الكرام رضي الله عنهم بأنواع متعددة من آثاره صلى الله عليه وسلم
"Para ulama telah sepakat (ijma’), disyariatkannya ngalap berkah dengan bekas fisik Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam. Ulama-ulama Siroh (sejarah Nabi) telah menyebutkan banyak hadits tentang tabarruk para sahabat yang mulia dengan bekas-bekas fisik Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, dengan berbagai macamnya." (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 11/62)
روي أنه أهدي لرسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ عباءة، احتفظت بها السيدة عائشة رضي الله عنها، دق الباب سائل يسأل رسول الله صدقة.
فقال: يا عائشة، أعطي السائل العباءة.
أخذها السائل فرحاً، وذهب إلى السوق وهو ينادي: من يشتري عباءة رسول الله.
تجمع الناس حوله كل يريد شراءها، سمع النداء رجل أعمى، فقال لغلامه: اذهب وأحـضر العباءة مهما غلا ثمنها، فإن فعلت فأنت حر لوجه الله.
أحضر الغلام العباءة، فأمسكها الأعمى وقال: يا رب بحق الله عليك وبركة عباءته الطاهرة بين يدي أعد إلي بصري، فما لبث أن عاد بصره.
خرج إلى رسول الله فرحاً وهو يقول: يا رسول الله، عاد بصري، وإليك العباءة هدية مني، وقص عليه ما حدث.
ضحك رسول الله حتى بانت نواجذه ثم قال: انظري يا عائشة إلى تلك العباءة، فقد أغنت فقيراً، وشفت مريضاً، وأعتقت عبداً، ثم عادت إلينا؟)؟
Diceritakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diberi hadiah oleh salah seorang dengan sebuah jubah. Kemudian, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh istri beliau Sayyidatuna Aisyah rah. untuk menyimpannya. Jubah itu diberikan kepada Aisyah, lalu disimpan ke dalam suatu tempat). Ketika Aisyah rah. menyimpan jubah tersebut, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Rupanya orang yang mengetuk-ngetuk pintu itu adalah seorang peminta-minta atau pengemis.
Pengemis itu meminta sedekah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu, Rasulullah bertanya kepada Sayyidatuna Aisyah, “Ya Aisyah adakah yang bisa disedekahkan? Gandum ada tidak?” Lalu Aisyah pun berkata, “Ya Rasulullah, walau dzarrah ma wajadda li-dzaalik (Ya Rasulullah, meski sebiji pun tak ada gandum dirumahmu ini.”
Kebetulan selama tiga hari rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tak punya apa pun yang bisa untuk dimakan. Kemudian, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan lagi kepada Sayyidatuna Aisyah, “Coba Aisyah perlihatkan jubah yang baru dihadiahkan tadi.”
Maka Aisyah menghaturkan jubah Rasulullah tersebut. Dan Rasulullah pun melipatnya, dimasukkan ke dalam tempatnya yang semula tadi, lalu jubah itu diberikan kepada pengemis tersebut.
Kemudian, pengemis itu pun merasa bangga sekali. Bahagianya bukan main, si pengemis bersegera menuju ke pasar, lalu ia mengatakan (sambil berteriak-teriak), “Man-yasytari ‘abaa‘atan Rasulillah (wahai, penduduk pasar) siapa yang ingin membeli jubahnya Rasulullah?”
Maka seketika itu orang-orang di pasar pun berkumpul menemui pengemis itu dan menanyakan, “Berapa harga? Ini berapa harganya? Jubahnya Rasulullah ini berapa harganya?” Kemudian, jubah itu pun ditawar-tawar oleh penduduk pasar. Bahkan para Sahabat Nabi pun berkeinginan memiliki jubah manusia paling mulia tersebut.
Hingga pada suatu saat, ada seorang yang buta matanya (A‘ma) mendengar orang akan menjual jubahnya Rasulullah. Lalu orang buta itu mengatakan kepada pelayannya (ghulam atau budak laki-lakinya), “Idzhab wa-hdhur al-‘abaa’ah mahmaa ghalaa tsamanuha (pergilah engkau ke orang itu dan engkau hadirkan jubah itu di hadapanku, dan belilah meski hargnya semahal apa pun)?”
Kata orang buta tadi, “Engkau harus beli pokoknya, hatta ruhmu yang engkau tebus tetap harus kau beli, sebab ini jubahnya Rasulullah. Dan orang yang buta tadi mengatakan lagi kepada pelayannya tersebut, “Wahai budakku, kalau engkau mampu membelinya maka engkau pun akan aku merdekakan di jalan Allah.”
Singkat cerita, budak orang buta itu pun berangkat menemui penjual jubahnya Rasulullah, lalu budak itu mengatakan kepada si penjual tersebut: “Ini aku punya majikan mau beli jubahya Rasulullah, berapa pun harganya pasti aku akan beli.”
Setelah ditawar dan akhirnya jubah itu dibeli oleh budaknya orang buta tersebut. Setelah itu, jubah tersebut dihadirkan kepada majikannya yang buta. Kemudian majikannya yang buta itu memegang jubah Rasulullah seraya berkata, “Ya Rabb, bi haqqi Rasulillah shalallahu alaihi wa sallam wa barakati ‘abaa’atihi-thaahirah baina yadayya a‘id ilayya bashari (Ya Allah, kembalikanlah pandanganku ini dengan kemuliaan jubahnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam). “A‘id ilayya bashari (kembalikanlah pandanganku ini)?” ucapnya berdoa sambil mengusap-usap jubahnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ke matanya yang buta itu.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tidak lama setelah ia mengusapkan jubah itu ke matanya yang buta, orang buta itu pun bisa melihat kembali seperti semula. Subhanallah, bahkan matanya lebih terang daripada sebelumnya.
Kemudian orang buta itu, sambil membawa jubahnya pergi ke rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh rasa bangga, bahagia. Sebab, matanya ini bisa melihat lagi setelah sekian tahun lamanya buta. Ia pun berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, qad ‘aada bashari wa ilaikal-‘aba’ah hadiyah minni (wahai Rasulullah, mataku sudah kembali lagi seperti semula dan engkau kukasih jubah ini lagi)?”
Jubahnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dikembalikannya lagi. Lalu, ia mengisahkan bagaimana kronologisnya dan kenapa jubah itu pun bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah. Ketika dikisahkan kenapa jubah itu bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun tersenyum hingga gigi geraham Beliau terlihat.
Setelah itu Rasulullah mengatakan kepada Sayyidatuna Aisyah, “Perhatikanlah wahai Aisyah jubah yang aku punya ini. Ia bisa mengkayakan orang yang miskin (faqir), ia bisa menyembuhkan orang yang sakit (buta), ia pun bisa memerdekakan budak dan kemudian kembali lagi kepada kita.”
Subhanallah, ini semua tidak lain melainkan berkahnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, kekasih Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sementara Al-Imam as-Suyuti dalam salah satu kitabnya menjelaskan bahwa hikmah pahala shadaqah itu ada 5 macam :
أَنَّ ثَوَابَ الصَّدَقَةِ خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ : وَاحِدَةٌ بِعَشْرَةٍ وَهِيَ عَلَى صَحِيْحِ الْجِسْمِ ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِيْنَ وَهِيَ عَلَى الْأَعْمَى وَالْمُبْتَلَى ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِمِائَةٍ وَهِيَ عَلَى ذِي قَرَابَةٍ مُحْتَاجٍ ، وَوَاحِدَةٌ بِمِائَةِ أَلْفٍ وَهِيَ عَلَى الْأَبَوَيْنِ ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِمِائَةِ أَلْفٍ وَهِيَ عَلَى عَالِمٍ أَوْ فَقِيْهٍ اهـ
(كتاب بغية المسترشدين)
" Sesungguhnya pahala bersedekah itu ada lima kategori :
1) Satu dibalas sepuluh (1:10) yaitu bersedekah kepada orang yang sehat jasmani.
2) Satu dibalas sembilan puluh (1:90) yaitu bersedekah terhadap orang buta, orang cacat atau tertimpa musibah, termasuk anak yatim dan piatu.
3) Satu dibalas sembilan ratus (1:900) yaitu bersedekah kepada kerabat yang sangat membutuhkan.
4) Satu dibalas seratus ribu (1: 100.000) yaitu sedekah kepada kedua orang tua.
5) Satu dibalas sembilan ratus ribu (1 : 900.000) yaitu bersedekah kepada orang yg alim atau ahli fiqih. [Kitab Bughyatul Musytarsyidin].
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar