Kamis, 14 November 2019

KAJIAN TENTANG MAKAN SAMBIL NGOBROL DAN HUKUM CUKA


Dalam menyantap makanan terdapat beberapa adab yang telah diatur dalam ajaran Islam. Dengan menjaga dan mengamalkan adab tersebut, seseorang tak hanya mendapat pahala tapi juga akan mendapat kesan yang baik di mata orang lain. Salah satu adab yang dianjurkan untuk dilakukan oleh seseorang yang menyantap makanan adalah memuji makanan yang ia makan. Dalam hal ini Rasulullah pernah memuji makanan yang ia makan walau hanya sebatas lauk cuka yang bisa dibilang termasuk lauk paling sederhana. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits riwayat sahabat Jabir ra,

 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - سَأَلَ أَهْلَهُ الأُدُمَ فَقَالُوا مَا عِنْدَنَا إِلاَّ خَلٌّ. فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ « نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ »

“Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW meminta pada keluarganya lauk-pauk, lalu keluarga beliau menjawab: ‘Kami tidak memiliki apa pun kecuali cuka’. Nabi pun tetap meminta cuka dan beliau pun makan dengan (campuran) cuka, lalu beliau bersabda: ‘Lauk yang paling baik adalah cuka, lauk yang paling baik adalah cuka’.” (HR Muslim)

Cuka termasuk makanan yang thoyyib (baik). Tidak ada dalil yang mengharamkan cuka sehingga cuka dihukumi halal sebagaimana asalnya. Dalil yang mendukung cuka adalah makanan yang thoyyib adalah hadits dari ‘Aisyah berikut, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ الأُدُمُ – أَوِ الإِدَامُ – الْخَلُّ

“Sebaik-baik bumbu dan lauk adalah cuka” (HR. Muslim no. 2051).

Juga ada hadits dari Jabir bin ‘Abdillah diatas, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada keluarganya tentang lauk. Mereka lantas menjawab bahwa tidak di sisi mereka selain cuka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ

 “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR. Muslim no. 2052).

*Rincian Hukum Cuka dari Mana Cuka Berasal*

Ada beberapa rincian hukum cuka dari mana cuka berasal sebagai berikut :

1- Jika cuka berasal dari khomr (segala sesuatu yang memabukkan), lalu diolah dengan tangan manusia menjadi cuka, maka tidaklah halal. Hadits yang mendukung hal ini,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَيْتَامٍ وَرِثُوا خَمْرًا قَالَ « أَهْرِقْهَا ». قَالَ أَفَلاَ أَجْعَلُهَا خَلاًّ قَالَ « لاَ »

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Abu Tholhah pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai anak yatim yang diwarisi khomr. Lantas beliau katakan, “Musnahkan khomr tersebut.” Lalu Abu Tholhah bertanya, “Bolehkah aku mengolahnya menjadi cuka?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak boleh.” (HR. Abu Daud no. 3675)

2- Jika khomr berubah dari cuka dengan sendiri (secara alami). Maka ini kembali ke hukum asal cuka yang telah diulas, yaitu suci dan halal. Imam Malik rahimahullah sampai-sampai mengatakan, “Aku tidak suka seorang muslim mewariskan khomr lantas khomr tersebut diolah (dengan tangan) lantas menjadi cuka. Namun jika khomr tersebut menjadi cuka dengan sendirinya, maka tidak mengapa untuk disantap.”

3- Jika alkohol bukan aslinya dari khomr, maka tidak ada masalah. Seperti yang kita lihat dari proses saat ini yang berlaku, cuka (asam asetat) diproduksi bukan dari khomr, tetapi dari proses fermentasi tetes tebu, yang diolah menjadi alkohol, lalu aldehid dan menjadi asam asetat.

*Benarkah sebaik-baik lauk adalah cuka?*

Tentu saja tidak, karena di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada makanan lain yang lebih enak, seperti daging, roti, keju, dsb. Tapi mengapa Nabi mengatakan sebaik-baik lauk adalah cuka?

*Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan demikian untuk menjaga perasaan istrinya. Perhatikan kembali hadits tersebut. Para istri beliau sebelumnya berkata, “Kita tidak punya apa-apa selain cuka”. Maka Rasulullah berusaha menjaga perasaan mereka dengan memuji makanan yang ada, walaupun yang tersedia hanyalah cuka !*

Secara ilmiah, cuka terbukti memiliki banyak sekali manfaat. Sesendok cuka dapat mengurangi lemak bila dicampur dengan kuah salathoh (sejenis lalap yang biasa dimakan dengan roti), lalu disantap dengan roti. Dengan cara seperti itu cukup dapat menghilangkan lemak. Hal ini dapat terjadi karena cuka merupakan asam asetat yang berhubungan dengan protein, lemak dan karbohidrat, atau yang biasa disebut dengan asetoasetat (acetoacetate).

*Hukum Makan Sambil Ngobrol*

Dalam hadits Imam Muslim diatas mengenai cuka disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta istrinya untuk diambilkan lauk. Namun kata mereka, ‘Kami tidak punya lauk apapun selain cuka.’

Beliau tetap minta diambilkan cuka, dan makan dengan lauk cuka dan mengatakan,

نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ ، نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

Sebaik-baik lauk adalah cuka… sebaik-baik lauk adalah cuka… (HR. Muslim 2052)

Imam An-Nawawi menjelaskan hadis di atas,

وَفِيهِ اِسْتِحْبَاب الْحَدِيث عَلَى الْأَكْل تَأْنِيسًا لِلْآكِلِينَ

Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk berbicara ketika makan, untuk membuat suasana akrab bagi orang-orang yang ikut makan. (Syarh Shahih Muslim, 7/14)

Berdasarkan hadits ini pula, para ulama menganjurkan untuk berbicara ketika makan. Terutama pembicaraan yang isinya pujian terhadap makanan dan pujian kepada Allah yang memberi makan.

Jika ditelisik secara mendalam, rupanya pujian yang dilontarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits di atas beliau ucapkan pada saat sedang beraktivitas menyantap makanan. Atas dasar ini, berbicara pada saat menyantap makanan bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, bahkan merupakan anjuran tersendiri, sebab merupakan salah satu adab dalam menyantap makanan. 

Isi pembicaraan yang baik diucapkan pada saat menyantap makanan tidaklah mencakup semua pembicaraan, tapi hanya tertentu pada pembicaraan-pembicaraan yang baik, seperti bercerita tentang orang-orang saleh, pembicaraan yang dapat menyenangkan orang-orang yang makan, dan hal-hal lainnya. Sebagaimana disampaikan Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar,

بابُ استحباب الكَلامِ على الطَّعام.  فيه حديث جابر الذي قدَّمناه في ” باب مدح الطعام “.قال الإِمام أبو حامد الغزالي في ” الإِحياء ” من آداب الطعام أن يتحدَّثوا في حال أكله بالمعروف، ويتحدّثوا بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها

“Dianjurkan berbicara ketika makan. Berkenaan dengan ini terdapat sebuah hadits yang dibawakan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam sub “Bab memuji makanan”. Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-Ihya mengatakan bahwa termasuk etika makan ialah membicarakan hal-hal yang baik sambil makan, membicarakan kisah orang-orang yang shalih dalam makanan.” (al-Adzkar, hlm. 234)

Namun anjuran berbicara pada saat menyantap makanan hendaknya tidak dilakukan pada saat seseorang sedang mengunyah, sebab hal ini dikhawatirkan akan membuat makanan yang sedang dikunyah jatuh pada makanannya dan mengotori makanan tersebut, penjelasan tentang hal ini seperti yang dijelaskan dalam syarah kitab Ihya’ Ulum ad-Din, yakni kitab Ittihaf as-Sadat al-Muttaqiin,

 ـ (ويتحدثون بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها) ليعتبروا بذلك ولكن لا يتكلم وهو يمضغ اللقمة فربّما يبدو منها شيء فيقذر الطعام

“Bercerita tentang kisah orang-orang saleh dalam hal (menyikapi) makanan dan hal-hal lainnya supaya orang-orang dapat mengambil teladan atas kisah tersebut, akan tetapi (hendaknya) seseorang tidak berbicara saat ia mengunyah makanan, terkadang jatuh dari (mulutnya) sedikit makanan dan mengotori makanan yang dimakan.” (Muhammad bin Muhammad al-Husaini Az-Zabidi, Ittihaf as-Sadat al-Muttaqin, juz 5, hal. 229) 

Berdasarkan dalil di atas maka baiknya pembicaraan saat menyantap makanan diucapkan pada saat makanan sudah selesai dikunyah dan tidak lagi tersisa makanan dalam mulutnya, agar potongan-potongan makanan yang masih di dalam mulut tidak terjatuh dalam santapan makanannya. 

Dengan demikian, makan sambil berbicara bukanlah sesuatu yang dilarang, justru dianjurkan, asal dilakukan dalam waktu yang tepat dan dengan materi pembicaraan yang baik dan bermanfaat, seperti menggembirakan orang lain, menambah keakraban, dan lain-lain. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Selasa, 12 November 2019

BANTAHAN TERHADAP ANGGAPAN BAHWA KEDUA ORANG TUA ROSULULLOH ADALAH MUSYRIK


SALAFI WAHABI MENGATAKAN:

Kedua orang tua Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bernama Abdullah dan Aminah. Keduanya meninggal sebagai musyrik sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dilarang memintakan ampun dan memohonkan rahmat untuk keduanya.

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang-orang yang ada di sekitar beliau-pun ikut menangis. Karenanya beliau bersabda, “Aku telah meminta izin kepada Rabb-ku untuk saya beristighfar (memintakan ampun) baginya, namun Dia tidak mengizinkan. Dan aku meminta izin untuk menziarahi (mengunjungi) kuburnya, maka Dia mengizinkan untukku. Karenanya, lakukan ziarah kubur, sebab hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.”

Dalam riwayat lain yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, dari hadits Ibnu Mas’ud bahwa kisah ini menjadi sebab turunnya firman Allah,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (QS. Al-Taubah: 113) dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengutarakan bahwa kesedihan ini merupakan naluri sayang seorang anak terhadap orang tuanya. (Lihat: Al-Hakim dalam Mustadrak: 2/336 beliau mengatakan, “Shahih sesuai syarat keduanya –Bukhari dan Muslim-; Al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwah: 1/189)

KAMI PUNYA ARGUMEN YG BERBEDA DGN PEMAHAMAN DIATAS YG MEMAHAMI HADITS TANPA DIBARENGI HUJJAH ULAMA. ADAPUN HUJJAH KAMI SBB:

وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ

“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun.” [QS. Saba’: 44]

IMAM IBNU KATSIR MENJELASKAN AYAT DIATAS SBB:

قال الله تعالى "وما آتيناهم من كتب يدرسونها وما أرسلنا إليهم قبلك من نذير " أي ما أنزل الله على العرب من كتاب قبل القرآن وما أرسل إليهم نبيا قبل محمد صلى الله عليه وسلم

Firman Alloh Ta’ala: “Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun.” [QS. Saba’: 44] Yaitu Alloh tidak menurunkan kpd bangsa arab dari kitab-kitab suci sebelum al-Qur’an dan tdk pula Alloh mengutus kpd mereka seorang Nabi sebelum Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. [Tafsir Ibnu Katsir juz 6 hal. 524]

هذه الآيات تدل على ما يعتقده أهل الحق أهل السنة والجماعة، أن الله برحمته وفضله لا يعذب أحدًا حتى يُرسل إليه نذيرًا، وقد يقول قائل لعل أبوي النبي صلى الله عليه وسلم أرسل إليهم نذير، وهم أشركوا بعد بلوغ الحجة، فهذا لا يسعفه نقل، بل جاءت النصوص تنفيه، وتؤكد عكس ذلك، قال تعالى : { وَمَا آتَيْنَاهُم مِّن كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِن نَّذِيرٍ }( سبأ : 44)، وقال سبحانه : { لِتُنذِرَ قَوْماً مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ }( القصص : 46)، وقال عز وجل : { وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ القُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولاً يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي القُرَى إِلاَّ وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ }( القصص : 59).

Ayat2 ini menunjukkan apa yg diyakini ahli kebenaran yaitu ahlussunnah wal jama’ah, bhw sesungguhnya Alloh memberikan rohmat dan karunianya dan tdk mengadzab seorang pun sehingga diutus kepadanya seorang utusan [rosul], dan sungguh seorang telah mengatakan bhw telah datang kpd kedua org tua Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam seorang rosul dan mereka musyrik setelah sampai kpdnya hujjah. Ini ucapan tdk relevan, bahkan telah datang nash [referensi] yg meniadakannya dan menguatkan kebalikannya [membantah] akan ucapan itu. {Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun}[QS. Saba: 44]. Dan firman Alloh Ta’ala: {Supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar mereka ingat} [QS Qoshosh: 46]. Dan firman Alloh Ta’ala: {Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kelaliman}[QS Qoshosh: 59].

فدلت النصوص السابقة على أن أبوي النبي صلى الله عليه وسلم غير معذبين، لا لأنهما أبويه صلى الله عليه وسلم؛ بل لأنهما من جملة أهل الفترة التي علمنا من هم، وحكمهم بما استقر عند المسلمين، قال الشاطبي: «جرت سنته سبحانه فيخلقه : أنه لايؤاخذ بالمخالفة إلا بعد إرسال الرسل ، فإذا قامت الحجة عليهم؛ فمنشاء فليؤمن، ومن شاء فليكفر، ولكل جزاء مثله»( الموافقات، للشاطبي، ج3 ص 377)،

Nash-nash diatas menunjukkan atas kedua org tua Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah TIDAK DISIKSA, tidak [disiksa] bukan krn mereka org tua Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam; akan tetapi karena keduanya termasuk hitunga org2 dlm periode [sebelum diutusnya Rosul] yg kita ketahui siapa mereka dan hukum mereka dgn periode pada umat islam. Imam Syathibi berkata: Hukum [sunnah] dan ketetapan Alloh telah berlaku, sesungguhnya tdk ada pertentangan kecuali setelah diutusnya seorang rosul [utusan], maka apabila telah ditegakkan hujjah atas mereka, maka boleh beriman jg boleh kafir mana saja yg dikehendaki, bagi keduanya ada balasannya masing2. [Kitab Al-Muwafiqot Imam Syathibi juz III hal. 377]

قال ابن تيمية : «إن الكتاب والسنة قد دلت على أنالله لايعذب أحدًا إلا بعد إبلاغ الرسالة»
( مجموع الفتاوى، ج13 ص 493.).

Ibnu Taimiyah berkata: Sesungguhnya al-Qur’an dan as-Sunnah telah menunjukkan sesungguhnya Alloh Ta’ala TDK MENGADZAB seorang pun kecuali setelah disampaikanya risalah [dakwah rosul] [Majmu’ Fatawa, juz 13 hal. 493] Wallohu a’lam bish-Showab

Demikian Asimun Mas'ud memyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

SEBESAR APA CINTAMU KEPADA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM?


Suku badui di Arab Saudi merupakan kelompok etnis yang hidup di padang pasir. Mereka dikenal dengan keberanian serta kesetiannya kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Saking setia dan cintanya kepada Rasulullah, maka pernah ada sebuah cerita orang Suku Badui yang mengajarkan bagaimana bentuk cinta kepada beliau meskipun tidak pernah bertemu Nabi namun muncul rasa cinta yang melebihi segalanya.

گان النبي صلی الله عليه وسلم يطوف فی الگعبة فرأی أعرابيا يطوف بها ويقول : يا گريم،

Adalah suatu saat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan Thowaf mengelilingi Ka’bah. Tiba-tiba beliau melihat seorang Arab Badui juga sedang Thowaf sambil menyeru: “Ya Kariim!”

فقال النبي صلی الله عليه وسلم وراءه : ياگريم فأنتقل الأعرابي إلی رکن الثاني وقال : ياگريم ، فقال النبي صلی الله عليه وسلم – فقال الحبيب صلی الله عليه وسلم- وراءه : ياگريم،

Maka Nabi pun dibelakangnya mengucapkan “Ya Kariim”. Maka Arab Badui itupun berpindah ke Rukun Tsani dan berdo’a: Ya Kariim. Maka Nabi, Sang kekasihpun menirukan “Ya Kariim”.

فانتقل الأعرابي الی الحجر الأسود فقال: ياگريم فقال النبي صلى الله عليه وسلم -فقال الحبيب صلی الله عليه وسلم- ورأه : ياگريم،

Maka berpindahlah Arab Badui itu ke dekat Hajar Aswad dan berdo’a, "Ya Kariim!!', Maka Nabi-Sang kekasih pun berdo’a: “Ya Karim”.

فالتفت الأعرابي فقال : اتمزحونن ي ياأخ العرب؟ والله لولا صباحة وجهك وبلغ طالقتك لشگوت إلی حبيبی محمدا –

Maka Sang Arab Badui itupun menoleh dan berkata: “Adakah kamu mentertawakan aku? Demi Allâh, Seandainya bukan karena wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan, pasti sudah kuadukan kepada kekasihku yakni baginda Muhammad!”.

فقال له النبي صلی الله عليه وسلم: اولا تعرف نبيك ياأخ العرب؟

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apakah engkau belum mengenal Nabimu wahai saudara Arabku?”

قال والله أمنت به ولم أره ودخلت مکة ولم ألقه

Maka Orang Badui itu berkata, “Demi Allah aku beriman padanya padahal aku belum pernah mengenalnya sejak aku memasuki Mekah dan aku belum pernah menjumpainya”.

– قال له النبي صلی الله عليه وسلم  أنا نبيك ياأخ العرب – فانگب الأعرابي علی يد النبي يقبلها ويقول : فداك أبی وأمی ياحبيب الله-

Maka Nabi pun berkata padanya, “Aku ini adalah (Muhammad) Nabimu wahai saudara Arabku”. Maka Sang Badui itupun segera memeluk kehadapan Nabi dan mencium tangan beliau seraya berkata, “Bapak dan Ibuku sebagai penebusmu wahai Sang kekasihku”

فنزل جبريل الأمين علی النبي وقال له : ياحبيب الله صلی الله عليه وسلم الله يقرئك السلام ويقول لك: قل لهذا الأعرابي: ايظن إن قال ياگريم أننا لا نحاسبه؟

Maka Jibril pun turun kepada Nabi dan berkata, “Wahai Sang Kekasih Allah, Allah mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu, “Katakanlah pada orang Badui itu apakah ia menyangka Aku tak akan menghisabnya ketika ia mengucapkan Ya Kariim?”

فقال الأعرابي : والله يانور العين ياجد الحسين لو حاسبنی ربي لأحاسبنه

Maka Orang Badui itu berkata, “Demi Allah, Ya Nurol ‘Aini (wahai cahaya mataku), kakek dari Hasan dan Husain, Seandainya Robb ku menghisabku, maka akupun akan menghisab-Nya!

قال له النبي صلی الله عليه وسلم: وگيف تحاسب ربك يا أخ العرب؟ قال: لئن حاسبني علی ذنبی حاسبته علی مغفرته وإن حاسبني علی تقصيری حاسبته علی جوده وگرمه

Maka Bersabdalah Nabi, “Bagaimana engkau akan menghisab Robbmu?” Badui berkata, “Jika Rob menghisabku atas dosa- dosaku, maka aku akan menghisab segala ampunan-Nya, dan jika Ia menghisabku atas segala keteledoranku, maka aku akan menghisab anugerah dan kemulyaan Nya”.

فبكى النبي حتى إبتلت لحيته فهبط جبريل على النبي وقال : يا محمد, السلام يقرئك السلام , ويقول لك : يا محمد قلل من بكائك فقد الهيت حملة العرش عن تسبيحهم وقل لأخيك الاعرابي لا يحاسبنا ولا نحاسبه فإنه رفيقك في الجنة

(Mendengar pernyataan orang Badui tersebut) Rasulullah pun menitikkan air mata yang mengalir membahasai janggutnya.

Pada saat itulah malaikat Jibril turun untuk yang kedua kalinya dengan mengatakan,“Berhentilah engkau menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga 'Arsy lupa dengan bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah mengampuni semua kesalahannya dan ia akan menjadi temanmu di surga nanti." Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين*

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

KAJIAN TENTANG HIKMAH TABARRUK (MENGHARAP BAROKAH), BERSEDEKAH DAN KESEMBUHAN PENYAKIT


Para santri biasanya rela mengantri bersalaman tangan kiai dengan menciumnya. Hal itu dilakukan untuk ngalap berkah (mengharap barokah) atau tabarukan yang dianggap sebagian orang tidak ada dalilnya, bahkan haram.

Istilah tabarukan atau ngalap barakah menjadi tradisi umat Islam di Indonesia khususnya kaum pesantren. Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz youtube mengatakan bahwa tabarukan atau ngalap barakah dengan mencium tangan dan berebut air minum guru, kiai, atau ulama adalah tindakan yang tidak ada dasarnya di dalam agama, sehingga haram dilakukan. Benarkah demikian?

Al-Qur'an membenarkan tabaruk dengan peninggalan para Nabi selain Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dalam ayat.

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَ آلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلاَئِكَةُ… (البقرة : 248)

“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka: “Sungguh tanda Thalut akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdepat keterangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa Malaikat…” (QS. Al-Baqarah: 248)

Para Sahabat dan Tabi’in menjelaskan maksud “Sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Keluarga Harun” diantaranya riwayat Ibn Abbas,

عَصَاهُ وَرَضَاضُ الْأَلْوَاحِ

“Maksudnya tongkat musa dan pecahan papan yang bertuliskan Taurat.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/667).

Kita mulai dari makna Tabarruk, dari kata barakah, yang berarti bertambah kebaikan (زيادة الخير). Sementara tabaruk adalah mencari berkah dengan hal-hal baik dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada beberapa riwayat baik dari Al-Qur'an maupun Hadits yang bisa menjadi dalil bolehnya tabaruk atau ngalap berkah ini, di antaranya :

*Bertabarruk dengan Peninggalan Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam*

Secara khusus Imam al-Bukhari dalam kitab shahih­nya mencantumkan bab tentang mencari berkah dengan peninggalan-peninggalan Rasululullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,

بَابُ مَا ذُكِرَ مِنْ دِرْعِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَعَصَاهُ وَسَيْفِهِ وَقَدَحِهِ وَخَاتَمِهِ وَمَا اسْتَعْمَلَ الخُلَفَاءُ بَعْدَهُ مِنْ ذُلِكَ مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ قِسْمَتُهُ وَمِنْ شَعْرِهِ وَنَعْلِهِ وَآنِيَتِهِ مِمَّا يَتَبَرَّكُ أَصْحَابُهُ وَغَيْرُهُمْ بَعْدَ وَفَاتِهِ

“Bab yang menyebutkan baju perang, tongkat, pedang, bejana, dan cincin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan barang-barang yang digunakan para Khalifah setelah wafatnya Nabi dari peninggalannya yang tidak dibagikan, rambut, sandal, dan wadah miliknya, dari barang-barang yang dicari berkahnya oleh para sahabat dan selainnya setelah beliau wafat.” (HR. Imam Bukhari, XI/204)

*Asma’ binti Abu Bakar Bertabaruk dengan Jubah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam*

Tujuan tabarruk Asma’ binti Abu Bakar rah. dengan jubah itu, yaitu untuk mengharap kesembuhan dari penyakit,

قالت (أسماء بنت أبي بكر) كانت هذه عند عائشة حتى قبضت فلمّا قبضت أخذتها و كان النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يلبسها فنحن نغسلها للمرض نستشفي بها

“Asma’ binti Abu Bakar berkata : “Jubah ini (awalnya) dipegang Aisyah sampai ia wafat. Setelah wafat saya ambil jubah itu. Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai jubah ini. Kami membasuhnya untuk orang orang yang sakit, kami mengharap kesembuhan melalui jubah tersebut.” (HR. Abu Dawud dan Muslim)

Riwayat al Bukhari dalam al Adab al Mufrad menjelaskan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memakai jubah itu untuk menemui tamu dan shalat Jumat.

*Imam Ahmad Bertabarruk dengan Rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam*

قال عبد الله بن أحمد : رأيت أبي يأخذ شعرة من شعر النبي – صلى الله عليه وسلم – فيضعها على فيه يقبلها . وأحسب أني رأيته يضعها على عينه ، ويغمسها في الماء ويشربه يستشفي به. ورأيته أخذ قصعة النبي – صلى الله عليه وسلم – فغسلها في حب الماء، ثم شرب فيها ورأيته يشرب من ماء زمزم يستشفي به، ويمسح به يديه ووجهه. قلت : أين المتنطع المنكر على أحمد، وقد ثبت أن عبد الله سأل أباه عمن يلمس رمانة منبر النبي – صلى الله عليه وسلم – ويمس الحجرة النبوية، فقال : لا أرى بذلك بأسا. أعاذنا الله وإياكم من رأي الخوارج ومن البدع

“Abdullah bin Ahmad berkata: “Bapakku mengambil sehelai rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia letakkan di mulutnya, lalu diciuminya. Aku melihat Bapakku juga meletakkannya di matanya, menyelupkannya ke dalam air dan meminumnya, mengharap kesembuhan. Aku melihat pula bapakku mengambil bejana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam air, lalu meminum air yang ada di dalamnya, dan meminum air zamzam seraya mengharap kesembuhan. Bapakku mengusapnya ke kedua tangan dan wajahnya.” Saya (ad-Dzahabi) berkata: “Mana orang yang ekstrim dan ingkar kepada Ahmad? Telah shahih bahwa Abdullah bertanya kepada Bapaknya (Ahmad bin Hanbal) tentang orang yang menyentuh mimbar Nabi dan menyentuh kamar (makam) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Ahmad berkata: “Menurutku boleh.” Semoga Allah melindungi kita dari pendapat khawarij dan perbuatan bid’ah.” (Adz Dzahabi, Siyar A’lam an Nubala’, XI/212).

Para ulama sepakat tentang kebolehan tabarruk. Dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementerian Wakaf Kuwait diterangkan,

اتفق العلماء على مشروعية التبرك بآثار النبي صلى الله عليه وسلم وأورد علماء السيرة والشمائل والحديث أخبارا كثيرة تمثل تبرك الصحابة الكرام رضي الله عنهم بأنواع متعددة من آثاره صلى الله عليه وسلم

"Para ulama telah sepakat (ijma’), disyariatkannya ngalap berkah dengan bekas fisik Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam. Ulama-ulama Siroh (sejarah Nabi) telah menyebutkan banyak hadits tentang tabarruk para sahabat yang mulia dengan bekas-bekas fisik Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, dengan berbagai macamnya." (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 11/62)

روي أنه أهدي لرسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ عباءة، احتفظت بها السيدة عائشة رضي الله عنها، دق الباب سائل يسأل رسول الله صدقة.

فقال: يا عائشة، أعطي السائل العباءة.

أخذها السائل فرحاً، وذهب إلى السوق وهو ينادي: من يشتري عباءة رسول الله.

تجمع الناس حوله كل يريد شراءها، سمع النداء رجل أعمى، فقال لغلامه: اذهب وأحـضر العباءة مهما غلا ثمنها، فإن فعلت فأنت حر لوجه الله.

أحضر الغلام العباءة، فأمسكها الأعمى وقال: يا رب بحق الله عليك وبركة عباءته الطاهرة بين يدي أعد إلي بصري، فما لبث أن عاد بصره.

خرج إلى رسول الله فرحاً وهو يقول: يا رسول الله، عاد بصري، وإليك العباءة هدية مني، وقص عليه ما حدث.

ضحك رسول الله حتى بانت نواجذه ثم قال: انظري يا عائشة إلى تلك العباءة، فقد أغنت فقيراً، وشفت مريضاً، وأعتقت عبداً، ثم عادت إلينا؟)؟

Diceritakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diberi hadiah oleh salah seorang dengan sebuah jubah. Kemudian, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh istri beliau Sayyidatuna Aisyah rah. untuk menyimpannya. Jubah itu diberikan kepada Aisyah, lalu disimpan ke dalam suatu tempat). Ketika Aisyah rah. menyimpan jubah tersebut, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Rupanya orang yang mengetuk-ngetuk pintu itu adalah seorang peminta-minta atau pengemis.

Pengemis itu meminta sedekah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu, Rasulullah bertanya kepada Sayyidatuna Aisyah, “Ya Aisyah adakah yang bisa disedekahkan? Gandum ada tidak?” Lalu Aisyah pun berkata, “Ya Rasulullah, walau dzarrah ma wajadda li-dzaalik (Ya Rasulullah, meski sebiji pun tak ada gandum dirumahmu ini.”

Kebetulan selama tiga hari rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tak punya apa pun yang bisa untuk dimakan. Kemudian, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan lagi kepada Sayyidatuna Aisyah, “Coba Aisyah perlihatkan jubah yang baru dihadiahkan tadi.”

Maka Aisyah menghaturkan jubah Rasulullah tersebut. Dan Rasulullah pun melipatnya, dimasukkan ke dalam tempatnya yang semula tadi, lalu jubah itu diberikan kepada pengemis tersebut.

Kemudian, pengemis itu pun merasa bangga sekali. Bahagianya bukan main, si pengemis bersegera menuju ke pasar, lalu ia mengatakan (sambil berteriak-teriak), “Man-yasytari ‘abaa‘atan Rasulillah (wahai, penduduk pasar) siapa yang ingin membeli jubahnya Rasulullah?”

Maka seketika itu orang-orang di pasar pun berkumpul menemui pengemis itu dan menanyakan, “Berapa harga? Ini berapa harganya? Jubahnya Rasulullah ini berapa harganya?” Kemudian, jubah itu pun ditawar-tawar oleh penduduk pasar. Bahkan para Sahabat Nabi pun berkeinginan memiliki jubah manusia paling mulia tersebut.

Hingga pada suatu saat, ada seorang yang buta matanya (A‘ma) mendengar orang akan menjual jubahnya Rasulullah. Lalu orang buta itu mengatakan kepada pelayannya (ghulam atau budak laki-lakinya), “Idzhab wa-hdhur al-‘abaa’ah mahmaa ghalaa tsamanuha (pergilah engkau ke orang itu dan engkau hadirkan jubah itu di hadapanku, dan belilah meski hargnya semahal apa pun)?”

Kata orang buta tadi, “Engkau harus beli pokoknya, hatta ruhmu yang engkau tebus tetap harus kau beli, sebab ini jubahnya Rasulullah. Dan orang yang buta tadi mengatakan lagi kepada pelayannya tersebut, “Wahai budakku, kalau engkau mampu membelinya maka engkau pun akan aku merdekakan di jalan Allah.”

Singkat cerita, budak orang buta itu pun berangkat menemui penjual jubahnya Rasulullah, lalu budak itu mengatakan kepada si penjual tersebut: “Ini aku punya majikan mau beli jubahya Rasulullah, berapa pun harganya pasti aku akan beli.”

Setelah ditawar dan akhirnya jubah itu dibeli oleh budaknya orang buta tersebut. Setelah itu, jubah tersebut dihadirkan kepada majikannya yang buta. Kemudian majikannya yang buta itu memegang jubah Rasulullah seraya berkata, “Ya Rabb, bi haqqi Rasulillah shalallahu alaihi wa sallam wa barakati ‘abaa’atihi-thaahirah baina yadayya a‘id ilayya bashari (Ya Allah, kembalikanlah pandanganku ini dengan kemuliaan jubahnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam). “A‘id ilayya bashari (kembalikanlah pandanganku ini)?” ucapnya berdoa sambil mengusap-usap jubahnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ke matanya yang buta itu.

Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tidak lama setelah ia mengusapkan jubah itu ke matanya yang buta, orang buta itu pun bisa melihat kembali seperti semula. Subhanallah, bahkan matanya lebih terang daripada sebelumnya.

Kemudian orang buta itu, sambil membawa jubahnya pergi ke rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh rasa bangga, bahagia. Sebab, matanya ini bisa melihat lagi setelah sekian tahun lamanya buta. Ia pun berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, qad ‘aada bashari wa ilaikal-‘aba’ah hadiyah minni (wahai Rasulullah, mataku sudah kembali lagi seperti semula dan engkau kukasih jubah ini lagi)?”

Jubahnya Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam dikembalikannya lagi. Lalu, ia mengisahkan bagaimana kronologisnya dan kenapa jubah itu pun bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah. Ketika dikisahkan kenapa jubah itu bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun tersenyum hingga gigi geraham Beliau terlihat.

Setelah itu Rasulullah mengatakan kepada Sayyidatuna Aisyah, “Perhatikanlah wahai Aisyah jubah yang aku punya ini. Ia bisa mengkayakan orang yang miskin (faqir), ia bisa menyembuhkan orang yang sakit (buta), ia pun bisa memerdekakan budak dan kemudian kembali lagi kepada kita.”

Subhanallah, ini semua tidak lain melainkan berkahnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, kekasih Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sementara Al-Imam as-Suyuti dalam salah satu kitabnya menjelaskan bahwa hikmah pahala shadaqah itu ada 5 macam :

أَنَّ ثَوَابَ الصَّدَقَةِ خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ : وَاحِدَةٌ بِعَشْرَةٍ وَهِيَ عَلَى صَحِيْحِ الْجِسْمِ ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِيْنَ وَهِيَ عَلَى الْأَعْمَى وَالْمُبْتَلَى ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِمِائَةٍ وَهِيَ عَلَى ذِي قَرَابَةٍ مُحْتَاجٍ ، وَوَاحِدَةٌ بِمِائَةِ أَلْفٍ وَهِيَ عَلَى الْأَبَوَيْنِ ، وَوَاحِدَةٌ بِتِسْعِمِائَةِ أَلْفٍ وَهِيَ عَلَى عَالِمٍ أَوْ فَقِيْهٍ اهـ
(كتاب بغية المسترشدين)

" Sesungguhnya pahala bersedekah itu ada lima kategori :

1) Satu dibalas sepuluh (1:10) yaitu bersedekah kepada orang yang sehat jasmani.

2) Satu dibalas sembilan puluh (1:90) yaitu bersedekah terhadap orang buta, orang cacat atau tertimpa musibah, termasuk anak yatim dan piatu.

3) Satu dibalas sembilan ratus (1:900) yaitu bersedekah kepada kerabat yang sangat membutuhkan.

4) Satu dibalas seratus ribu (1: 100.000) yaitu sedekah kepada kedua orang tua.

5) Satu dibalas sembilan ratus ribu (1 : 900.000) yaitu bersedekah kepada orang yg alim atau ahli fiqih. [Kitab Bughyatul Musytarsyidin].

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Minggu, 10 November 2019

KAJIAN TENTANG BELAJAR PERLU GURU/SANAD YANG JELAS


Manfa'at berguru adalah agar terhindar dari perkara-perkara yang SESAT & untuk mnghindari FITNAH.

Adapun fungsi GURU atau SANAD (sandaran) adalah mencegah manusia untuk berbicara semaunya /seenak Gue, atau bicara hanya berdasarkan dari kerangka otaknya doang.

DENGAN SANAD, maka Hal-hal yang diajarkan Rosululloh, terjaga keaslian isi ilmunya, tanpa ada yang dikurangi atau di tambah-tambah (DI MODIFIKASI MANUSIA).

ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﻒُ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻚَ ﺑِﻪِ ﻋِﻠْﻢٌ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺴَّﻤْﻊَ ﻭَﺍﻟْﺒَﺼَﺮَ ﻭَﺍﻟْﻔُﺆَﺍﺩَ ﻛُﻞُّ ﺃُﻭﻟـﺌِﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻨْﻪُ ﻣَﺴْﺆُﻭﻻً  (ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ : 36 )

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Israa’: 36)

Sebagian ulama berkata,

ﻓَﻴَﻘِﻴْﻨُﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻤُﺸْﻜِﻼَﺕِ ﻇُﻨُﻮْﻥُ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳُﺸَﺎﻓِﻪْ ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ ﺑِﺄُﺻُﻮْﻟِﻪِ

Barangsiapa tidak mengambil dasar ilmu dari ulama, maka keyakinannya dalam perkara adalah TERTOLAK

Abu Hayyan berkata,

ﻳَﻈُﻦَّ ﺍﻟﻐَﻤْﺮُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻜُﺘُﺐَ ﺗَﻬْﺪِﻱ ﺃَﺧَﺎ ﻓَﻬْﻢٍ ﻹِﺩْﺭَﺍﻙِ ﺍﻟﻌُﻠُﻮْﻡِ

Anak muda mengira bahwa buku membimbing orang yang mau memahami untuk mendapatkan ilmu

ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺪْﺭِﻱ ﺍﻟﺠَﻬُﻮْﻝُ ﺑِﺄَﻥَّ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻏَﻮَﺍﻣِﺾَﺣَﻴَّﺮَﺕْ ﻋَﻘْﻞَ ﺍﻟﻔَﻬِﻴْﻢِ

Orang bodoh tidak mengetahui bahwa di dalamnya terdapat kesulitan yang membingungkan akal orang

ﺇِﺫَﺍ ﺭُﻣْﺖَ ﺍﻟﻌُﻠُﻮْﻡَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺷَﻴْﺦٍ ﺿَﻠَﻠْﺖَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁِ ﺍﻟﻤُﺴْﺘَﻘِﻴﻢْ

Jika kamu menginginkan ilmu tanpa syaikh, niscaya kamu tersesat dari jalan yang lurus

ﻭَﺗَﻠْﺘَﺒِﺲُ ﺍﻷُﻣُﻮْﺭُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺼِﻴْﺮَ ﺃَﺿَﻞَّ ﻣِﻦْ ﺗُﻮْﻣَﺎ ﺍﻟﺤَﻜِﻴْﻢِ

Perkara-perkara menjadi rancu atasmu sehingga kamu kebih tersesat daripada Tuma al-Hakim

Ada maqolah ulama yang berbunyi :

مَنْ تَعَلَّمَ اْلعِلْمَ وَلَيْسَ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ شَيْطَانٌ

Barang siapa yang belajaar ilmu namun tidak berguru, maka gurunya adalah setan

Bahkan Imam Bukhari yang terkenal ahli hadits itu jumlah gurunya sampai 1.080 orang.

Oleh karena itu banyak ulama yang berkaata tentang pentingnya berguru dalam mempelajari ilmu bagi penuntut ilmu tingkat dasar dan menengah, diantaranya adalah :

1. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, beliau berkata :

فَاعْلَمْ أَنَّ الْأُسْتَاذَ فَاتِحٌ وَمُسَهِّلٌ، وَالتَّحْصِيْلُ مَعَهُ أَسْهَلُ وَأَرْوَحُ

Ketahuilah olehmu, bahwasanya guru itu adalah pembuka (yang tertutup) dan memudahkan (yang rumit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan guru akan lebih mudah dan lebih menyenangkan. (Minhajul 'Abidin ilaa Janhati Rabbil 'Alamiin, halaman 8)

2. Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqaf, beliau berkata :

إِنَّ الْمَشِيْخَةَ شَأْنُهَا عَظِيْمٌ وَأَمْرُهَا عَالٍ جَسِيْمٌ

Sesungguhnya guru itu kedudukannya sangat penting dan peranannya amat tinggi lagi besar (Kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25)

3. Syekh Zarnuji, beliau mengemukakan sebuah syair ciptaan sayyidina Ali

أَلَا لَا تَنَالُ اْلعِلْمَ إِلَّا بِسِتَّةٍ  #  سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانِ

ذَكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍ وَبُلْغَةٍ   #  وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

Ingatlah, kamu tidak akan meraih ilmu melainkan dengan enam perkara (syarat yang harus dipenuhi). # Aku akan ceritakan kepadamu semua itu dengan sejelas-jelasnya

Cerdas, semangat tinggi, ulet dan tabah, punya biaya # bimbingan guru dan waktunya lama. (Kitab Ta'lim Muta'allim, halaman 14)

4. Al-Habib Ahmad bin Abi Bakar Al-Hadhrami, beliau berkata :

إِنَّ اْلأَخْذَ مِنْ شَيْخٍ لَهُ تَمَامُ الْإِطِّلَاعِ مِمَّا يُتَعَيَّنُ عَلَى طَالِبِ الْعِلْمِ، وَأَمَّا مُجَرَّدُ اْلمُطَالَعَةِ بِغَيْرِ شَيْخٍ إِتِّكَالًا عَلَى اْلفَهْمِ فَقَلِيْلَةُ الْجَدْوَى إِذْ لَابُدَّ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ مُشْكِلَاتٌ تَتَّضِحُ لَهُ إِلَّا إِنْ حَلَّهَا شَيْخٌ

Bahwasanya mengambil ilmu dari seseorang guru yang sempurna penelaahannya itu dipandang penting bagi orang yang menuntut ilmu. Dan adapun semata-mata muthala'ah tanpa ada bimbingan dari guru karena mengandalkan pemahaman sendiri saja, maka sedikit hasilnya. Karena jika dia menemukan kerumitan-kerumitan, tidak akan jelas baginya kecuali adanya uraian dari guru. (Kitab manhalul Wurraadi min  Faidhil Imdaadi, halaman 102)

5. Al-Alamah Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid ra

قال العلامة الشيخ بكر بن عبد الله أبو زيد رحمه الله في كتابه القيم حلية طالب العلم :
تلقي العلم عن الأشياخ:
الأصل في الطلب أن يكون بطريق التلقين والتلقي عن الأساتيذ، والمثافنة للأشياخ، والأخذ من أفواه الرجال لا من الصحف وبطون الكتب، والأول من باب أخذ النسيب عن النسيب الناطق، وهو المعلم أما الثاني عن الكتاب، فهو جماد، فأنى له اتصال النسب؟
وقد قيل:"من دخل في العلم وحده؛ خرج وحده"(1)؛ أي: من دخل في طلب العلم بلا شيخ؛ خرج منه بلا علم، إذ العلم صنعة، وكل صنعة تحتاج إلى صانع، فلا بد إذاً لتعلمها من معلمها الحاذق.

Al-Alamah Syeikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid ra mengatakan dalam kitabnya Hilyah Thalib Al-Ilmi, 'Menerima Ilmu dari Para Masyayikh'.
Asal muda ilmu itu didapat dengan jalan bertalaqqi (bertemu/menerima langsung) dan didapat langsung dari para guru dan bimbingan para Masyayikh', mengambil ilmu dari mulutnya seorang lelaki bukan dari lembaran didalam kitab.

Pertama, dari bab mengambil bagian dari tema orang yg menyampaikan ilmu yaitu guru pembimbing (mu'allim) dan yg kedua dari kitab itu sendiri yg menjadi rujukan baku. Maka darimana sesungguhnya koneksi ilmu itu didapat?

Telah dikatakan : "Barangsiapa masuk mencari ilmu sendirian (tanpa guru), maka dia akan keluar dengan sendirian (tanpa ilmu)." Artinya, "Barangsiapa yg masuk untuk menuntut ilmu tanpa syaikh, maka dia keluar tanpa mendapat ilmu." Karena ilmu itu ditulis, dan setiap yg ditulis membutuhkan penulisnya/pengarangnya. Maka sudah seharusnya jika ingin mempelajari ilmu harus dari seorang pengajar yg pintar. (Al-Jawahir wa Ad-Durur Imam As-Sakhawi [5/58])

6. Al-Hafizh Ad-Dzahabi ra mengatakan :

قال الحافظ الذهبي رحمه الله تعالى في ترجمته له(2):
"ولم يكن له شيخ، بل اشتغل بالأخذ عن الكتب، وصنف كتاباً في تحصيل الصناعة من الكتب، وأنها أوفق من المعلمين، وهذا غلط"1هـ.

Al-Hafizh Ad-Dzahabi ra dalam kitab terjemahannya beliau mengatakan, "Dan bagi orang yg tidak memiliki syaikh pembimbing tetapi sibuk mengutip dari kitab untuk mengarang kitab dan menghasilkan karangan sebuah kitab yg cocok/sesuai dari para ahli ilmu hal ini adalah sebuah kesalahan." (Siir Al-A'lam An-Nubala' [18/105], Syarh Al-Ihya' [1/66], Bughyah Al-Wa'ah [1/131], Syadzrat Ad-Dzahab [5/11] dan Al-Ghunyah Li Al-Qadhi 'Iyadh [16-17])

Dlam kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25 dan kitab Taudhihul Adillah, juz III, halaman 147, terdapat syair :

مَنْ يَأْخُذِ الْعِلْمَ عَنْ شَيْخٍ مُشَافَهَةً # يَكُنْ عَنِ الزَّيْغِ وَالتَّحْرِيْفِ فِى حَرَمٍ

Barang siapa yang mengambil ilmu dari seorang guru secara langsung bergadap-hadapan # niscaya akan terjagalah dia dari kesesatan dan kekeliruan

وَإِنَّ بْتِغَاءَ اْلعِلْمِ دُوْنَ مُعَلِّمٍ # كَمُوْقِدِ مِصْبَاحٍ وَلَيْسَ لَهُ دُهْنٌ

Dan bahwasanya menuntut ilmu tanpa ada bimbingan dari guru # Laksana seseorang yang menyalakan pelita, padahal pelita itu tidak berminyak

كُلُّ مَنْ يَطْلُبُ اْلعُلُوْمَ فَرِيْدًا # دُوْنَ شَيْخٍ فَإِنَّهُ فِى ضَلَالٍ

Setiap orang yang menuntut ilmu secara tersendiri # tanpa guru, maka sesungguhnya dia berada dalam kesesatan.

Berkata Al-Kholil bin Ahmad,

ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺭﺟﻞ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻏﺎﻓﻞ ﻓﻨﺒﻬﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ
ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﺟﺎﻫﻞ ﻓﻌﻠﻤﻮﻩ
ﻭﺭﺟﻞ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻋﺎﻗﻞ
ﻓﺎﺗﺒﻌﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺎﺋﻖ ﻓﺎﺣﺬﺭﻭﻩ

“Orang-orang itu ada empat macam:

1. Seorang yang mengetahui dan tidak mengetahui bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang lalai maka ingatkalah ia

2. Dan seorang yang tidak tahu dan ia mengetahui bahwasanya ia tidak tahu, itulah orang yang jahil (bodoh) maka ajarilah ia.

3. Dan seorang yang mengetahui dan ia tahu bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang pandai maka ikutilah.

4. Dan seorang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwsanya ia tidak tahu, dan dia mengajarkan orang, itulah orang tolol maka jauhilah dia”          (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ila As-Sunan Al-Kubro 1/441 no 828)

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

Jumat, 08 November 2019

ACARA DAN DO'A PELEPASAN CALON HAJI DAN UMROH


ACARA DAN DO'A PELEPASAN CALON HAJI DAN UMROH*

1. Iftitah al Majlis
2. Qira’atul Qur’an / Sholawat Dustur
3. Shalawat Haji / Umroh
4. Kalimat al Wada’ / Sambutan
5. Do’a Safar
6. Adzan dan Iqamah
7. Mushafahah (bersalaman)

*(Iftitah Pelepasan Jama'ah)*

اَلْفَاتِحَةُ عَلَى أَنَّ اللهَ يُسَهِّلُ الطَّرِيْقَ لِـ (سبوت ناما جالون حاجي) وَيُقِلُّ التَّعْوِيْقَ وَيُيَسِّرُهُ فِي أَدَاءِ الْمَنَاسِكِ وَسَائِرِ الْعِبَادَاتِ وَيُبَلِّغُهُ إِلَى جَمِيْعِ الآمَالِ وَالْمَقَاصِدِ وَيُقَدِّرُهُ الْعَوْدَ إِلَى أَهْلِهِ فِي صِحَّةٍ وَعَافِيَةٍ وَسَلاَمَةٍ وَيَجْعَلُ حَجَّهُ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيَهُ سَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبَهُ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَأَنَّ اللهَ يَرْزُقُنَا جَمِيْعًا زِيَارَةَ مَكَّةَ وَالْمَدِيْنَِةِ فِي لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ. عَلَى هَذِهِ النِّيَّةِ وَكُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ وَإِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. الْفَاتِحَة

*(Qira’at al Qur’an / Sholawat Dustur)*
QS. Al Baqarah : 197.

اَللّٰـهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَزِدْ وَأَنْــعِمْ وَتَـفَضَّلْ وَبَـارِكْ بِـجَلَالِكَ وَكَمـَـالِكَ عَـلـٰى زَيِّـنْ عِبَادِكَ وَأَشْرَفِ عِبَادِكَ وَأَسْعَدِ الْعَرَبِ وَالْـعَـجَمِ وَإمَامِ الطَّـيِّــبَةِ وَالْحَرَمِ. وَالتُّــرْجُـمَانِ بِـلِسَانِ الْـقِدَمِ وَمَـنْـبَعِ الْـعِلْـمِ وَالْحِلْمِ وَالْحِكْـمـَةِ وَالْحِكَمِ. أَبِى اْلـقَاسِمِ سَيِّــدِنَـا وَحَـبِـيْـبِـنَا وَشَـفِـيْـعِـنَا وَمَوْلَانَـا مُحَمَّدٍ. زِدْهُ شَرَفًـا يَـارَبِّ ×3 وَكَــرَمًا وَتَـعْظِـيْمًا وَرِفْـعَـةً وَمَهَابَـةً وَبِـرًّا. وَرَضِيَ اللّـهُ تَـبَارَكَ وَتَـعَالـٰى عَـنْ ذَوِى الْـفَخْـرِ الْعَـلِـىِّ وَالْـقَـدْرِ الْجَـلِـىِّ. سَادَاتِــنَا وَأَئِـمَّــتِــنَا وَمَـوْالِـــيْــنَا أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرٍ وَعُـثْـمَانٍ وَعَـلِـيٍّ وَعَـنْ بَـقِــيَّـةِ الصَّحَابَـةِ وَقَـرَابَـةِ رَسُوْلِ اللّــهِ صَلّى اللّـهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِــيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّــهِ رَبِّ الْعَالَـمِـيْنَ.

*(Shalawat Haji / Umroh)*

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكْ ۞ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكْ لبَّيْكَ
إِنَّ الْحَمْدَ والنعمة لَكْ ۞ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكْ ×2

يَا رَبَّ زَمْزَمْ وَالْمَقَامْ ۞ وَالرُّكْنِ وَالْبَيْتِ الْحَرَامْ
صَلَّى عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامْ ۞ وَالآلِ وَالصَّحْبِ الْكِرَامْ ×2

يَا رَبِّ صَلِّ وَسَلِّمْ ۞ عَلَى النَّبِي خَيْرِ اْلأَنَامْ
زُرْنَا مَكَّةْ وَإِلَى زَمْزَمْ ۞ مُحَمَّدْ عَلَيْهِ السَّلاَمْ ×2

وَاجْعَلْهُ حَجًّا مَبْرُوْرًا ۞ وَاجْعَلْهُ سَعْيًا مَشْكُوْرًا
بِجَاهِ الْمُصْطَفَى الرَّسُولْ ۞ وَجُدْ بِنَا وَبِالْقَبُولْ ×2

*(Kalimat al Wada’ / Sambutan Calon Haji atau Umroh)*

*(Do’a Safar)*

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَآءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ. اَللَّهُمَّ اطْوِ عَنَّا اْلأَرْضَ، وَهَوِّنْ عَلَيْنَا السَّفَرَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمُنْقَلَبِ، وَمِنْ سُوْءِ الْمَنْظَرِ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ وَالْوَلَدِ. اَللَّهُمَّ بِكَ نَسْتَعِيْنُ وَعَلَيْكَ نَتَوَكَّلُ. اَللَّهُمَّ ذَلِّلْ لَنَا صُعُوْبَةَ أُمُوْرِنَا، وَسَهِّلْ عَلَيْنَا مَشَقَّةَ سَفَرِنَا، وَارْزُقْنَا مِنَ الْخَيْرِ أَكْثَرَ مِمَّا نَطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنَّا كُلَّ شَرٍّ. رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْلِيْ أَمْرِيْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْدِعُكَ أَنْفُسَنَا وَدِيْنَنَا وَأَهْلَنَا وَأَقَارِبَنَا، وكُلَّ مَا أَنْعَمْتَ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيَا، فَاحْفِظْنَا أَجْمَعِيْنَ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ يَا كَرِيْمُ. اَللَّهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْنَا وَبِكَ اعْتَصَمْنَا. اَللَّهُمَّ اكْفِنَا مَا هَمَّنَا وَمَا لاَ نَهْتَمُّ لَهُ. اَللَّهُمَّ زَوِّدْنَا التَّقْوَى وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَوَجِّهْنَا لِلْخَيْرِ اَيْنَمَا تَوَجَّهْنَا. بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْنَا عَلَى اللهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ أَنْ نَضِلَّ أَوْ نُضَلَّ أَوْ نَذِلَّ أَوْ نُذَلَّ أَوْ نَظْلِمَ أَوْ نُظْلَمَ أَوْ نَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلُ عَلَيْنَا. رَبِّ أَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِيْ مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيْرًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَة وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. دَخَلْنَا فِيْ كَنَفِ اللهِ وَتَحَصَّنَّا بِحِصْنِ اللهِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. حَسْبُنَا اللهُ كُفِيْنَا، وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وُقِيْنَا، وَنِعْمَ النَّصِيْرُ هُدِيْنَا. اَللَّهُمَّ يَسِّرْ لَنَا وَيَسِّرْ لَهُ زِيَارَةَ حَرَمِكَ وَحَرَمِ رَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا وَإِيَّاهُ زِيَارَةَ بَيْتِكَ الْحَرَامِ، وَزِيَارَةَ قَبْرِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِمْ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ، فِيْ لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ وَسَلاَمَةٍ وَبُلُوْغَ الْمَرَامِ، بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَاْلعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَالْحُجَّاجَ وَالْغُزَّاةَ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ، فِي بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ حَجَّنَا وَحَجَّهُ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَعَمَلاً صَالِحًا مَقْبُوْلاً وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ، يَا عَزِيْزُ يَا غَفُوْرُ. يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. تَقَبَّلْ دُعَاءَنَا بِسِرِّ الْفَاتِحَةِ.

*(Adzan dan Iqamah)*

Selesai do’a dibacakan calon haji berdiri menghadap kiblat dan petugas adzan berdiri di belakangnya mengumandangkan adzan dan iqamah. Lafadz adzan dan iqamah yang dikumandangkan sebagaimana adzan iqamah yang biasa dilafadzkan ketika hendak shalat.

*(Mushafahah / Bersalaman)*

Kamis, 07 November 2019

EDISI KHUTBAH JUM'AT (Hikmah dan Keutamaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ)


*Khutbah Pertama*

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ:

فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ 

*Jama'ah shalat Jum'at rahimakumullâh,* 

Alhamdulillah, pada bulan ini kita berada di bulan Rabi’ul Awal 1441 H. Bulan Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ merupakan kenikmatan yang amat besar dari Allah ﷻ bagi seluruh alam. Penting bagi kita sebagai umat Islam untuk bersyukur atas kelahiran Nabi dan mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaan ketika memperingati Maulid Nabi. 

Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami As-Syafi'i dalam kitab karyanya An-Ni'matul Kubro 'Alal 'Alam Fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam menjelaskan sbb :

فَصْلٌ فِي بَيَانِ فَضْلِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قال ابو بكر الصديق رضي الله عنه (مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَى قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِي الْجَنَّة) وقال عمر رضي الله عنه (مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ) وقال عثمان رضي الله عنه (مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَى قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَأَنَّمَا شَهِدَ غَزْوَةَ بَدْرٍ وَ حُنَيْنٍ) وقال علي رضي الله عنه وكرّم الله وجهه (مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ سَبَبًا لِقِرَاءِتِهِ لا يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ بِاْلإِيْمَانِ وَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ)

*PASAL: KEUTAMAAN PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM*

Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq berkata : (Barangsiapa yang berinfaq satu dirham untuk membaca (kisah) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam niscaya orang tersebut kawan karibku didalam Surga)

Sayyidina ‘Umar bin Khaththab berkata : (Barangsiapa yang membesarkan (mengagungkan) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka sungguh orang tersebut telah menghidupkan agama Islam)

Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan : »Barangsiapa yang berinfaq satu dirham untuk membaca (kisah) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka seakan-akan orang tersebut telah syahid pada perang Badar dan perang Hunain«

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib berkata : »Barangsiapa yang membesarkan (mengagungkan) Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang tersebut menjadi penyebab terhadap bacaan kisah Maulid niscaya orang tersebut tidak keluar dari dunia ini kecuali bersama iman dan masuk surga dengan tiada hisab« *(Ni’mah Al-Kubro ‘Ala Al-‘Alam Fi Maulid Sayyid Walad Adam [Nikmat Yang Besar Atas Alam Pada Kelahiran Penghulu Keturunan Adam] hal. 5-6 karangan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i)*

Al-Hafizh Imam Syihabuddin Abul Fadhil bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar yang kita kenal dengan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani sebagaimana dikutip oleh Imam Jalaludin As-Suyuti dalam kitab al-Hawi lil Fatawi, juz 1 halaman 230 menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan ritual untuk mensyukuri nikmat Allah ﷻ. Karena itu, dalam kesempatan yang mulia ini khatib ingin menyampaikan bagaimana hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? bagaimana cara merayakan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? dan bagaimana esensi perayaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ?   

*Jama'ah shalat Jum'at rahimakumullâh,* 

Ibnu Hajar Al-Asqalani menelusuri dasar hukum peringatan maulid yang ditemukannya berasal dari hadits riwayat Bukhari Muslim perihal puasa Asyura yang dilakukan umat Yahudi di Madinah sebagai peringatan atas runtuhnya kejayaan Fir‘aun dan selematnya Nabi Musa AS. Berikut ini penjelasan Al-Hafizh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani.

واستنبط الحافظ ابن حجر تخريج عمل المولد على أصل ثابت في السنة وهو ما في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى ونحن نصومه شكرا فقال نحن أولى بموسى منكم وقد جوزي أبو لهب بتخفيف العذاب عنه يوم الإثنين بسبب إعتاقه ثويبة لما بشرته بولادته صلى الله عليه وسلم وأنه يخرج له من بين إصبعيه ماء يشربه كما أخبر بذلك العباس في منام رأى فيه أبا لهب ورحم الله القائل وهو حافظ الشام شمس الدين محمد بن ناصر حيث قال إذا كان هذا كافرا جاء ذمه وتبت يداه في الجحيم مخلدا أتى أنه في يوم الإثنين دائما يخفف عنه للسرور بأحمد فما الظن بالعبد الذي كان عمره بأحمد مسرورا ومات موحدا.

“Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani melacak dasar hukum (istinbathul ahkam) peringatan maulid nabi (maulidan) pada sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Riwayat itu menyebutkan ketika tiba di Kota Madinah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi setempat berpuasa di hari Asyura. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada mereka terkait peristiwa yang terjadi pada hari Asyura. ‘Asyura adalah hari di mana Allah menenggelamkan Fir‘aun dan menyelamatkan Nabi Musa AS. Kami berpuasa hari Asyura ini sebagai rasa syukur,’ jawab mereka. ‘Kalau begitu kami lebih layak bersyukur atas kemenangan Nabi Musa AS dibanding kalian,’ kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Lahab sendiri diringankan dari siksa kubur setiap hari Senin karena telah memerdekakan budaknya bernama Tsuwaybah yang membawa kabar gembira kepadanya atas kelahiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari sela kedua jari bayi itu keluar air yang kemudian diminum Abu Lahab. Hal ini diriwayatkan Sayyidina Abbas ra yang berjumpa Abu Lahab dalam mimpi. Syamsuddin Muhammad bin Nashir-semoga Allah merahmatinya-mengatakan, ‘Kalau demikian besar rahmat Allah terhadap orang kafir yang kelak kekal di neraka bahkan diabadikan dalam sebuah surat di Al-Quran dengan datangnya keringanan siksa kubur setiap hari Senin karena gembira menyambut kelahiran Rasulullah, apalagi karunia Allah terhadap orang beriman yang seumur hidupnya gembira atas kelahiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mati dalam keadaan iman.’” *(Pernyatan Syekh Imam Abu Syamah dan Al-Hafizh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani terdapat dalam kitab I‘anatut Thalibin karya Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi)*

Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam kitab Mafahim Yajib an Tushahhah halaman 316, peringatan maulid Nabi Muhammad ﷺ merupakan bentuk tradisi yang baik di masyarakat, bukan termasuk bagian dari masalah ibadah yang dipersoalkan keabsahannya. Sekali lagi, acara peringatan Maulid Nabi adalah tradisi dan adat kebiasaan yang baik. Dikategorikan tradisi yang baik, karena substansi peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ memiliki banyak manfa'at dan kebaikan bagi masyarakat, seperti meneladani prilaku Nabi, pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir, tahlil, kalimat thayyibah dan pembacaan sejarah dan perjuangan Nabi Muhammad ﷺ. Hal tersebut juga berlaku untuk tradisi keagamaan selainnya, seperti peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan Nuzulul Qur’an, Peringatan Tahun Baru Muharram, dan sesamanya. 

Syekh Abdul Karim Zidan dalam kitabnya al-Wajiz fi Ushulil Fiqhi halaman 253 menjelaskan bahwa tradisi yang syar’i adalah tradisi yang tidak berlawanan dengan nash agama, tradisi yang membawa maslahat syar’i, dan tradisi yang tidak menimbulkan mudarat bagi masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ adalah tradisi yang baik, karena substansinya dilegitimasi oleh syariat agama.   

*Jama'ah shalat Jum'at rahimakumullâh,* 

Bagaimana Esensi perayaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ? Ada hal penting bagi kita dalam merayakan maulid Nabi Muhammad ﷺ, yaitu ungkapan rasa syukur kita atas rahmat Allah ﷻ yang agung bagi seluruh alam semesta. Yaitu kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Kelahiran Nabi Muhammad merupakan rahmat yang agung untuk alam semesta ini.

Imam Al-Hakim meriwayatkan hadits dalam kitab Mustadrak Shahihain, Juz 1 halaman 91. Nabi bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ 

“Wahai manusia, tiada lain aku ini adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah untuk kalian).” 

*Jama'ah shalat Jum'at rahimakumullâh,* 

Oleh karena itu, mari kita menjadikan Rasulullah Nabi Muhammad ﷺ sebagai teladan dan contoh dalam beragama. siapa pun kita, baik sebagai pejabat maupun rakyat, baik sebagai orang kaya maupun kaum papa, baik sebagai pemimpin maupun yang dipimpin, baik sebagai politisi maupun pemilik aspirasi, mari kita meneladani perilaku Nabi Muhammad ﷺ yang penuh dengan adab dan kesopanan, akhlak beliau yang mulia, sifat beliau yang pemaaf, perkataan beliau yang lemah lembut dan jauh dari sikap kasar, dan selalu membimbing umat menuju kebaikan dan kemaslahatan. Semoga kita semua benar-benar dapat menjalankan ajaran beliau sehingga kita benar-benar diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin. 

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا    باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

*Khutbah Kedua* 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ