Rabu, 24 Juli 2019
KAJIAN TENTANG HAKIKAT SALAFUS SHALIH KLAIM SALAFI WAHABI
Imam Baijuri dalam kitabnya Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri ‘Ala Jauharah At-Tauhid (Syarah Kitab Tuhfah Al-Murid ‘Ala Jauharah At-Tauhid) cetakan pertama Daar As-Salam Li At-Thaba’ah wa An-Nasyr Wa At-Tauzi’ tahun 1422 H/2002 M hal. 20 menyebutkan,
وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ
Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. “Segala kejahatan tertumpu pada bid’ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)”
Sering kita dengar bahwa selayaknya kaum muslim mengikuti/merujuk kepada Al-Qur’an, As-Sunnah dan Salafus Shalih (para Ulama Salaf), bahkan ada komunitas yang mengklaim merekalah pengikut Salafus Shalih. Namun, siapakah ulama salaf itu? Apa maksudnya merujuk pada ulama salaf? Lantas bagaimana jika kita mengikuti ulama yang bukan salaf (Ulama Khalaf)?
Istilah ulama khalaf terkadang dimaksudkan sebagai generasi yang datang setelah ulama salaf atau ulama terbelakang yang bukan generasi salaf. Generasi salaf adalah tiga kurun waktu yang terbaik, zamannya para Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. Itu generasi salaf, yang setelahnya disebut khalaf. Apabila yang dimaksud dari sisi zaman, maka ini tidak menunjukkan kontradiksi antara penyebutan salaf dan khalaf. Oleh karena itu terkadang disebutkan kesepakatan ulama salaf wal khalaf. Maksudnya ulama salaf yang ada di zaman terdahulu dan setelahnya yang mengikuti mereka dengan kebaikan.
Oleh karena itu Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali beliau menulis satu kitab khusus, Fadlu Al-As-Salaf ‘Ala Ilmi Al-Khalaf (Keutamaannya ilmunya salaf dibanding ilmunya khalaf). Ilmu kholaf, ilmu yang mereka pelajari, ilmu filsafat, ilmu kalam, yang menyimpang dari ilmu yang dipelajari oleh para sahabat, kitabullah dan sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan setiap muslim wajib untuk mengikuti jalannya para ulama salaf. Oleh karena itu penyebutan salafy atau salafiyah itu bukan penyebutan satu kelompok. Namun penyebutan tersebut adalah nisbah, penisbatan kepada salaf. Bahwa kita mengikuti jalan mereka, kita mencintai mereka, beramal seperti apa yang mereka amalkan, baik dalam hal aqidah, dalam hal tauhid, dalam manhaj, dalam bermuamalah, dalam akhlaq, dalam setiap perkara dalam agama ini, maka dia disebut salafy atau salafiyah, karena mengikuti salaf. Kata seorang ulama rujukan salafi wahabi Ibnu Taimiyah sbb,
لاعيب علي من أظهرمذهب السلف وانتسب إليه واعتزي إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لايكون إلاحقا
Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran (Majmu’Fatawa jilid 4 hal. 149)
*Definisi Ulama Salaf*
a. Etimologi (secara bahasa):
Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ (سلف = س, ل, ف) adalah pokok yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95)
b. Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4 perkataan :
1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat Nabi saja.
2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamdalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ»
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.
*Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih*
*a. Dalil Dari Al-Qur’an Al-Karim*
Allah Ta’ala berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-Taubah : 100]
*b. Dalil Dari As-Sunnah*
1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ ، وَيَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَنْذُرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim (2533))
2. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.
*c. Dari perkataan Salafush Shalih*
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,
“اِتَّبِعُوا وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ”
“Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ، أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوا أَفْضَلَ هَذِهِ الْأُمَّةِ، أَبَرَّهَا قُلُوبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللَّهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةِ دِينِهِ، فَاعْرَفُوا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوهُمْ فِي آثَارِهِمْ، وَتَمَسَّكُوا بِمَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ أَخْلَاقِهِمْ وَدِينِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا عَلَى الْهَدْيِ الْمُسْتَقِيمِ.
“Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani Nabi-Nya, dan menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,
“العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، فما كان غير ذلك فليس بعلم”
“Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29)
*Definisi Ulama Khalaf*
Ulama Khalaf secara bahasa berarti ulama ke belakang atau kemudian. Asal kata dari “Khalafa, Yakhlufu, Khalfan” خلف, يخلف, خلفا mengikuti wazan “Fa’ala, Yaf’ulu, Fa’lan” فعل, يفعل, فعلا Fi’il Tsulatsi Mujarrod Bina’ Shahih yang berarti terbelakang/terkemudian.
Sedangkan menurut istilah Ulama Khalaf berarti generasi yang ditinggalkan setelah generasi terdahulu yaitu para ulama yang hidup setelah ulama salaf.
الخَلْفُ ضدّ قُدّام
Maksudnya: Khalfu (terbelakang) adalah lawan bagi Quddam (terdahulu) [Lisan Al-‘Arab, madah: khalafa]
Seseorang tidak akan dinamakan sebagai khalaf dari sesuatu melainkan dia penerus apa yang dilakukan oleh orang terdahulunya. Maka, dinamakanlah para ulama’ khalaf sebagai khalaf karana mereka meneruskan apa yang dipegang oleh ulama’ salaf, bukan karana mereka berbeda dengan salaf. Orang yang memahami bahwa ulama’ khalaf berbeda dengan ulama’ salaf dari sudut pegangan dan femahaman agama yang usul itu adalah suatu femahaman batil terhadap maksud khalaf itu sendiri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memuji generasi khalaf ini yang meneruskan usaha menjaga kemurnian agama daripada golongan jahil dan batil.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله، ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين
Maksudnya: “Ilmu ini akan dipikul oleh setiap khalaf (orang yang kemudian) dari kalangan yang adil daripadanya, yang menafikan tahrif (penyelewengan) orang yang melampaui batas, kepincangan golongan pembuat kebatilan dan takwilan dari orang-orang jahil”.
[Hadith diriwayatkan secara mursal dalam sebahagian riwayat (Misykat Al-Mashabih) dan disambung secara sanadnya kepada sahabat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh Al-Imam Al-‘Ala’i [As-Safarini mengatakan sahih dalam kitab Al-Qaul Al-‘Ali : 227]
Para Imam Salafus Shalih dari Tabi’ut Tabi’iin diantaranya adalah 4 Imam Madzahib. Tabi’ut tabi’in (pengikut Tabi’in) adalah generasi ke-3 sesudah generasi Tabi’in dan generasi Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam yang hidup dalam kurun waktu dibawah 300 tahun setelah hijrah. Diantara mereka ada yang merupakan anak dari Tabi’in atau cucu dari Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut definisi sunni, Tabi’in adalah seorang ulama yang pernah berjumpa dengan minimal seorang Tabi’in.
Tabi’ut tabi’in atau Atbaut Tabi’in adalah generasi setelah Tabi’in, artinya pengikut Tabi’in, adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi’in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi’ut tabi’in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi’in dan Shahabat. Tabi’ut tabi’in disebut juga murid Tabi’in. Menurut banyak literatur Hadits : Tabi’ut Tabi’in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi’in dan sampai wafatnya beragama Islam. Ada yang mengatakan bahwa Tabi’ut Tabi’in adalah orang yang hidup dalam kurun waktu dibawah 300 tahun setelah hijrah.
Adapun 4 Imam Madzahib yang kita kenal saat ini termasuk Tabi’ut Tabi’in yaitu:
1. Imam Abu Hanifah (Hanafi) lahir 80 H wafat 148 H (lengkapnya: Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi)
2. Imam Malik bin Anas (Maliki) lahir 93 H Wafat 179 H (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani)
3. Imam Muhammad Idris As-Syafi’i (Syafi’i) lahir 150 H wafat 204 H (Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī)
4. Imam Ahmad bin Hanbal (Hambali) lahir 164 H wafat 241 (lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi)
Sementara perlu kita ketahui kelahiran madzab baru dari kalangan salafi wahabi yang lebih mengikuti pendapat/ijtihad para ulama khalaf dibanding ulama salaf (4 Imam Madzahib yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) mereka lebih dominan mengikuti ulama yang mereka klaim sebagai ulama mujaddid (pembaharu) madzab diantaranya adalah sbb:
1. Ibnu Taimiyah (661 H – )
2. Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 H – 1206 H)
3. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1330 H – 1420 H)
4. Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (1347 H – 1421 H)
5. Muhammad Nashiruddin Al-Albani (1333 H – 1420 H
6. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan (1345 H – )
7. Abdurahman bin Nashir As-Sa’di (1307 H – 1376 H)
8. Muqbil bin Hady Al-Wadi’i ( ? – 1422 H)
9. Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin (1353 – 1430 H)
10. Dan ulama lainnya yang hidup ribuan tahun setelah hijrah dan setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam wafat.
Al-Imam Al-Hafiz Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi Al-Asy’ari yang menulis kitab berjudul,
الاعتقاد علي مذهب السلف اهل السنه و الجماعه
(Al-I’tiqad ‘ala Mazhab As-Salaf Ahl As-Sunnah wal Jamaah yang maksudnya: Kepercayaan aqidah berteraskan mazhab Salaf ahli sunnah wal jamaah).
Sudah pasti kitab ini mengandung pembahasan aqidah secara manhaj Asya’irah, namun di sisi Al-Imam Al-Baihaqi itu tidak lain melainkan aqidah mazhab Salaf juga. Jadi, Asya’irah juga adalah “Salafiyyah” (jika ingin menggunakan istilah sekarang) pada asalnya, bahkan lebih awal “Salafiyyah” mereka Asya’irah di banding klaim Salafi Wahabi yang muncul kemudian.
Walhasil, yang pantas disebut sebagai penerus Salaf Ash-Sholeh dan berjalan diatas manhaj salaf serta mengerti pemahaman para sahabat adalah mereka yang mengikuti metode Ushul Fiqh yang telah dirumuskan oleh Para Imam Mujtahid (4 Imam Madzahib) diatas, untuk menggali hukum dari nash-nash syara’ guna menjawab problematika kontemporer umat saat ini, agar seperti pendahulunya mereka senantiasa terikat dengan Syari’at Islam. Dan tidak ada salahnya kita mengikuti hujjah dan fatwa para ulama khalaf asalkan tidak meninggalkan hujjah-hujah dan fatwa para ulama salaf sebagaimana penjelasan Imam Mujtahid yang 4 yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali rodhiallahu ‘amhum. Wallahu a’lam bis-Shawab
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Aamin yaa Rabbal ‘Alamin
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menjelaskan dalam kajiannya semoga bermanfa’at. Aamiin
*والله الموفق الى اقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar