Rabu, 31 Juli 2019

KAJIAN TENTANG ADZAN DAN IQOMAH SAAT BERANGKAT HAJI DAN UMROH


Mengenai pro kontra adzan saat keberangkatan calon jama'ah haji atau umroh menarik untuk dipecahkan. Hal ini menyangkut kebiasaannya, calon jama’ah haji atau umroh yg akan berangkat menunaikan kewajibannya, berpamitan dulu kepada para kerabat, tetangga, famili dan para undangan, kemudian ketika pemberangkatan biasanya ada semacam ritual pemberangkatan yaitu dengan dikumandangkannya Adzan, dimana tidak sedikit yg menyalahkan dan mempertanyakannya.

Adzan merupakan salah satu perkara yang disyariatkan kepada kita, terlebih saat menjelang sholat lima waktu. Hal yang sama juga dengan iqomah. Sunat adzan dan iqomah juga dianjurkan saat musafir terutama berpergian ke tanah suci.

Adzan dan iqomah berpergian ke tanah suci telah dianut oleh mayoritas masyarakat dan ini pun bukan tidak ada dalil dan pegangan, namun para ulama telah menjelaskannya dalam beberapa kitab karangan ulama.

Salah satunya sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Tholibin, Juz 1 hal: 23 :

قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيح فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية

"Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir', maksudnya adalah disunahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shohih. Abu Ya’la dalam Musnad~nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan : "Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian, asal tidak bertujuan maksiat"

Imam an-Nawawi menyebutkan dalam al-Minhaj terkait adzan-adzan di luar shalat yang disunnahkan. Sebagaimana disebutkan oleh Ibn Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj yang merupakan kitab syarah dari al-Minhaj yang merupakan karangan dari Imam an-Nawawi.

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ

“Disunnahkan adzan selain shalat, yaitu saat adzan untuk bayi yang baru lahir, orang yang sedang bersedih hati, orang yang menderita penyakit epilepsi, orang yang sedang marah, orang atau binatang yang memiliki perangai buruk, saat perang sedang berkecamuk, saat kebakaran, dan dikatakan juga menurunkan mayat pada liang kubur dengan mengqiyaskan saat awal terlahirnya ke dunia, namun aku (an-Nawawi) menolak tentang kesunnahannya dalam syarh al-‘Ubaab, saat terdapat gangguan jin berdasarkan hadits yang shahih di dalamnya, juga Adzan dan iqamah menjelang bepergian seorang musafir.”

Dari penjelasan Imam an-Nawawi di atas, bisa disimpulkan bahwa adzan dan iqamah tidak hanya dianjurkan saat menjelang melakukan shalat berjamaah saja, tetapi juga beberapa perbuatan baik sebagaimana di sebutkan di atas.

Sedangkan penjelasan terkait adzan sebelum berangkat haji, juga termasuk dalam sepuluh hal yang telah disebutkan di atas oleh Imam an-Nawawi, yaitu melepas orang bepergian (musafir) karena hakekatnya orang yang berangkat haji adalah orang yang bepergian dari rumahnya menuju Baitullah.

Memperkuat argumen diatas, dalam sebuah hadits juga disebutkan pemahaman yang sama, hadist tersebut berasal dari Malik bin Al Huwairits, ia berkata :

 أَتَى رَجُلاَنِ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يُرِيدَانِ السَّفَرَ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا أَنْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا »

“Ada dua orang yang pernah mendatangi Nabi SAW, mereka berdua ingin melakukan safar. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Jika kalian berdua keluar, maka kumandangkanlah adzan lalu iqomah, lalu yang paling tua di antara kalian hendaknya menjadi imam". (HR. imam Bukhori)

Dikisahkan juga, Shohabat Bilal bin Robbah juga pernah melakukan adzan dalam perjalanannya musafir Umar Bin Khottob ke negeri Syam, ini juga disebutkan dalam kitab I'anatut Tholibin yang berbunyi,

فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي بكر إلي أن مات ... الخ

"Faidah: Shohabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khottob berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang~orang menangis terharu sejadi~jadinya.

Tapi ada khobar lain, "Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar".

Bukan hanya itu, anjuran adzan dan iqomah juga disebutkan telah dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaiho wa sallam sendiri dan ini sebagaimana disebutkan dalam hadist,

من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي

Riwayat Abu Bakar dan Ar Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata : Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari 'Ali dari 'Aisyah rah, ia mengatakan : "Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rosulullah, Rosul pun mengadzani dan mengiqomati.

Hadits ini menurut Ibnu Sunni bersifat mutawattir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qorafi, dan al-Baihaqi. [Ibnu Hibban, Sunan ibnu Hibban, Juz I, Beirut Dar al-Fikr, hal: 36]

*a. Pemahaman secara Tekstual*

Sahabat Ali ra dan Aisyah rah bercerita, jika seseorang mau bepergian atau berangkat haji, dia berpamitan kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam, kemudian Rosul pun meng-adzani dan meng-iqomatinya.

*b. Pemahaman secara Kontekstual*

Dari paparan Hadits di atas bisa kita artikan bahwa seorang yg akan bepergian jauh (termasuk haji atau umroh) maka dianjurkan untuk berpamitan kepada para saudara, kerabat, tetangga dan para alim seraya minta do’a restu. Dan khususnya bepergian yg merupakan ibadah yg sangat mulia yaitu haji dan juga bepergian yg bukan merupakan maksiat, maka menjadi suatu penghormatan yg pantas bila dikumandangkan adzan, hal tersebut patut diteladani karena Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam sendiri juga telah mengajarkannya.

*c. Istimbat Hukum*

Dari tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam, khususnya ulama’ Nahdliyyin  (Aswaja NU) berpendapat bahwa adzan yg dilakukan pada saat pemberangkatan haji adalah boleh (mubah). Hal ini berdasarkan pada Hadits Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam yg telah disebutkan di atas.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa selama bepergian jarak jauh tidak dalam tujuan maksiat, maka dianjurkan mengumandangkan adzan dan iqamah sebelum bepergian. Jika yang dianjurkan adzan adalah semua bepergian yang tak memiliki unsur maksiat, maka haji juga termasuk. Sehingga adzan dan iqamah menjelang berangkat haji sangat dianjurkan. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar