Sabtu, 22 Juni 2019
BENARKAH DARAH TIDAK NAJIS KECUALI DARAH HAIDH?*
(Tanggapan Tentang Orang Yang Mengatakan Darah Tidak Najis)
Dalam sebuah video seorang ustadz menyampaikan bahwa darah tidak ada yang najis kecuali darah haidh. Dia menukil sebuah riwayat hadits untuk dijadikan landasan hujjahnya, yaitu tentang peristiwa yang dialami seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tetap melanjutkan shalatnya ketika kena anak panah. Adapun hadits yang dimaksudkan saya kutibkan lengkapnya sebagai berikut :
عن ابن اسحاق عن جابر رضي الله عنه قال : لما كان الرسول صلى الله عليه و سلم لما قفل عائدا من غزوة ذات الرقاع نزل بالمسلمين فى شعب من الشعاب ليقضوا ليلتهم فيه , و كان أحد المسلمين قد سبى أثناء الغزوة أمرأة من نساء المشركين فى غيبة زوجها فلما حضر الزوج المشرك و لم يجد زوجته أقسم باللات و العزى ليلحقن بمحمد و أصحابه و ألا يعود الا اذا أراق منهم دما.
فما كاد المسلمون ينيخون رواحلهم فى الشعب حتى قال لهم الرسول صلى الله عليه و سلم : من يحرسنا فى ليلتنا هذه ؟؟؟؟
فقام اليه عباد بن بشر و عمار بن ياسر و قالا : نحن يا رسول الله - و قد كان رسول الله صلى الله عليه و سلم قد آخى بينهما حين هاجر المهاجرون الى المدينة المنورة - فلما خرجا الى فم الشعب قال عباد بن بشر لأخيه عمار بن ياسر : أى شطرى الليل تؤثر أن تنام فيه , أوله أم آخره ؟؟
فقال عمار بن ياسر : بل أنام أوله , ثم أضطجع غير بعيد عنه .
كان الليل ساجيا هادئا وادعا و كان النجم و الشجر و الحجر تسبح بحمد ربها و تقدس له , فتاقت نفس عباد بن بشر الى العبادة و اشتاق قلبه الى القرآن و كان أحلى ما يحلو له القرآن اذا رتله مصليا فيجمع متعة الصلاة الى متعة التلاوة , فتوجه الى القبلة و دخل فى الصلاة و طفق يقراء من سورة الكهف بصوته الشجى النقى العذب , و فيها هو سابح فى هذا النور الألهى غارق فى لألاء ضيائه اذا أقبل الرجل وزج المرأة السبية فلما رأى عباد بن بشر من بعيد يصلى منتصبا على فم الشعب عرف ان النبى صلى الله عليه و سلم و أصحابة بداخل الشعب و أدرك أن هذا الواقف ( عباد بن بشر ) هو حارس القوم فقام بتجهيز قوسه و تناول سهما من كنانته و رماه به فأصابه السهم فانتزعه عباد بن بشر من جسده و مضى مكملا لتلاوته غارقا فى صلاته ... فرماه الرجل بسهم آخر فأصابه ففعل عباد كما فعل فى الأولى فرماه الرجل بسهم ثالث فانتزعه عباد كما انتزع سابقيه و زحف حتى غدا قريبا من صاحبه و أيقظه قائلا : انهض فقد أثخنتنى الجراح .
فلما رآهما الرجل ولى هاربا
و التفت عمار بن ياسر الى عباد بن بشر فرأى الدماء تنزف غزيرة من جراحه الثلاثة فقال له : يا سبحان الله , هلا أيقظتنى عند أول سهم رماك به ؟؟؟؟؟
فقال عباد : كنت فى سورة أقرأها فلم أحب أن اقطعها حتى أفرغ منها و أيم الله لولا خوفى من أن أضيع ثغرا من ثغور المسلمين أمرنى رسول الله صلى الله عليه و سلم بحفظه لكان قطع النفس أحب الىَ من قطعها
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Jabir. ra katanya, 'Kami keluar bersama Rasulullah di dalam perang Dzatur Riqa'. Beliau pergi bersama orang-orang Muslim di suatu tempat untuk menghabiskan malam mereka di dalamnya. Ketika itu seorang lelaki telah menyakiti istri dari seorang laki-laki musyrik. Ketika Rasulullah bertolak dari tempat itu untuk pulang, maka kembalilah suami wanita itu yang tidak hadir di tempat itu ketika kejadian itu terjadi. Ketika ia diberitahu mengenai kejadian itu, ia bersumpah tidak akan berhenti sampai berhasil menumpahkan darah sahabat Muhammad. Kemudian ia keluar mengikuti jejak Rasulullah.
Rasulullah singgah di suatu tempat untuk istirahat dan berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Siapa lelaki yang bersedia menjaga keselamatan kami pada malam ini?"
Seorang lelaki Anshor dan seorang lelaki Muhajrin bersedia utnuk memikul tugas itu, seeraya berkata kepada Rasulullah, "Kami, wahai Rasulullah."
Rssulullah berkata kepada keduanya, "Berjagalah kalian di pintu Syai'b."
Kedua sahabat itu adalah Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyr.
Ketika keduanya pergi menuju pintu syi'b itu, sahabat Anshor bertanya kepada sahabat Muhajirin, "Pada bagian manakah yang kamu inginkan aku untuk berjaga, pada awal atau akhir malam?"
"Berjaglah pada akhir malam." Jawab sahabat Muhajrin itu. Maka sahabat Muhajrin itu berbaring lalu tidur. Sedangkan sahabat Anshar bangun dan mendirikan shalat. Ketiak sedang shalat, lelaki musyrikin yang telah bersumpah untuk membunuh sahabat Rasulullah itu datang. Ketika ia melihat bayangan dua orang sahabat itu, ia mengetahui bahwa keduanya adalah pengawal bagi pasukan orang islam. Lalu ia pun memanah sahabat yang sedang mengerjakan shalat dan mengenai tubuhnya.
Sahabat itu mencabut anak panahdari tubuhnya lalu melanjutkan shalatnya. Kemudian orang musyrik itu melontarkan anak panah lainnya dan mengenainya. Sahabat itu mencabut anak panah itu dari tubuhnya lagi dan melanjutkan shlatnya. Kemudian orang musyrik itu mengulanginya untuk yang ketiga kalinya, dan tepat mengenainya. Kemudian sahabat itu mencabutnya, dan membuangnya, lalu ruku' dan sujud. Kemudian ia membangunkan sahabatnyayang sedang tidur seraya berkata, "Duduklah, aku telah terpanah dan tertahan ditempatku ini."
Lelaki musyrik itu melompat keluar dari tempat persembunyiannya. Ketika ia melihat kedua orang sahabat itu, ia mengetahui bahwa kedua orang sahabat itu telah mengetahui kehadirannya. Karena itu ia melarikan diri.
Ketika sahabat Muhajir melihat keadaan sahabat Anshor itu berlumuran darah, ia berkata, "Subhanallah, mengapa engkau tidak membangunkan aku ketika pertama kali dia memanahmu?"
Jawab sahabat itu, "Saat itu aku sedang membaca satu surat, maka aku tidak suka untuk menghentikannya hingga tamat. Ketika aku dipanah berturut-turut aku pun ruku' lalu membangunkanmu. Demi Allah! Jika tidak karena khawatir aku melalaikan perintah Rasulullah untuk berjaga, sudah pasti aku lebih menyukai mati daripada harus menghentikan bacaan al-Qur'an itu." (HR. Abu Dawud (1/29) melalui Jabir - Sebagaimana tersebut dalam al Bidayah (4/86)
*Darah itu Najis*
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (21/25) disebutkan bahwa para fuqaha sepakat, darah itu dihukumi haram dan najis, darah tersebut tidak boleh dimakan, dan tidak boleh dimanfaatkan. Para ulama hanya berbeda pendapat pada darah yang sedikit. Tentang kadar sedikit pun, mereka berselisih pendapat.
Dalilnya di antaranya adalah,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu rijsun (kotor).” (QS. Al-An’am: 145). Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan bahwa yang dimaksud rijsun di sini adalah najis dan kotor. (Jami’ Al-Bayan, 8:93)
Dari Asma’ radhiyallahu anha, ia berkata,
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ
“Seorang perempuan datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus ia lakukan?’ Beliau menjawab, ‘Keriklah darah itu terlebih dahulu, kemudian bilaslah dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu engkau boleh memakainya untuk shalat.” (HR. Bukhari, no. 330 dan Muslim, no. 291)
Imam Bukhari membawakan hadits di atas dalam Bab “Mencuci Darah”. Imam Nawawi juga membuat judul untuk hadits di atas, Bab “Najisnya darah dan cara mencucinya”. Walaupun penyebutan hadits tersebut membicarakan tentang darah haidh. Namun semua darah itu sama, tidak dibedakan darah yang satu dan darah lainnya, juga tidak dibedakan dari mana darah itu keluar.
Ada atsar dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa jika ia melihat di bajunya itu darah saat ia shalat, beliau meletakkannya dan beliau melanjutkan shalat. (HR. Bukhari secara mu’allaq tanpa sanad dibawakan dalam Bab “Jika seseorang yang shalat menemukan di punggungnya kotoran najis atau bangkai, shalatnya tidaklah rusak”)
Imam Ahmad pernah ditanya, “Bagaimanakah hukum darah dan muntah, apakah sama menurutmu?” Imam Ahmad menjawab, “Darah tidak ada beda pendapat di kalangan para ulama (mengenai najisnya). Sedangkan muntah, para ulama memiliki beda pendapat.” (Syarh ‘Umdah Al-Fiqh karya Ibnu Taimiyah, 1:105)
Imam Al-Qarafi dalam Al-Furuq (2/119) sampai mengatakan, “Adapun darah, aku tidaklah melihat ada ulama yang menganggapnya suci.”
Imam Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Ada ijmak di antara para ulama, bahwa darah yang mengalir itu rijsun najis.” (At-Tamhid, 22/230)
Imam Nawawi menyatakan, “Darah itu najis dan ini adalah ijmak kaum muslimin.” (Syarh Shahih Muslim, 3/177)
Imam Al-‘Aini dalam ‘Umdah Al-Qari (3/141) menyatakan bahwa darah itu najis berdasarkan ijmak para ulama.
*Darah yang Tidak Najis*
1. Darah yang ada di urat setelah penyembelihan karena darah tersebut bukanlah darah al-masfuh (darah yang mengalir). Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan, “Haramnya darah adalah darah yang mengalir. Adapun daging yang bercampur dengan darah, maka tidaklah mengapa.” (Jami’ Al-Bayan, 8/92)
2. Darah orang yang mati syahid. Dalilnya, para sahabat yang mati syahid ketika perang Uhud diperintahkan untuk dikubur dengan darah mereka, tidak dimandikan, dan tidak dishalatkan. (HR. Bukhari, no. 4079)
3. Darah ikan. Karena kalau bangkai ikan itu halal tanpa jalan penyembelihan, maka tentu darahnya pun dihukumi suci.
4. Darah hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti kutu dan lalat. Sebagian ulama menyebutkan bahwa darahnya tetap najis namun dimaafkan seperti pendapat dalam madzhab Syafi’iyah.
5. Darah yang dianggap sedikit sesuai dengan kaedah fikih “al-masyaqqah tajlibut taysir” (المشقة تجلب التيسر), yaitu kesulitan itu mendatangkan kemudahan. Dalilnya adalah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan,
مَا كَانَ لإِحْدَانَا إِلاَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ تَحِيضُ فِيهِ ، فَإِذَا أَصَابَهُ شَىْءٌ مِنْ دَمٍ ، قَالَتْ بِرِيقِهَا فَقَصَعَتْهُ بِظُفْرِهَا
“Kami terbiasa mengenakan satu pakaian yang kami kenakan saat haidh. Jika pakaian kami terkena darah, cukup menuangkan air, lalu darah tersebut dikerik dengan kuku.” (HR. Bukhari, no. 312). Kalau dikatakan dengan kalimat riiq (menuangkan), maka berarti tidak bisa bersih secara total, ada darah sedikit yang tersisa dan malah kuku yang membawa najisnya. Lihat Al-Mughni, 2:482.
Dalam Kitab Asbah Wa An-Nadhair disebutkan,
تقسيم النجاسات
أقسامأحدها : ما يعفى عن قليله وكثيره في الثوب والبدن وهو : دم البراغيث والقمل والبعوض والبثرات والصديد والدماميل والقروح وموضع الفصد والحجامة ولذلك شرطان :
أحدهما : أن لا يكون بفعله ، فلو قتل برغوثا فتلوث به وكثر : لم يعف عنه
والآخر : أن لا يتفاحش بالإهمال فإن للناس عادة في غسل الثياب ، فلو تركه سنة مثلا وهو متراكم لم يعف عنه قال الإمام : وعلى ذلك حمل الشيخ جلال الدين المحلي قول المنهاج إن لم يكن بجرحه دم كثير.
الثاني : ما يعفى عن قليله دون كثيره وهو : دم الأجنبي وطين الشارع المتيقن نجاسته.
الثالث : ما يعفى عن أثره دون عينه وهو : أثر الاستنجاء ، وبقاء ريح أو لون عسر زواله.
الرابع : ما لا يعفى عن عينه ولا أثره وهو ما عدا ذلك.
Pembagian Najis diantaranya :
1. Najis yang di ma'fu (dima'afkan) baik sedikit maupun banyaknya, baik di baju maupun di badan, yaitu darahnya kutu loncat, kutu rambut, nyamuk, jerawat, nanah, bisul, cacar dan darah tempatnya bekam. Dima'funya najis-najis tersebut dengan 2 syarat :
a) Bukan atas perbuatan diri sendiri, jadi misalnya membunuh kutu kemudian darahnya mengotori baju dan banyak darahnya maka tudak di ma'fu.
b) Tidak melampaui batas dalam membiarkannya, karena manusia mempunyai kebiasaan mencuci baju,jika baju ditinggalkan tanpa dicuci selama setahun misalnya, dan dibiarkan bertumpuk2 maka tidak dima'fu.
2. Najis yang sedikitnya dima'fu, jika banyak tidak dima'fu, yaitu darahnya orang lain dan tanah jalanan yg diyakini kenajisannya.
3. Najis yang dima'fu bekasnya dan tidak dima'fu dzatnya, yaitu bekas istinja' dan sisa bau atau warna najis yang sulit hilangnya.
4. Najis yang tidak dima'fu dzatnya dan bekasnya, yaitu selain najis-najis yang disebut diatas.
Jadi tidaklah benar jika dikatakan bahwa darah itu tidak najis kecuali darah haidh sebagaimana anggapan seorang ustadz sebagaimana dalam video tersebut. Wallahu a'lam
Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menyampaikan semoga bermanfaat. Aamiin
*والله الموفق الى أقوم الطريق*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar