Sabtu, 02 Maret 2019

QS. AL-KAFIRUN ADALAH SEBUAH JAWABAN DAN BUKAN PERINTAH MEMANGGIL "KAFIR" KEPADA SELAIN MUSLIM

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (١) لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (٢) وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (٣) وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (٤) وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ   (٥) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (٦

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kaafirun: 1-6)

Surat Al-Kafirun adalah termasuk golongan surat Makkiyah, terdiri dari 6 ayat, dan diturunkan setelah surat Al-Ma’un. Surat ini adalah jawaban tegas terhadap upaya kompromi kafir Quraisy kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan urusan ibadah.

نَزَلَتْ فِي (رَهْطٍ مِنْ قُرَيْشٍ) ، قَالُوا: يَا مُحَمَّدُ! هَلُمَّ فَاتَّبِعْ دِينَنَا وَنَتَّبِعُ دِينَكَ: تَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً، وَنَعْبُدُ إِلَهَكَ سَنَةً. فَإِنْ كَانَ الَّذِي جِئْتَ بِهِ خَيْرًا مِمَّا بِأَيْدِينَا، [كُنَّا] قَدْ شَرَكْنَاكَ فِيهِ، وَأَخَذْنَا بِحَظِّنَا مِنْهُ. وَإِنْ كَانَ الَّذِي بِأَيْدِينَا، خَيْرًا مما في يَديك، [كُنْتَ] قَدْ شَرَكْتَنَا فِي أَمْرِنَا، وَأَخَذْتَ بِحَظِّكَ. فَقَالَ: مَعَاذَ اللَّهِ أَنَّ أُشْرِكَ بِهِ غَيْرَهُ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ. فَغَدَا رسولُ اللَّه- صلى اللَّه عليه وسلم- إِلَى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَفِيهِ الْمَلَأُ مِنْ قريش، فقرأها عليها حَتَّى فَرَغَ مِنَ السُّورَةِ. فَأَيِسُوا مِنْهُ عِنْدَ ذَلِكَ.]
(874) عزاه في الدر (6/ 404) لابن أبي حاتم وابن جرير والطبراني

Diriwayatkan bahwa Al-Walid ibnul Mughirah, Al-‘Ash ibnu Wail As-Sahmy, Al-Aswad ibnu ‘Abdil Muthalib, Umayyah ibnu Khalaf dan yang lainnya, mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Hai Muhammad, marilah engkau mengikuti agama kami, dan kami mengikuti agamamu. Kami juga akan senantiasa mengajakmu dalam segala kegiatan kami. Kamu menyembah Tuhan kami selama setahun, dan kami menyembah Tuhanmu selama setahun juga. Jika ternyata yang engkau bawa itu adalah lebih baik, maka kami akan mengikutimu dan melibatkan diri di dalamnya. Dan jika ternyata yang ada pada kami itu lebih baik, maka engkau mengikuti kami, dan engkau pun melibatkan diri di dalam agama kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menyekutukan-Nya dengan selain-Nya”. Kemudian Allah menurunkan surat ini sebagai balasan atas ajakan mereka.

Selanjutnya, Rasulullah berangkat menuju Masjidil Haram yang ketika itu di tempat tersebut sedang berkumpul para pembesar Quraisy. Nabi berdiri di hadapan mereka membacakan surat yang baru saja turun hingga selesai. Akhirnya, mereka tampak berputus asa. Sehingga, mereka berupaya merubah siasat dengan melakukan penindasan dan penyiksaan terhadap Nabi dan para pengikutnya, hingga Nabi melakukan hijrah.

(Lihat Tafsir Al-Maraghi, jilid 30, hal. 427 – 428. Riwayat sebab turunnya surat ini merujuk pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, dan Thabrani)

هذه السورة سورة البراءة من العمل الذي يعمله المشركون ، وهي آمرة بالإخلاص فيه ، فقوله : ( قل يا أيها الكافرون ) شمل كل كافر على وجه الأرض ، ولكن المواجهين بهذا الخطاب هم كفار قريش .

وقيل : إنهم من جهلهم دعوا رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عبادة أوثانهم سنة ، ويعبدون معبوده سنة ، فأنزل الله هذه السورة ، وأمر رسوله صلى الله عليه وسلم فيها أن يتبرأ من دينهم بالكلية ، فقال : ( لا أعبد ما تعبدون ) يعني : من الأصنام والأنداد ( ولا أنتم عابدون ما أعبد ) وهو الله وحده لا شريك له . ف ” ما ” هاهنا بمعنى ” من

Surat ini merupakan surat yang menyatakan berlepas diri dari perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dimana ia memerintahkan untuk ikhlas di dalam mengerjakannya. Dengan demikian Allah ta’ala berfirman: “Katakanlah Hai orang-orang kafir” mencakup orang-orang kafir yang ada di muka bumi ini, tetapi orang-orang yang dituju oleh khithab (pembicaraan) ini adalah orang-orang kafir Quraisy.

Ada juga yang mengatakan bahwa karena kebodohan mereka, mereka mengajak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyembah berhala selama satu tahun, dan mereka akan menyembah Rabb beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga dalam satu tahun. Kemudian Allah ta’ala menurunkan surat ini dan di dalamnya Dia memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melepaskan diri dari agama mereka secara keseluruhan, di mana Dia berfirman: “Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah” (yakni patung berhala dan tandingan) “Dan kamu juga bukan penyembah ilah yang aku sembah.” yaitu Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan kata ما (Maa: apa) di sini bermakna من (Man: siapa). (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Kafiruun)

Dalam al-Quran Allah Ta'ala melarang orang-orang Muslim untuk menghina orang lain. Hal ini dapat ditemukan dalam QS al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُون

"Wahai orang-orang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-okok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buru. Seburuk-buruknya panggilan adalah (panggilan) buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS al-Hujurat : 11)

Al-Dhahhak sebagaimana dikutip oleh al-Baghawi menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan delegasi Bani Tamim yang datang ke Madinah dan melihat para sahabat yang fakir seperti Bilal dan Salman dan menghina mereka. Atas sikap mereka tersebut, turunlah ayat ini.

أن القرأن علمنا ألا نخاطب الناس وإن كانوا كفارا بأسم الكفر فخطب الناس غير المؤمنين فى القرأن إما أن يكون بهذا النداء (يأيها الناس) أو (يابني أدم) أو (ياعبادي) أو (ياأهل الكتاب)

Ini lho salah satu dasar kenapa kita dihimbau untuk tidak memanggil orang2 kafir dengan "hai KAFIR, atau semisal panggilan hai bangsat, hai goblok, dan yg lain" karena al-Qur'an memgajarkan kepada kita, bagaimanapun mereka manusia yg punya perasaan dan harga diri.
Tuhan saja dalam al-Qur'an memanggil manusia yg mngkn beriman atau tidak saja dengan panggilan "hai para manusia, hai anak2 Adam, hai hamba-hamba-Ku, hai ahli kitab, dan lain-lain".


Justru kita kalau bisa berbicara dan memanggil mereka dg panggilan yg santun dan hormat, siapa tahu saatnya nnt mereka dapat hidayah-Nya.

Kemanusiaan itu lbh diutamakan daripada hanya sekedar memberi cap mereka yg non-muslim itu dengan panggilan KAFIR.

Soal kekafiran mereka biarkan dipertanggungjawabkan secara pribadi mereka dgn Tuhan, bukan ranah kita ikut2 menghukumi mereka.

Ini namanya hikmah...

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik benang merah bahwa menggunakan istilah tertentu untuk menyebut kelompok-kelompok tertentu, perlu diperhatikan konteks dan juga perasaan mereka. Jika kata kafir yang ditujukan kepada non-Muslim dapat melukai hati dan kurang berkenan di hati mereka, maka harus dihindari. Wallahu a'lam

Demikian Asimun Ibnu Mas'ud menjelaskan semoga bermanfaat. Aamiin

*والله الموفق الى أقوم الطريق*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar