Kamis, 17 Maret 2016

KAJIAN TENTANG DUDUK NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM



Duduk terlihat sebagai masalah sepele, namun tidak bagi orang yg benar2 ingin mencontoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala aktivitasnya.

Mungkin kita kurang menyadari bahwa bahasa tubuh bisa menyampaikan suatu pesan tanpa kata-kata. Seperti yg diungkapkan oleh Janine Driver, penulis You Can’t Lie to Me.
Pada buku yg dinobatkan sebagai New York Time's best seller ini, Driver membeberkan beberapa posisi duduk dan berdiri yg umum dilakukan oleh orang2 sekitar kita, termasuk kita sendiri.
Duduk menyilangkan kaki
Bagi yg terbiasa duduk menyilangkan kaki, menurut Driver, memiliki kepercayaan diri yg tinggi, berani memegang kendali.  Lalu, bagaimana jika pria duduk menyilangkan kaki saat bersama teman. Nah, arti di balik posisi duduk seperti itu adalah dirinya sangat tertarik dan nyaman saat bersamanya.                                    
Duduk dengan kaki terbuka lebar
Drive mengatakan, bila duduk dengan kaki terbuka lebar, maka menandakan bahwa pribadi yg mendominasi dan memiliki kekuasaan yg besar. Selain itu, Tidak pernah sungkan dalam memperlihatkan kepada lingkungan sekitar bahwa dia berkuasa. Singkat kata, dia memiliki karakter yg arogan, sombong, dan kurang memiliki empati.

Lantas bagaimana seorang muslim saat mencontok duduknya baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam? Berikut ini adalah beberapa cara duduk yg pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

1.    Duduk Bersila.

Duduk ini dilakukan dengan cara menyilangkan kedua kaki yg berada dalam posisi rebah dan terlipat, sehingga persilangannya ada di antara kedua betis. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah duduk bersila dari setelah selesai sholat subuh, hingga terbit matahari;

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ
 كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسْنَاءَ

Jika Nabi shalat subuh, beliau duduk di tempat duduknya hingga matahari terbit & bersinar terang. [HR. Abudaud No.4210].

Jabir bin Samurah radiallahu-anhu berkata: “Adalah Nabi sallallahu ‘alaihi wassalam setelah bersembahyang Fajar (Subuh), baginda duduk bersila di tempatnya sehingga terbitnya matahari yang indah (keputihan sinarnya)”. (HR. Abu Daud dan lain-lain, dinukil dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin (tahqiq & takhrij Shaikh Syu‘aib al-Arnuth; Maktabah al-Ma’mun, Jeddah 1996) – no: 821).

2.    Duduk Qurfasha.

Duduk ini dilakukan dengan cara melipat lutut dan menegakkannya sehingga kedua telapak kaki menjejak lantai. Kemudian kedua tangan merangkul kedua lutut tersebut. Namun, cara duduk seperti ini dilarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dilakukan ketika mendengarkan khutbah Jum’at (sanad hadistnya Hasan).

أنها رأت رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد وهو قاعد القرفصاء قالت: «فلما رأيت رسول الله صلى الله عليه
 وسلم المتخشع في الجلسة أرعدت من الفرق».

Ia (Qabilah) melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. di masjid sedang duduk qurfasha (Duduk Qurfasha yakni duduk bertumpu pada pinggul, kedua paha merapat ke perut dan tangan memegang beti)."

Qabilah berkata, "Manakala aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk dengan khusyu', maka akupun dibawa oleh perasaan takjub karena wibawanya." (Diriwayatkan oleh 'Abd bin Humaid, dari `Affan bin Muslim, dari `Abdullah bin Hasan, dari kedua orang anaknya, yang bersumber dari Qabilah binti Makhramah)

Abdullah ibnu Umar radiallahu ‘anhuma berkata: “Saya melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam di halaman Ka’bah, beliau duduk dengan menegakkan kedua lututnya, (yaitu) dengan melingkar kedua tangannya ke sekeliling lututnya, dan ini cara duduk al-Qurfusha’”. (HR. Bukhari dan dinukil oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin no: 822)

3.    Duduk Bertinggung (Nongkrong)

Duduk ini dilakukan seperti berjongkok dengan seluruh telapak kaki menjejak lantai, bagian (maaf) pantat tidak menyentuh lantai. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah duduk bertinggung ketika sedang makan kurma.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam duduk bertinggung sambil makan kurma.” (HR. Muslim dalam kitabnya Sahih Muslim – no: 2044).

4.    Duduk Iftirasy.

Duduk ini sama dengan duduk antara dua sujud maupun sujud ketika tahiyatul awal dalam sholat.

عَنْ عَا ءشَةَ قَا لَتْ : وَكَانَ َيفرشُ رجْلَهُ اليُسْرَى َوَينْصبُ رجْلَهُ اليُمْنَى (رواه مسلم)
Dari Aisyah رضى لله عنها , ia berkata, “ Dan beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya [HR. Muslim di dalam kitab shohihnya juz 1 no 497].

5.    Duduk Tawarruk.

Duduk ini sama dengan duduk ketika tahiyatul akhir dalam sholat.

Humaid As Saidy d berkata :
… حَتَى إ ذا كَا نَتْ فى السَجَدَ ة الَتى فيهَا التَسْليْم، أخْرَجَهُ رجْلَهُ اليُسْرَى َوجَلَسَ عَلَى شَقّ الأيْسَر
مُتَوَرّكًا  (رواه ابى حا تم فى صحيحه)
Hingga apabila sujud yang di dalamnya akan salam Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan kaki kirinya dan duduk di atas sisi kirinya dalam keadaan tawwarruk (duduk dengan meletakkan pantatnya di atas tanah) [ HR Abu Hatim di dalam kitab shohihnya ].

6.    Duduk Ihtiba

عن جده أبي سعيد الخدري قال: «كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا جلس في المسجد احتبى بيديه».

Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk di masjid, maka ia duduk secara ihtaba dengan kedua tangannya (Ihtaba adalah duduk Qurfasha sambil bersandar)." (Diriwayatkan oleh Salamah bin Syabib, dari `Abdullah bin Ibrahim al Madini, dari Ishaq bin Muhammad al Anshari, dari Rabih bin `Abdurrahman bin Abi Sa'id, dari bapaknya yang bersumber dari kakeknya Abi Sa'id al Khudri r.a)

7.    Duduk Selonjor

عن عمه، «أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى».

Sesungguhnya ia melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbaring telentang di masjid, dan salah satu kakinya ditumpangkan pada kaki lainnya." (Diriwayatkan oleh Sa'id bin `Abdurrahman al Makhzumi dan lainnya, mereka menerima dari Sufyan, dari Zuhri, dari `Abbad bin Tamim yang bersumber dari pamannya (Ia adalah `Abdullah bin Zaid bin `Ashim bin Muhammad, ia adalah seorang sahabat dan dikatakan bahwa ia yang membunuh Musailamah al Kadzdzab (Nabi palsu).

8.    Duduk Bertetekan

عن جابر بن سمرة قال: «رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم متكئا على وسادة على يساره».

Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk bertelekan pada sebuah bantal di sebelah kirinya." (Diriwayatkan oleh `Abbas bin Muhammad ad Dauri al Baghdadi, dari Ishaq bin Manshur, dari Israil, dari simak bin Harb, yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.

عن علي بن الأقمر قال: سمعت أبا جحيفة يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لا آكل متكئا».

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku tak mau makan sambil bertelekan " (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari `Ali bin al `Aqmar, yang bersumber dari Abu Juhaifah r.a.)

عن جابر بن سمرة قال: «رأيت النبي صلى الله عليه وسلم متكئا على وسادة»

Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk bertelekan pada sebuah bantal." (Diriwayatkan oleh Yusuf bin `Isa, dari Waki', dari Ismail, dari Simak bin Harb, yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)

Berikut ini adalah beberapa cara duduk yang dilarang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

1.    Duduk Qurfasha ketika mendengarkan khutbah Jum’at.

2. Duduk berselonjor atau bertelekan tangan ke belakang ketika mendengarkan khutbah Jum’at.

3.    Duduk bertelekan dengan sebelah tangan.

4.    Duduk bersandar miring ke arah sebelah sisi badan ketika sedang makan.

Diriwayatkan dari Shohabat Mu’adz bin Anas rodhiyallohu ‘anhu,” Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk bertinggung (duduk dalam keadaan kedua tangan memeluk kedua lutut) pada hari Jum’at yaitu pada saat imam sedang berkhutbah.” (Hadits Hasan : Abu Dawud no.1110 dan at-Tirmidzi no. 514 dari Shohabat Mu’adz bin Anas rohiyalloohu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata : “Hadits ini hasan.” Lihat Hidaayatur Ruwaat II/105 no.1338)

Abu Juhaifah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Jangan makan sambil bersandar.” (HR. Bukhari dan dinukil oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin – no: 746).

Duduk ini adalah duduk seperti duduknya orang2 yg sombong. Lagipula duduk ini ketika makan akan menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan baik. Duduk di kuburan muslim, namun tentang hal ini, ada pula yg menyatakan bahwa duduk yg dimaksud adalah duduk ketika buang hajat di kuburan muslim.

5.    Duduk Iq'a

Yang dimaksud cara duduk syetan ini dijelaskan oleh Ibnu Ruslan di dalam kitab Syarhus Sunan dengan keterangannya sebagai berikut, “Dengan menghamparkan kedua kaki dan menduduki keduanya.

Adapun Abu Ubaid dan ulama lainnya menafsiri pengertian aqibisy syaithan itu dengan duduk iq’a yang terlarang. Adapun hadis tentang duduk iq’a itu sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah ia berkata “rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyuruh aku terhadap tiga amalan dan melarang aku dari tiga amalan (di dalam salat). “beliau memerintahkan aku salat dua rakaat duha setiap hari, witir sebelum tidur, dan saum tiga hari pada setiap bulan. Dan melarang aku dari tiga amln (di dalam salat). Beliau melarang aku mematuk-matuk seperti mematuk-matuknya seekor ayam (tergesa-gesa), duduk iq’a seperti duduknya anjing dan menoleh-noleh seperti menoleh-nolehnya musang. (HR. Ahmad)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّه سَمِعَ طَاوُسًا يَقُولُ قُلْنَا لِابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْإِقْعَاءِ عَلَى الْقَدَمَيْنِ فِي السُّجُودِ فَقَالَ هِيَ السُّنَّةُ قَالَ قُلْنَا إِنَّا لَنَرَاهُ جُفَاءً بِالرَّجُلِ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ هِيَ سُنَّةُ نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ma'in] telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Muhammad] dari [Ibnu Juraij] telah mengabarkan kepadaku [Abu Az Zubair] bahwa dia mendengar [Thawus] berkata; kami bertanya kepada [Ibnu Abbas] mengenai duduk iq`a' (duduk bersimpuh) di atas kedua tumit di antara sujud." Ibnu Abbas menjawab; "itu termasuk sunnah." Kata Thawus; "kami berkata; "Sesungguhnya kami melihatnya kurang sopan." Ibnu Abbas menjawab; "Itu adalah sunnah Nabimu shallallahu 'alaihi wasallam." [HR. Abu Daud No.719].

Hadits yang semkana tentang larangan duduk iq’a di riwayatkan pule oleh At-Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah dari sahabat Ali bin Abu Thalib yaitu dengan lafal : Janganlah duduk iq’a pada duduk antara dua sujud.”

Cara duduk iq’a yang dilarang itu adalah dengan menempelkan kedua belah pantat (bokong) di atas bumi sambil menancapkan kedua betis dan menempatkan kedua tangannya di atas Bumi” seperti duduknya seekor anjing” lihat Nailul Authar, II:310.

6.    Duduk Al-Maghdhub
                                                                                                                                            
عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى
خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».

Syirrid bin Suwaid radiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam melintas di hadapan aku sedang aku duduk seperti ini, yaitu saya bersandar kepada tangan kiri saya yg saya letakkan di belakang. Lalu baginda bersabda, "Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang2 yg dimurkai ?” (HR. Abu Daud, dinukil dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin no: 824.) Wallahu a’lam bis-Shawab

Demikianlah Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan dalam kajian tentang duduk yg dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan semoga bermanfa’at. Aamiin

والله الموفق الى اقوم الطريق




1 komentar:

  1. Jadi kalau misalnya saya menikah Terus mau buka toko . Atau brend saya buatkan nama saya dan nama suami itu bisa. Atau selalu cantumkan di sosmed nama saya tambah nama suami.

    BalasHapus