الحَمْدُ
لِلهِ ذِيْ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ جَعَلَ الْحَجَّ إِلَى بَيْتِهِ أَحَدِ
أَرْكَانُ الْإِسْلاَمِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ
حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَسَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَطَافَ بِالبَيْتِ
الْحَرَامِ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ الْكِرَامِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمَا كَثِيْرًا، أَمّا
بَعْد
Jamaah
shalat Ju’mat yang dimuliakan Allah,
Marilah
kita tingkatkan Iman dan taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena
hanya dengan taqwa kita akan mendapatkan ampunan, pertolongan, dan surga-Nya
yang agung. Taqwa sendiri di definisikan oleh para ‘Ulama’ dengan Ta’rif
“Imtisalul Awamir, Wajtinabun Nawahi” yakni menjalankan segala perintah dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan menjauhi segala larangan dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Kita
sekarang ini berada pada bulan Dzulqa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah,
satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram اشهرالحرم dan satu dari tiga bulan haji yang disebut
dengan أشهر معلومات di sebut Dzulqa’dah
adalah karena :
يَقْعُدُوْنَ
فِيْهِ عَنِ اْلأَسْفَارِ وَالْقِتَالُ اِسْتِعْدَادًا لإِحْرَامٍ بِالْحَجِّ
“Mereka
duduk (tinggal di rumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai
persiapan untuk melakukan ihram haji”.
Pada
hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pemberangkatan para jamaah calon
haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan
sejuta harapan telah tertanam di dalam lubuk hati mereka, manakala
saudara-saudara kita tersebut meninggalkan kampung halamannya terbang menuju
kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak
ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada suatu agama pun yang memiliki konsep
ibadah seperti konsep ibadah haji agama Islam. Haji mengandung seribu makna,
merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan rukun islam atau tiang
kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di
lihat dari sebutannya saja, ibadah ini sudah unik. Betapa tidak, al-Allamah Abu
Abdillah Muhammad bin Abdir Rahman al-Bukhari al-Hanafi al-Zahid (546 H)
menjelaskan, “Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), dengan
maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah
amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota tubuh yang paling
utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan
ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama yaitu al-hajj
yang berarti al-qashdu (tujuan).
Tatkala
seorang haji tiba di depan Ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa
pemilik rumah (Ka’bah) yaitu Allah SWT tidak berada di dalam sana, karena Allah
SWT adalah Dzat yang tidak bertempat sebagaimana makhluk yang memerlukan
tempat, maka jama’ah haji berputar mengelilingi Ka’bah yang disebut dengan
Thawaf, hal ini meng-isyaratkan bahwa Ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi
tujuannya adalah pemilik rumah رب الكعبة
yakni tiada lain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Begitu
pula ketika jama’ah haji mencium Hajar Aswad yang berarti batu berwarna hitam,
bukan berarti bertujuan menyembah batu, melainkan karena mengikuti Sunnah
Rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian.
Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik zaman jahiliyyah
mencium Hajar Aswad karena bertujuan menyembah batu.
Tetapi
sekarang Muslim mencium Hajar Aswad demi mengikuti Sunnah Rasul yang diantara
hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu Anhu,
“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah di muka bumi ini. Maka
barangsiapa yang menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah
(bukan sebenarnya, tapi seolah-olah) ia menjabat (tangan) Allah dan mencium
tangan kanan-Nya.” Artinya adalah mengharap Ridho dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Oleh
Karena itu, ketika menyentuh Hajar Aswad seorang jama’ah haji harus mengingat
bahwa ia sedang berbai’at kepada Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah
memerintahkan untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk selalu taat dan tunduk
kepada-Nya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia berhak
mendapatkan murka dan adzab Allah. Na’udzubillahi Mindzalik.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah.
Karena
tujuan kita bukan البيت ka’bah tetapi رب البيت Allah pemilik Ka’bah dan karena unsur niat
begitu utama dan penting maka Allah berfirman,
وَأَتِمُّوا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
“Dan
sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena
itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji
adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu
seorang petani, pegawai, polisi, artis, dokter, anggota dewan, menteri maupun
seorang presiden sekalipun, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda.
Semuanya harus melakukan Taubatan Nasuha yakni meminta ampun, menyesali segala
perbuatan dosa yang pernah ia lakukan dan berjanji kepada Allah tidak akan
pernah mengulanginya lagi.
Inilah
yang di isyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
وَتَزَوَّدُوْا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa” (Al-Baqarah: 197).
Tentu
saja kita sudah memaklumi bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan
bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Kalau calon haji
sudah bertaubat, maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang
teramat indah itu.
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Ia
akan menghayati kalimat Talbiyah tersebut, seolah-olah berucap: “Ya Allah aku
datang, aku datang, memenuhi panggilan-Mu, lalu aku berdiri di depan pintu-Mu.
Aku singgah di sisi-Mu. Aku pegang erat kitab-Mu, aku junjung tinggi aturan-Mu,
maka selamatkan aku dari adzab-Mu, kini aku siap menghamba kepada-Mu,
merendahkan diri dan berkiblat kepada-Mu. Bagi-Mu segala ciptaan, bagi-Mu
segala aturan dan perundang-undangan, bagi-Mu segala hukum dan hukuman tidak
ada sekutu bagi-Mu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku,
meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan,
karena tujuanku hanyalah keridhaan-Mu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu
yang serakah, maka lindungi aku dari adzab-Mu.”
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah.
Jika
calon haji sudah bertaubat, maka ia pasti akan mampu mencapai hakikat haji yang
telah digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya, “(Musim) haji adalah beberapa
bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
di dalam masa mengerjakan haji. Ahmad
Da'en apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
Seorang
yang beribadah haji tidak boleh melakukan rafats yaitu jima’ (bersenggama) dan
segala ucapan yang menjurus kepada nafsu syahwat. Tidak boleh melakukan fusuq
yaitu segala bentuk maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu saling
berbantah-bantahan, perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan untuk mencari
kebenaran.
Maka,
barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan
mendapatkan haji yang mabrur, yang di antara tandanya adalah sepulang haji ia
akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, serta tidak akan
mengulang maksiat dan dosa-dosa yang lalu.
Ia
akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah. Maka
sekembalinya mereka, bertambah banyaklah muslim dan muslimah yang taat di
sebuah negara, negara itu juga akan semakin aman, makmur, dan sentausa. Maksiat
dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan
pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah para
pejabat, para menteri, presiden dan para wakil rakyat. Sepulang haji mereka
yang tidak jujur berubah menjadi jujur, yang tidak amanah berubah menjadi
pribadi yang amanah, si kikir akan berubah menjadi sang dermawan, yang kasar
akan berubah menjadi peramah, dan yang biasanya menyebar kejahatan akan berubah
menebar salam.
Itu
semua manakala hajinya mabrur, ibadah hajinya diterima oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Namun jika tidak mabrur, maka adalah bagaikan siang yang dihadapkan
dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari
ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah di depan nama mereka.
Yang korup tetap korup, yang penipu tetap penipu, dan yang jahat tetap jahat.
Na’uzu billahi min Dzaalik.
Maka
tidak heran jika rafats, fusuq dan jidal marak di mana-mana. Sampai-sampai
terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, krisis
aqidah, krisis ekonomi dan krisis dalam segala bidang.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah.
Demikianlah
sekelumit tentang makna filosofi haji, predikat haji mabrur dan gambaran haji
yang tidak mabrur. Semoga Allah menjadikan jama’ah haji kita yang dahulu dan
yang akan datang menjadi haji yang mabrur dan semoga dijauhkan dari haji yang
maghrur (tertipu) dan mardud (tertolak).
Adapun
kita yang belum melaksanakan ibadah haji, baik yang belum di berikan kemampuan
maupun sudah diberikan kemampuan akan tetapi belum mendapatkan kesempatan,
semoga Allah menanamkan dalam hati kita Azzam (Tekad yang kuat dan Niat yang
Ikhlas) hanya karena Allah, juga diberikan oleh Allah “Istatho’a” atau
kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan dalam hal materi. Serta
diberikan oleh Allah SWT kesempatan umur yang panjang sampai waktu giliran kita
tiba, Amiiin Yaa Rabbal ‘Alamiiin …
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ.
Khutbah
II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar