Kamis, 24 Oktober 2013
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK
http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF
Halal Haram dalam Islam (ke-7)
16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.
1. Dlabb (biawak)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542
Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545
Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]
KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
1. Bentuk tubuhnya
Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
2. Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
3. Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
4. Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
5. Sifatnya
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
6. Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
7. Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.
Maraji' :
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf
Minggu, 13 Oktober 2013
KHUTBAH IDUL ADHA 1434 H. MENJADI HAMBA YANG DICINTAI ALLAH DENGAN AMAL YANG SEMPURNA
ألسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر..........
الله أكبر.......... الله أكبر..........
الله أكبر..........
الله أكبر.......... الله أكبر..........
الله أكبر..........
الله أكبر.......... الله أكبر..........
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
وَالْحَمْدُللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. لآ إِلٰهَ اِلَّا
اللهُ ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ولوكره المشركون. لا اله الا الله واحده,
صدق وعده, ونصر عبده, وأعز جنده, وهزم الاحزاب واحده. لا اله الا الله وَاللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ.
أَلْحَمْدُلِلّٰهِ حَمْدًا
كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ, نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى اَلَّذِى جَعَلَ الْخَلِيْلَ
إِبْرَاهِيْمَ إِمَامًالَنَا وَلِسآئِرِالْبَشَرِ. أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلٰهَ اِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعاَلَمِيْنَ . أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ, إِتَّقُوااللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X .............
Walillahilhamd.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan
Allah.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan
kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir
pada pagi ini dalam pelaksanaan shalat Idul Adha. Semua ini karena nikmat
terbesar yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, yakni nikmat
iman dan Islam serta nikmat sehat wal ‘afiyat.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat dan para pengikuti setia hingga
hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X .............
Walillahilhamd.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Salah satu yang amat kita butuhkan dalam menjalani kehidupan yang
baik adalah keteladan dari figur-figur yang bisa diteladani. Dengan
adanya keteladan, kita memiliki tolok ukur untuk menilai apakah perjalanan
hidup kita sudah baik atau belum. Karena itu, hari ini kita kenang kembali
manusia agung yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi Nabi dan
Rasul, yakni Nabi Ibrahim as beserta keluarga Ismail as dan Siti Hajar.
Keagungan pribadinya membuat kita bahkan Nabi Muhammad saw harus mampu
mengambil keteladanan darinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
فِى اِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia (QS Al Mumtahanah [60]:4).
Senin, 16 September 2013
BIOGRAFI DR. KH. MA. SAHAL MAHFUZH
Nama lengkap KH. MA. Sahal Mahfudz (selanjutnya disebut dengan Kyai Sahal) adalah Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin Abd. Salam Al-Hajaini lahir di Desa Kajen, Margoyoso Pati pada tanggal 17 Desember 1937.
Beliau adalah anak ketiga dari enam bersaudara yang merupakan ulama kontemporer Indonesia yang disegani karena kehati-hatiannya dalam bersikap dan kedalaman ilmunya dalam memberikan fatwa terhadap masyarakat baik dalam ruang lingkup lokal (masyarakat dan pesantren yang dipimpinnya) dan ruang lingkup nasional.
Senin, 06 Mei 2013
BERITA TERKINI MWC NU; PENANGKAPAN PENGEDAR GANJA DAN BAHAYANYA
CIPAYUNG - JAKARTA TIMUR; Senin, 06 Mei 2013 sekitar pukul 14.00 wib. sepulang dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sesampainya di rmh sy dipanggil Pak RT katanya di wilayahnya sedang ada penggerebekan bandar narkoba jenis ganja di rumah kontrakan milik Bpk. Suratman di jl. Diri RT 09/03 Bambu Apus Kec. Cipayung Jakarta Timur 13890.
Sesampainya di lokasi sy dan Pak RT diminta untuk menjadi saksi atas penggerebekan tersebut dengan barang bukti sekitar 500 kg ganja dalam kardus dengan tiga tersangka laki2 dan seorang perempuan dan dua anak kecil sebagai istri dan anak dari salah satu tersangka, yg menurut keterangan pemilik rumah bahwa tersangka baru menempati kontrakan tersebut baru sebulan lamanya.
Dalam benak sy ada tanda tanya dengan kejadian tersebut, adakah ini ujian dimana selama ini sy sebagai salah satu fasilitator Pelatihan Penanggulangan Pengedaran dan Penyalahgunaan Narkoba (P4GN) mitra BNN)? Di sisi lain sy juga berkewajiban menyampaikan dan mensosialisasikan dampak dan bahaya narkoba jenis ganja ini.
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA PASAL 78:
a. Menanam, memelihara, mempunyai dlm persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai Narkotika Gol I dlm bentuk tanaman
b. Memiliki, menyimpan utk dimiliki atau utk persediaan atau menguasai Narkotika Gol 1 bukan tanaman. Maka Ketentuan Pidananya Penjara maks 10 tahun dan denda maks Rp. 500 juta
Ganja termasuk Narkotika Gol. 1 menurut Hukum: UU No. 22/97 tentang Narkotika. Yang termasuk Narkotika Gol. 1 ini adalah tanaman papaver somnivera (marijuana) / ganja, opium mentah, candu, koka, kokain mentah, heroin.
BAHAYA GANJA
Zat yg ditemukan di dlm ganja adalah THC zat tersebut merupakan salah satu dr 400 zat kimia yg ditemukan di dlm ganja & zat tersebut dpt menyebabkan efek perubahan suasana hati. Ganja disebut juga sbg obat depresan karena ganja dpt mempengaruhi sistem saraf dgn cara membuat lambat sistem saraf. Ganja merupakan salah satu obat terlarang yg penggunaannya serta peredarannya telah diatur oleh undang-undang.
Walaupun ganja adalah sejenis obat tapi tdk dikenal sbg obat. Ganja merupakan sejenis narkotika, bagi yg mengkonsumsinya dpt menimbulkan efek tdk sadar. Dlm penggunaannya sbg barang narkotika, ganja biasanya dikonsumsi dlm bentuk rokok atau dimakan. Dlm mengkonsumsi ganja biasanya dicampur dgn jenis minuman keras & jenis narkotika lainnya.
Akibat Buruk/ Bahaya Menghisap Ganja
Biasanya orang yg menghisap ganja akan merasa, lapar, haus & inginnya makanan yg manis. Seseorang saat menggunakan ganja terlihat bermata sayu, merasa dirinya paling hebat, mengantuk, & bahkan merasa sedang disiksa. Kecelakaan di jalan raya banyak sekali terjadi karena pengaruh konsumsi ganja.
Penyalahgunaan pemakaian ganja sering dilakukan kalangan muda, biasanya mereka menggunakan untuk meningkatkan rasa percaya diri. Orang yg menggunakan ganja tdk dpt mengendalikan tawa & suka berbicara melantur. Dlm kondisi sadar efek dr ganja dpt menyebabkan orang yg mengkonsumsinya memiliki ketakutan berlebih, mengigau, kesedihan. Kemungkinan yg lebih buruk adalah bagi mereka yg tdk sengaja mencoba merokok ganja akan sering menjadi penghisap heroin atau morfin sekaligus. Kemudian mereka akan terjerumus menjadi pecandu heroin atau morfin.
Efek dari kebiasaan menghisap ganja dpt berdampak pada efek jangka panjang. Beberapa efek dr penggunaan ganja:
- Gangguan kejiwaan kronis atau peningkatan risiko psikotik
- Kerusakan fungsi paru & gangguan pernafasan
- Gejala putus obat & ketergantungan
- Konsentrasi & gangguan memori
Menghisap ganja dlm beberapa detik dpt meningkatkan detak jantung lebih cepat & akan terjadi penurunan tekanan darah. Peningkatan denyut jantung akibat penggunaan ganja dpt mencapai 20 sampai 50 denyut per menit, & meningkat lebih apabila digunakan bersama dgn obat lain. Semoga bermanfa'at. Aamiin
Selasa, 12 Maret 2013
KAWIN KONTRAK ALA WAHABI
TEKS FATWA SYEKH BIN BAZ TENTANG “KAWIN DENGAN NIAT TALAQ” [Kawin Kontrak Ala Wahabi]
TEKS FATWA SYEKH BIN BAZ “NIKAH DENGAN NIAT TALAK” yang kami kutip dari buku “Majmuk Fatawa“-nya Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yang dikenal dengan sebuatan Bin Baz, Jilid 4, hal 29-30 cetakan Riyadh - Saudi Arabia, Tahun 1411/1990″
النكاح بنية الطلاق
س 4: سمعت لك فتوى على أحد الأشرطة بجواز الزواج في بلاد
الغربة، وهو ينوي تركها بعد فترة معينة، لحين انتهاء الدورة أو الابتعاث. فما هو الفرق بين هذا الزواج وزواج المتعة، وماذا لو أنجبت زوجته طفلة، هل يتركها في بلاد الغربة مع أمها المطلقة أرجو الإيضاح؟ ج 4: نعم لقد صدر فتوى من اللجنة الدائمة وأنا رئيسها بجواز النكاح بنية الطلاق إذا كان ذلك بين العبد وبين ربه، إذا تزوج في بلاد غربة ونيته أنه متى انتهى من دراسته أو من كونه موظفا وما أشبه ذلك أن يطلق فلا بأس بهذا عند جمهور العلماء، وهذه النية تكون بينه وبين الله سبحانه، وليست شرطا. والفرق بينه وبين المتعة: أن نكاح المتعة يكون فيه شرط مدة معلومة كشهر أو شهرين أو سنة أو سنتين ونحو ذلك، فإذا انقضت المدة المذكورة انفسخ النكاح، هذا هو نكاح المتعة الباطل، أما كونه تزوجها على سنة الله ورسوله ولكن في قلبه أنه متى انتهى من البلد سوف يطلقها، فهذا لا يضره وهذه النية قد تتغير وليست معلومة وليست شرطا بل هي بينه وبين الله فلا يضره ذلك، وهذا من أسباب عفته عن الزنى والفواحش، وهذا قول جمهور أهل العلم، حكاه عنهم صاحب المغني موفق الدين ابن قدامة رحمه الله.
-NIKAH DENGAN NIAT (AKAN) DI TALAQ-
Pertanyaan: Saya mendengar bahwa anda berfatwa kepada salah seorang polisi bahwa diperbolehkan nikah di negeri rantau (negeri tempat merantau), dimana dia bermaksud untuk mentalak istrinya setelah masa tertentu bila habis masa tugasnya. Apa perbedaan nikah semacam ini dengan nikah mut’ah? Dan bagaimana kalau si wanita melahirkan anak? Apakah anak yang dilahirkan dibiarkan bersama ibunya yang sudah ditalak di negara itu? Saya mohon penjelasanya.
Jawab: benar. Telah keluar fatwa dari “Lajnah Daimah”, di mana saya adalah ketuanya, bahwa dibenarkan nikah dengan niat (akan) talak sebagai urusan hati antara hamba dan Tuhannya. Jika seseorang menikah di negara lain (di rantau) dan niat bahwa kapan saja selesai dari masa belajar atau tugas kerja, atau lainnya, maka hal itu dibenarkan menurut jumhur para ulama. Dan niat talak semacam ini adalah urusan antara dia dan Tuhannya, dan bukan merupakan syarat dari sahnya nikah.
Dan perbedaan antara nikah ini dan nikah mut’ah adalah dalam nikah mut’ah disyaratkan masa tertentu, seperti satu bulan, dua bulan, dan semisalnya. Jika masa tersebut habis, nikah tersebut gugur dengan sendirinya. Inilah nikah mut’ah yang batil itu. Tetapi jika seseorang menikah, di mana dalam hatinya berniat untuk mentalak istrinya bila tugasnya berakhir di negara lain, maka hal ini tidak merusak akad nikah. Niat itu bisa berubah-ubah, tidak pasti, dan bukan merupakan syarat sahnya nikah. Niat semacam ini hanyalah urusan dia dan Tuhannya. Dan cara ini merupakan salah satu sebab terhindarnya dia dari perbuatan zina dan kemungkaran. Inilah pendapat para pakar (ahl al-ilm), yang dikutip oleh penulis Al-Mughni Muwaffaquddin bin Qudamah rahimahullah
---------fakta di lapangan
Penggerebekan dan penangkapan Polisi Bogor terhadap belasan turis-turis Arab Saudi yang sedang melakukan nikah misyar di Cisarua Puncak menghiasi berita di harian-harian nasional beberapa waktu lalu. Praktek ini sebenarnya bukanlah hal yang baru terjadi tapi sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan mencapai puncaknya pada saat krisis moneter menerpa Indonesia. Puncak kedatangan turis-turis Arab itu biasanya terjadi pada masa musim haji yang menjadi masa liburan panjang di negri mereka.
Nikah misyar (المسيار) adalah praktek pernikahan yang meniadakan kewajiban bagi suami untuk memberi nafkah. Praktek ini lazim dilakukan di Arab Saudi melalui fatwa dari Sheikh Abdul ‘Azeez ibn Abdullaah ibn Baaz . Walaupun sekilas hampir sama tapi ada perbedaan mendasar antara nikah misyar dan nikah mut’ah. Dalam nikah mut’ah tetap ada kewajiban nafkah & dibatasi waktu, sementara nikah misyar selain meniadakan kewajiban nafkah tapi menghalalkan hubungan suami istri juga tidak dibatasi waktu tertentu seperti nikah mut’ah.
Kalangan Ikhwanul Muslimin juga melegalkan pernikahan model ini yang tercermin dari fatwa Syaikh Dr Yusuf Qardhawi. Di Indonesia kedua kelompok radikal ini juga memiliki pengikut yang cukup besar yang diwakili oleh Jama’ah Salafy/Wahabi yang mengikuti paham bin Baz dan Jama’ah Tarbiyah yang secara politik menjelma menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengidolakan Yusuf Qardhawi sehingga praktek ini ditengarai juga marak dilakukan oleh pengikut kelompok ini di Indonesia utamanya di kalangan mahasiswa/i nya. Wallahu a'lam