Kamis, 24 Oktober 2013

MTA MENGHALALKAN BIAWAK, MEREKA MENYAMAKAN DHOB DENGAN BIAWAK



http://brosur.mta.or.id/. Ahad, 04 September 2011/06 Syawwal 1432 Brosur No. : 1569/1609/IF

Halal Haram dalam Islam (ke-7)

16. Beberapa binatang yang para shahabat memakannya, sedangkan Nabi SAW tidak melarang.

1. Dlabb (biawak)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: الضَّبُّ لَسْتُ آكُلُهُ وَ لاَ اُحَرّمُهُ. البخارى 6: 231

Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Biawak itu aku tidak mau memakannya, tetapi aku tidak mengharamkannya”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 231]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542

Dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai makan daging biawak, maka beliau menjawab: "Saya tidak memakannya, tetapi tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ ص وَ هُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ عَنْ اَكْلِ الضَّبّ، فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَ لَا اُحَرّمُهُ. مسلم 3: 1542

Dari Ibnu Umar dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang daging biawak saat beliau di atas mimbar. Beliau menjawab: "Saya tidak memakannya dan juga tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1542]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ مَعَهُ نَاسٌ مِنْ اَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ، وَ اُتُوْا بِلَحْمِ ضَبّ فَنَادَتِ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص اِنَّهُ لَحْمُ ضَبّ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُوْا فَاِنَّهُ حَلاَلٌ وَ لَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي. مسلم 3: 1542

Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW dahulu ketika bersama dengan para sahabatnya, termasuk di dalamnya adalah Sa'ad. Lalu dihidangkan daging biawak untuk mereka. Lalu seorang wanita diantara istri-istri Nabi SAW menyeru, "Itu adalah daging biawak”. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah karena daging biawak itu halal, namun bukan makanan yang biasa saya makan”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1541]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 3: 1543

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging biawak yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, "Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?". Beliau menjawab, "Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, "Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]

عَنْ اَبِي اُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ اْلاَنْصَارِيّ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ اَخْبَرَهُ اَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ الَّذِي يُقَالُ لَهُ سَيْفُ اللهِ اَخْبَرَهُ اَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيّ ص وَ هِيَ خَالَتُهُ وَ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوْذًا قَدِمَتْ بِهِ اُخْتُهَا حُفَيْدَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ مِنْ نَجْدٍ، فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُوْلِ اللهِ ص، وَ كَانَ قَلَّمَا يُقَدَّمُ اِلَيْهِ طَعَامٌ حَتَّى يُحَدَّثَ بِهِ وَ يُسَمَّى لَهُ، فَاَهْوَى رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ اِلَى الضَّبّ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْ النّسْوَةِ الْحُضُوْرِ اَخْبِرْنَ رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا قَدَّمْتُنَّ لَهُ، قُلْنَ: هُوَ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ: اَحَرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ يَنْظُرُ فَلَمْ يَنْهَنِي. مسلم 3: 1543

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif Al-Anshariy bahwa Abdullah bin ‘Abbas pernah mengkhabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Walid yang di juluki dengan pedang Allah, mengkhabarkan kepadanya; bahwa dia bersama dengan Rasulullah SAW datang kepada Maimunah isteri Nabi SAW (dia adalah bibinya Khalid dan juga bibinya Ibnu ‘Abbas) lantas dia mendapati di situ daging biawak yang telah di bakar, oleh-oleh dari saudara perempuannya yaitu Hufaidah binti Al Harits dari Najd, lantas daging biawak tersebut disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Dan jarang sekali beliau disuguhi makanan sehingga beliau diberitahu terlebih dahulu nama makanan yang disuguhkan. Kemudian ketika Rasulullah SAW akan mengambil daging biawak tersebut, seorang wanita dari beberapa wanita yang ikut hadir berkata, "Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang kalian suguhkan!" Kami (para wanita) berkata, "Itu daging biawak, wahai Rasulullah !". Lalu Rasulullah SAW menarik tangannya. Khalid bin Walid lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah daging biawak itu haram ?". Beliau menjawab, "Tidak, namun makanan itu tidak ada di negeri kaumku, maka aku tidak mau memakannya”. Khalid berkata, "Lantas aku ambil daging tersebut dan aku makan, sedangkan Rasulullah melihatku dan tidak melarang”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ: اَهْدَتْ خَالَتِي اُمُّ حُفَيْدٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص سَمْنًا وَ اَقِطًا وَ اَضُبًّا، فَاَكَلَ مِنَ السَّمْنِ وَ الْاَقِطِ وَ تَرَكَ الضَّبَّ تَقَذُّرًا، وَ اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص، وَ لَوْ كَانَ حَرَامًا مَا اُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص. مسلم 3: 1545

Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata; saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, "Bibiku, Ummu Hufaid pernah menghadiahkan minyak samin, keju dan daging biawak kepada Rasulullah SAW, lalu beliau memakan minyak samin dan keju, dan tidak memakan daging biawak, karena merasa jijik. Namun daging biawak tersebut dihidangkan di atas meja makan Rasulullah SAW, seandainya hal itu haram, tentu tidak dihidangkan di meja makan Rasulullah SAW”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1545]

KETAHUILAH BAHWA DHOB ITU BUKAN BIAWAK

Perbedaan Dhab dan Biawak

Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:

1. Bentuk tubuhnya

Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek. Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.

Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak. Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.

2. Warnanya

warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.

3. Makanannya

- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.

4. Tempat Hidupnya

Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.

5. Sifatnya

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.

Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.

Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.

Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin. Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.

6. Hubungannya dengan biawak

Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.

7. Bangsa Arab memandang dhab

Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.

Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.

Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.

Kesimpulan

- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan. - Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ). - Biawak haram dimakan dikarenakan: - Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits) - Biawak merupakan hewan buas - Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallohu A’lam.

Maraji' :

- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar