Rabu, 05 Oktober 2011

HUKUM DISKUSI AGAMA (ANTARA YANG BOLEH DAN YANG DILARANG)



ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS. An-Nahl: 125]

IBNU KATSIR MENJELASKAN TENTANG AYAT DIATAS SBB:

{ ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125) }
يقول تعالى آمرًا رسوله محمدًا صلى الله عليه وسلم أن يدعو الخلق إلى الله { بِالْحِكْمَةِ }
قال ابن جرير: وهو ما أنزله عليه من الكتاب والسنة { وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ } أي: بما فيه من الزواجر والوقائع بالناس ذكرهم بها، ليحذروا بأس الله تعالى.
وقوله: { وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ } أي: من احتاج منهم إلى مناظرة وجدال، فليكن بالوجه الحسن برفق ولين وحسن خطاب، كما قال: { وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ } [العنكبوت : 46] فأمره تعالى بلين الجانب، كما أمر موسى وهارون، عليهما السلام، حين بعثهما إلى فرعون فقال: { فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى } [طه : 44] .
وقوله: { إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ } أي: قدم علم الشقي منهم والسعيد،

{Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk} [QS. An-Nahl: 125]
Alloh berfirman dgn memerintahkan Rosul-Nya Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam agar menyeru umat manusia [untuk menyembah-pen] kpd Alloh dgn hikmah [ilmu dan kebijaksanaan-pen]

Ibnu Jarir berkata, “[hikmah] yaitu apa yg telah diturunkan Alloh kepadanya (Muhammad) dari al-Qur’an dan as-Sunnah, {dan pelajaran yang baik} yaitu melalui pemeriksaaan (penyesuaian) dan fakta (sikon) umat manusia dlm mengingatkan mereka dengannya (mau’izhoh-pen), untuk memperingatkan akan siksa Alloh Ta’ala.
Dan firman Alloh: {dan bantahlah mereka dengan cara yang baik}yaitu berharap agar mereka mau memperhatikan dan debat [diskusi] yg keberadaannya dgn wajah [sikap] yg baik dgn LEMAH LEMBUT, SOPAN DANPERKATAAN YG BAIK. Sebagaimana firman [Alloh]: {Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka} [QS. Al-Ankabut: 46] maka Alloh memerintahkan dgn cara jauh lbh sopan, sebagaimana Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. Ketika keduanya diutus kpd fir’aun. Maka [Alloh] berfirman: {maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut} [QS. Thaha: 44] Dan firman-Nya: {Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk} yaitu Alloh lbh dulu mengetahui org2 yg celaka dan yg bahagia dari mereka.

Dari Abu Umamah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku akan menjamin sebuah rumah di tepi surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan meskipun dia yang benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan kedustaan walaupun dia sedang bergurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi siapa saja yang berakhlak baik.” (HR. Abu Daud no. 4800)

Dari Abu Umamah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah tadinya mereka berada di atas petunjuk kecuali karena mereka adalah kaum yang senang melakukan perdebatan.” Kemudian beliau membaca ayat ini,

مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلا جَدَلا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud berdebat saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf: 58) (HR. At-Tirmizi no. 3253, Ibnu Majah no. 47)

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Sesungguhnya orang yang paling dimurkai Allah adalah orang yang paling keras permusuhannya dan yang menantang jika diterangkan hujjah kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)

Perdebatan dalam agama yang tidak sesuai dengan aturan syar’i merupakan salah satu di antara PENYAKIT LISAN yang sangat BERBAHAYA. Dia merupakan sebab terjadinya perpecahan, pemutusan hubungan, saling menjauhi di antara sesama kaum muslimin. Perdebatan juga bisa menjadi sebab keras dan sesaknya hati karena bisa melahirkan kedengkian kepada kaum muslimin lainnya, plus banyaknya waktu yang terbuang akibat melakukan perdebatan ini dan kurangnya manfaat yang lahir darinya.

Karenanya Alloh Ta’ala dan Rasul-Nya telah menutup semua wasilah menuju kepada perdebatan yang tidak bermanfaat, dengan memberikan janji surga kepada orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia yang benar, dan sebaliknya Alloh sangat murka kepada orang-orang yang bergampangan terjun dalam perdebatan tanpa mengindahkan aturan-aturan syariat di dalamnya.

Dan telah benar Alloh dan Rosul-Nya, bahwa setiap orang yang terjun ke dalam perdebatan yang tidak berguna pasti akan berakhir pada kesesatan, kecuali mereka yang masih dirahmati oleh Alloh, dan sangat sedikit sekali jumlah mereka ini. Tidakkah kita mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah berlalu sebelum kita, yang mereka ini lebih berilmu dibandingkan kita, bagaimana akhirnya mereka terjerumus ke dalam kesesatan akibat mereka berdebat dalam masalah agama, walaupun ada segelintir di antara mereka yang masih bisa kembali kepada kebenaran. Sebut saja di antaranya: Jahm bin Shafwan penyebar mazhab Jahmiah, Washil bin Atha’ pencetus mazhab Mu’tazilah, Imam Al-Ghazali, Fakhrur Razi, Asy-Syahrastani, dan selainnya.

Karenanya para ulama di setiap zaman menegaskan dalam kitab-kitab akidah mereka, bahwa di antara ciri khas ahlussunnah waljama’ah adalah menjauhi semua bentuk perdebatan. Karenanya siapa saja yang terjun dalam perdebatan dalam agama maka dia telah bermain-main di daerah terlarang, yang bisa mengeluarkan dia dari ahlussunnah waljama’ah. Hanya saja walaupun demikian, para ulama tetap memberikan persyaratan yang sangat ketat mengenai kapan perdebatan dibolehkan. Hal itu karena ada segelintir ulama (tidak banyak) yang diketahui mengadakan perdebatan dengan pengikut hawa nafsu (seperti Imam Ahmad, Utsman bin Said Ad-Darimi, dan Ibnu Taimiah), bahkan para Nabi pun berdebat dengan kaumnya.

MAKA INI MENUNJUKKAN BAHWA HUKUM ASAL PERDEBATAN ADALAH HARAM, KECUALI TERPENUHI SYARAT-SYARAT, YAITU:

1. Ikhlas guna meninggikan kalimat Alloh, bukan dengan niat untuk POPULARITAS.

2. Orang yang berdebat harus MAPAN KEILMUANNYA dalam masalah yang dia perdebatkan. Jika dia orang yang JAHIL [BODOH] ATAU ILMUNYA MSIH SETENGAH-SETENGAH MAKA HARAM ATASNYA

3. Dia yakin -atau dugaan besar-DIA BISA MENANG DGN HUJJAH YG ADA. Jika dia tidak yakin bisa menang maka dia wajib meninggalkan perdebatan itu.

4. Ada kemungkinan pihak lawan jika dia kalah maka dia akan KEMBALI KPD KEBENARAN. Jika pihak lawan diketahui sebagai orang yang KETAS KEPALA dan tidak akan bertaubat walaupun kalah maka tidak boleh berdebat dengannya.

5. Jika dia tidak berdebat maka kebenaran akan tertutupi dan kebatilan yang akan menyebar.

6. Ada mashlahah [kebaikan] darinya, baik yang kembalinya kepada pihak lawan dengan dia bertaubat maupun yang kembalinya kepada masyarakat dengan mereka menjauhi pihak lawan tersebut. Adapun jika tidak ada manfa’atnya sama sekali, walaupun mereka kalah tapi masyarakat tetap tidak goyah dalam mengikuti mereka maka ini perdebatan itu adalah perbuatan sia-sia.

Ahlussunnah waljama’ah Melarang Perdebatan dan Permusuhan Dalam Agama. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut.

Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ

“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.

Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ

“Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pen) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda, “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.

Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Alloh kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً

“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja”.

PERDEBATAN YANG TERCELA:

Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.

PERDEBATAN YANG TERPUJI:

Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh SEORANG ‘ALIM (BERILMU, MEMILIKI REFERENSI) dengan niat yang baik dan konsisten dengan ADAB-ADAB syar’i (akhlak yg baik) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”.
(QS. Hud : 32)

Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:

Alloh Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam melawan Fir’aun.

Dan dalam As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh (para pendahulu) banyak perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang terpenuhi di dalamnya (syarat-syarat berikut) :

1. Ilmu (tentang masalah yang diperdebatkan-pen).
2. Niat (yang baik-pen).
3. Mutaba’ah (referensi yg jelas)
4. Adab dalam perdebatan (mengedepankan etika dan norma, bkn hawa nafsu dan amarah)

Wallohu A’lam bish-Showab. Smg bermanfa’at sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar