Jumat, 27 Mei 2016

KAJIAN TENTANG HUKUM MENGQADHA’ PUASA RAMADHAN


Saat ini kita berada di sepuluh terakhir bulan Sya’ban. Sebentar lagi kita akan memasuki bulan penuh kemuliaan, bulan Al-Qur’an, yaitu bulan Ramadhan. Di antara amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah memperbanyak puasa sunnah. Namun yang masih memiliki utang puasa selama beberapa hari lebih utama baginya untuk menunaikan qodho puasa karena sempitnya kesempatan untuk menunaikan utang tersebut.
Sebagian orang sering menganggap remeh penunaian qodho puasa ini. Sampai-sampai bertahun-tahun utang puasanya menumpuk karena rasa malas untuk menunaikannya, padahal ia mampu. Berbeda halnya jika ia tidak mampu karena mungkin dalam kondisi hamil atau menyusui bertahun-tahun sehingga ia mesti menunaikan utang puasa pada dua atau tiga tahun berikutnya. Yang terakhir memang ada udzur. Namun yang kita permasalahkan adalah yang dalam keadaan sehat dan mampu tunaikan qodho puasa. Qodho puasa tetap wajib ditunaikan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185). Juga berdasarkan hadits dari ‘Aisyah,
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR. Muslim no. 335).
Qadha’ Ramadhan boleh ditunda, maksudnya tidak mesti dilakukan setelah bulan Ramadhan yaitu di bulan Syawal. Namun boleh dilakukan di bulan Dzulhijah sampai bulan Sya’ban, asalkan sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Di antara pendukung hal ini adalah ‘Aisyah pernah menunda qadha’ puasanya sampai bulan Sya’ban.
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ . قَالَ يَحْيَى الشُّغْلُ مِنَ النَّبِىِّ أَوْ بِالنَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم
“Aku punya hutang puasa Ramadan, aku tak dapat mengqadhanya kecuali di bulan Sya’ban, karena sibuk melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Al Bukhari)
Akan tetapi yang dianjurkan adalah qadha’ Ramadhan dilakukan dengan segera (tanpa ditunda-tunda) berdasarkan firman Allah Ta’ala,
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى »
“Dan Hutang terhadap Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Harus diketahui pula, bahwa seorang yang berhutang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka ia wajib mengqadhanya sebelum datang Ramadhan selanjutnya.
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت : ( كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلا فِي شَعْبَانَ ، وَذَلِكَ لِمَكَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) .
’Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pernah aku mempunyai hutang puasa dari bulan Ramadhan, lalu aku tidak mampu mengqadhanya melainkan di dalam bulan Sya’ban, yang demikian itu karena keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalny rahimahullah mengomentari hadits ini:
وَيُؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذَلِكَ فِي شَعْبَان أَنَّهُ لا يَجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يَدْخُلَ رَمَضَان آخَرُ اهـ
Dan diambil pelajaran dari semangatnya ‘Aisyah radhiyallalhu ‘nha untuk mengqadhanya di dalam bulan Sya’ban, BAHWA TIDAK BOLEH MENGAKHIRKAN QADHA SAMPAI MASUK KE DALAM RAMADHAN YANG LAIN.” Lihat kitab Fath Al Bary ketika mengomentari hari di atas.
Barangsiapa yang belum mengqadha puasa Ramadhan yang lalu, kemudian sudah datang lagi Ramadhan berikutnya, maka harus dilihat dulu alasan penundaan (ta`khir) qadha tersebut. Jika penundaan itu karena ada udzur (alasan syar’i), seperti sakit, nifas, menyusui, atau hamil, maka tidak mengapa. Demikian menurut seluruh mazhab tanpa ada perbedaan pendapat, sebab yang bersangkutan dimaafkan karena ada udzur dalam penundaan qadha`-nya.
Namun jika penundaan qadha` itu tanpa ada udzur, maka para ulama berbeda pendapat dalam dua pendapat :
Pendapat Pertama, pendapat jumhur, yaitu Imam Malik, Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan lain-lain berpendapat orang tersebut di samping tetap wajib mengqadha`, dia wajib juga membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari dia tidak berpuasa. Fidyah ini adalah sebagai kaffarah (penebus) dari penundaan qadha`-nya. Demikian penuturan Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni Ma’a Asy-Syarh Al-Kabir, II/81 (Dikutip oleh Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, [Kairo : Darush Shahwah], 1992, hal. 64).
Pendapat pertama ini terbagi lagi menjadi dua : (1) Menurut ulama Syafi’iyah, fidyah tersebut berulang dengan berulangnya Ramadhan (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala al-Mazahib Al-Arba’ah Kitabush Shiyam (terj), hal. 109). (2) Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah, fidyah hanya sekali, yakni tidak berulang dengan berulangnya Ramadhan (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/680).
Wajib mengqadha dan membayar fidyah, dan ini adalah pendapatnya Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, Asy Syafi’ie, Ishaq, Ats Tsaury dan Al Auza’iy rahimahumullah.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
من فرَّط في صيام شهر رمضان حتى يدركه رمضان آخر فليصم هذا الذي أدركه، ثم ليصم ما فاته، ويطعم مع كل يوم مسكيناً
“Barangsiapa yang meremehkan puasa Ramadhan sampai datang Ramadhan selanjutnya, maka berpuasalah ia bulan ini yang ia dapati (dari Ramadhan yang kedua) kemudian berpuasalah ia atas apa yang ia tinggalkan, dan memberikan maka setiap harinya seorang miskin.” HR. Ad Daruquthny dan ibnu Muflih mengatakan di dalam kitab Al Furu’ (5/64): “diriwayatkan oleh Sa’id dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma”, riwayat ini dishahihkan juga oleh An Nawawi di dalam kitab Al Majmu’ (6/346) .
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata tentang seseorang yang sakit lalu tidak berpuasa sampai memuali dulu, ia berpuasa sampai datang Ramadhan yang lain:
يصوم الذي حضره ويصوم الآخر ويطعم كل ليلة مسكيناً
“Ia berpuasa yang telah hadir dan brpuasa lainnya serta memberikan makanan setiap hari seorang miskin.” (HR. Ad Daruquthni (2/197) dan beliau berkata: “Sanadnya shahih mauquf.”
Dalil pendapat pertama ini, yakni yang mewajibkan fidyah di samping qadha karena adanya penundaan qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya, adalah perkataan sejumlah sahabat, seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah (Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm], 2000, hal. 872). Ath-Thahawi dalam masalah ini meriwayatkan dari Yahya bin Aktsam,”Aku mendapati pendapat ini dari enam sahabat yang tidak aku ketahui dalam masalah ini ada yang berbeda pendapat dengan mereka.” (wajadtuhu ‘an sittin min ash-shahabati laa a‘lamu lahum fiihi mukhalifan).(Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, [Beirut : Mu`assasah Ar-Risalah], 2002, hal. 210).
Imam Syaukani menjelaskan dalil lain bagi pendapat pertama ini. Yaitu sebuah riwayat dengan isnad dhaif dari Abu Hurairah ra dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang sakit di bulan Ramadhan lalu dia tidak berpuasa, kemudian dia sehat namun tidak mengqadha` hingga datang Ramadhan berikutnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang menyusulnya itu, kemudian dia berpuasa untuk bulan Ramadhan yang dia berbuka padanya dan dia memberi makan seorang miskin untuk setiap hari [dia tidak berpuasa].” (yashuumu alladziy adrakahu tsumma yashuumu asy-syahra alladziy afthara fiihi wa yuth’imu kulla yaumin miskiinan). (HR Ad-Daruquthni, II/197). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 871; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/689).
Pendapat Kedua, pendapat Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, Imam Ibrahim An-Nakha`i, Imam al-Hasan Al-Bashri, Imam Al-Muzani (murid Asy-Syafi’i), dan Imam Dawud bin Ali. Mereka mengatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga datang Ramadhan berikutnya, tidak ada kewajiban atasnya selain qadha`. Tidak ada kewajiban membayar kaffarah (fidyah) (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/240; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, II/240; Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 210).
Wajib mengqadha saja adalah pendapatnya Al Hasan Al Bashry, An Nakh’i, Al Bukhari berkata di dalam kitab shahihnya:
قَالَ إِبْرَاهِيمُ -يعني : النخعي- : إِذَا فَرَّطَ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ آخَرُ يَصُومُهُمَا وَلَمْ يَرَ عَلَيْهِ طَعَامًا ، وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلا وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُطْعِمُ . ثم قال البخاري : وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهُ الإِطْعَامَ ، إِنَّمَا قَالَ : ( فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) اهـ
“Berkata Ibrahim yaitu An Nakh’i: “Jika ia meremehkan sampai datang ramadhan lain, maka ia berpuasa pada keduanya dan ia tidak berpendapat ada kewajiban fidyah atasnya dan diriwayatkan dari Abu Hurairah secara mursal dan juga Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhum bahwa ia (juga) membayar fidyah, kemudia Al Bukhari berkata: “Allah tidak menyebutkan membayar fidyah, tetapi hanya berfirman: “maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
Perlu ditambahkan bahwa dalam masalah menunda qadha` (ta`khir al-qadha`), Imam Abu Hanifah memang membolehkan qadha` puasa Ramadhan kapan saja walau pun sudah datang lagi bulan Ramadhan berikutnya. Dalilnya adalah kemutlakan nash Al-Baqarah : 183. Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 122, dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu Hanifah berkata, ”Kewajiban mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya.” (wujuubu al-qadhaa`i muwassa’un duuna taqyiidin walaw dakhala ramadhan ats-tsaniy).
Sedang jumhur berpendapat bahwa penundaan qadha` selambat-lambatnya adalah hingga bulan Sya’ban dan tidak boleh sampai masuk Ramadhan berikutnya. Dalil pendapat jumhur ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad dari ‘A`isyah rah dia berkata,”Aku tidaklah mengqadha` sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (maa qadhaytu syai`an mimmaa yakuunu ‘alayya min ramadhaana illaa sya’baana hatta qubidha rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallama) (Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, [Beirut : Mu`assasah Ar-Risalah], 2002, hal. 122).
Masalah Fidyah
Mengenai wajib tidaknya fidyah atas orang yang menunda qadha` Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya, pendapat yang rajih adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Ibrahim An-Nakha`i, dan lain-lain. Pendapat ini menyatakan bahwa orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah.
Hal itu dikarenakan kewajiban membayar fidyah bagi orang yang menunda qadha` Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya, membutuhkan adanya dalil khusus dari nash-nash syara’. Padahal tidak ditemukan nash yang layak menjadi dalil untuk kewajiban fidyah itu. (Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal.210).
Adapun dalil hadits Abu Hurairah yang dikemukakan, adalah hadits dhaif yang tidak layak menjadi hujjah (dalil). Imam Syaukani berkata,”…telah kami jelaskan bahwa tidak terbukti dalam masalah itu satu pun [hadits shahih] dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 872). Yusuf al-Qaradhawi meriwayatkan tarjih serupa dari Shiddiq Hasan Khan dalam kitabnya Ar-Raudatun An-Nadiyah (I/232),”…tidak terbukti dalam masalah itu sesuatu pun [hadits sahih] dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, hal. 64).
Pendapat beberapa sahabat yang mendasari kewajiban fidyah itu, adalah dasar yang lemah. Sebab pendapat sahabat –yang dalam ushul fiqih disebut denganmazhab ash-shahabi atau qaul ash-shahabi— bukanlah hujjah (dalil syar’i) yang layak menjadi sumber hukum Islam. Imam Syaukani berkata,”Pendapat yang benar bahwa qaul ash-shahabi bukanlah hujjah [dalil syar’i].” (Imam Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 243). Imam Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan,”…mazhab sahabat tidak termasuk dalil syar’i.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/411).
Mengenai periwayatan ath-Thahawi dari Yahya bin Aktsam bahwa dia berkata,”Aku mendapati pendapat ini dari enam sahabat yang tidak aku ketahui dalam masalah ini ada yang berbeda pendapat dengan mereka”, tidaklah dapat diterima. Mahmud Abdul Latif Uwaidhah dalam Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam hal.210 mengatakan,”Sesungguhnya riwayat-riwayat dari sahabat ini tidaklah terbukti, sebab riwayat-riwayat itu berasal dari jalur-jalur riwayat yang lemah [dhaif]. Maka ia wajib ditolak dan tidak boleh ditaqlidi atau diikuti.”
Masalah Waktu Qadha
Adapun waktu qadha`, yang rajih adalah pendapat jumhur, bukan pendapat Imam Abu Hanifah, rahimahullah. Jadi mengqadha` puasa Ramadhan itu waktunya terbatas, bukan lapang (muwassa`) sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah. Maka qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadhan berikutnya. Jika seseorang menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya, dia berdosa.
Dalilnya adalah hadits Aisyah rah di atas bahwa dia berkata,”Aku tidaklah mengqadha` sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad, hadits sahih). (Terdapat hadits-hadits yang semakna dalam lafazh-lafazh lain sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 871-872, hadits no. 1699).
Memang hadits di atas adalah hadits mauquf yaitu merupakan perbuatan, perkataan, dan diamnya sahabat, yang dalam hal ini adalah perkataan dan/atau perbuatan ‘Aisyah rah. Jadi ia memang bukan hadits marfu’, yaitu hadits yang isinya adalah perbuatan, perkataan, dan diamnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun adakalanya sebuah hadits itu mauquf, tapi dihukumi sebagai hadits marfu’. Para ulama menyebut hadits semacam ini dengan sebutan al-marfu’ hukman, yakni hadits yang walaupun secara redaksional (lafzhan) adalah hadits mauquf tetapi secara hukum termasuk hadits marfu’ (Mahmud Thahhan,Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 131).
Hadits al-marfu’ hukman mempunyai ciri antara lain bahwa objek hadits bukanlah lapangan pendapat atau ijtihad. Dengan kata lain, bahwa seorang sahabat tidaklah berkata, berbuat, atau berdiam terhadap sesuatu kecuali dia telah memastikan bahwa itu berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Shubhi Shalih, ‘Ulumul Hadits wa Musthalahuhu, hal. 207-208).
Mengenai hadits ‘Aisyah rah di atas terdapat indikasi bahwa ia adalah al-marfu’ hukman. Mahmud Abdul Latif Uwaidhah menjelaskan dalam Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam hal. 123-124 dengan mengatakan : “Adalah jauh sekali, terjadi perbuatan itu dari ‘Aisyah -yang tinggal dalam rumah kenabian- tanpa adanya pengetahuan dan persetujuan (iqrar) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nash ini layak menjadi dalil bahwa batas waktu terakhir untuk mengqadha` puasa adalah bulan Sya’ban. Artinya, qadha` hendaknya dilaksanakan sebelum datangnya Ramadhan yang baru. Jika tidak demikian, maka seseorang telah melampaui batas. Kalau qadha` itu boleh ditunda hingga datangnya Ramadhan yang baru, niscaya perkataan ‘Aisyah rah itu tidak ada faidahnya. Lagi pula pendapat mengenai wajibnya mengqadha` sebelum datangnya Ramadhan yang baru telah disepakati oleh para fuqaha, kecuali apa yang diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, rahimahullah.”
Kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan, hanya berkewajiban qadha`, tidak wajib membayar fidyah. Adapun dalam hal waktu mengqadha`, qadha` wajib dilaksanakan selambat-lambatnya pada bulan Sya’ban dan berdosa jika seseorang menunda qadha` hingga masuk Ramadhan berikutnya. Wallahu a’lam
Demikianlah Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya dan semoga bermanfa’at. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق

Senin, 23 Mei 2016

KHUTBAH IDUL FITRI (3 PESAN DAN KESAN RAMADHAN 1437 H / 2016 M)


(Pesan dan Kesan Ramadhan yg Harus dipegang Teguh Bersama)
KHUTBAH PERTAMA
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْكُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْوَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ. اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اللهُ اَكْبَرْ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jama'ah sholat Idul Fitri rahimakumullah
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas kemenangan besar yg kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" زَيِّنُوا أَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيرِ " ، الطبراني في الأوسط والصغير ، بسند ضعيف ، عن أبي هريرة به مرفوعا 
“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah Ta'ala sedangkan selain Allah semuanya kecil semata. Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yg berhubungan dengan-Nya.
Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yg tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yg Maha Esa dan maha kuasa. Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jamaah Idul Fitri rahimakumullah
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa dan atas karunia-Nya pada hari ini kita dapat berhari raya bersama, maka sudah sepantasnya pada hari yg bahagia ini kita bergembira, merayakan sebuah momentum kemenangan dan kebahagiaan berkat limpahan rahmat dan maghfiroh-Nya sebagaimana yg tersurat dalam sebuah hadits Qudsi:
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْااِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
“Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya kamu sekalian maka Allah pun berkata: 'Wahai Malaikatku, setiap orang yg mengerjakan amal kebajian dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Sesorang kemudian berseru: 'Wahai ummat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata: 'Wahai hambaku, kalian telah berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yg telah mendapatkan ampunan.”
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama`ah Idul Fithri yg berbahagia
Seiring dengan berlalunya Bulan suci Ramadhan. Banyak pelajaran hukum dan hikmah, faidah dan fadhilah yang dapat kita petik untuk menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan yg akan datang. Jika bisa diibaratkan, Ramadhan adalah sebuah madrasah. Sebab 12 jam x 30 hari mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, semula sesuatu yg halal menjadi haram. Makan dan minum yg semula halal bagi manusia di sepanjang hari, maka di bulan Ramadhan menjadi haram.
Tapi setelah semua cobaan yg kita lewati pernahka kita memperhatikan aspek sosial Ramadhan, semua orang pernah merasa kenyang tapi tidak semuanya pernah merasakan lapar.
Lihatlah diri kita, bukankah seringkali kita merasa paling besar, gumedhe, jumawa seolah-olah semua manusia kecil dan harus takluk dihadapan kita. Kita berlagak seolah kita adalah Tuhan yg kuasa atas segala keadaan. Tidakkah kita sadar, bahwa kita sesungguhnya tidak lain adalah makhluk yg sangat lemah, maka kepada siapa lagi kita berharap selain kepada Allah Ta'ala yg telah menciptakan kita dan dengan kasih saying Allah lah kita diberi kesempatan menikmati hidup di dunia milik Allah ini.
Maka apa sesungguhnya yg menahan kaki kita tidak mau melangkah ke masjid ?
Apakah yg menahan kepala kita sehingga tidak mau menunduk ke tanah bersujud di hadapan Allah ?
Apakah yg menahan lidah kita sehingga kaku dan kelu mengucapkan dzikir dan takbir ??
Apakah yg menahan hati kita sehingga sulit merindukan Allah ?
Apakah yg menahan pikiran kita sehingga tidak mendambakan surga ?
Apakah yg mendorong jiwa kita sehingga cenderung ke neraka ?
Apakah yg menahan diri kita sehingga mengabaikan hak2 Allah dan cenderung memperturutkan hawa nafsu padahal hawa nafsu itu mendorong kepada kejelekan
Apakah kesombongan kita sudah demikian memuncak, sehingga sedemikan lantang kita durhaka kepada Allah. Na’udzu billah min dzalik…
Ma’syiral muslimin rahimakumullah…
Berbahagialah kita karena hingga saat ini kita dimudahkan oleh Allah untuk bersujud, rukuk, dihadapan Allah. Janganlah karena perilaku kita yg menetang Allah menjadikan Allah semakin murka kepada kita. Janganlah karena kesombongan dan kebodohan kita menjadi sebab terhalangnya kita dari jalan surga dan menghalangi kita mendekati Allah Ta'ala. Maka bersyukur kepada Allah atas segala karunia ini. Karunia iman dan islam. Apalah artinya kesenangan sesaat di dunia tapi membawa penyesalan berkepanjangan di akherat kelak.
Apakah selepas ramadhan semakin dekat dengan Islam ataukah justru semakin jauh ?? Hanya diri kita sendiri yg nanti akan membuktikan.
Oleh karena itu, ada tiga pesan dan kesan Ramadhan yg sudah semestinya kita pegang teguh bersama susudah Ramadhan yg mulia ini.
Pesan pertama; Ramadhan adalah Pesan moral atau Tahdzibun Nafsi
Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yg tidak pernah berdamai. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jihad yg paling besar adalah jihad melawan diri sendiri. Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adsalah naluri Syahwat.
Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan. Pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu. Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ) ; tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yg lemah selalu kalah meskipun benar. ketiga sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yg menjatuhkan martabat manusia.
Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial (keadaan masyarakat) yg sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan Dollar, sulit membedakan mana yg hibah mana yg suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yg terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya sifat yg membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yg telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yg dapat mengoptimalkan dengan baik sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yg luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yg menjadi harapan setiap orang. Insan yg dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)
Jama`ah Idul Fithri yg berbahagia
Pesan kedua adalah pesan sosial
Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah. Indah disini justru terlihat pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yg berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yg sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara orang-orang yg hidupnya berkecukupan dan orang-orang yg hidup kesehariannya serba kekurangan, sejalan hatinya sebab كُلُّكُمْ عِيَالُ اللهِ , kalian semua adalah ummat Allah.
Dalam kesempatan ini orang yg menerima zakat akan merasa terbantu beban hidupnya sedangkan yg memberi zakat mendapatkan jaminan dari Allah Ta'ala; sebagaimana yg terkandung dalam hadits Qurthubi:
اِنّىِ رَأَيْتُ اْلبَارِحَةَ عَجَاً رَأَيْتُ مِنْ اُمَّتِى يَتَّقِى وَهَجَ النَّارَ وَشِرَرَهَا بِيَدِهِ عَنْ وَجْهِهِ فَجَائَتْ صَدَقَتُهُ فَصَارَتْ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
"Aku semalam bermimpi melihat kejadian yg menakjubkan. Aku melihat sebagian dari ummatku sedang melindungi wajahnya dari sengatan nyala api neraka. Kemudian datanglah shadaqahnya menjadi pelindung dirinya dari api neraka."
Jama'ah sholat Idul Fitri rahimakumullah
Pesan ketiga adalah pesan jihad
Jihad yg dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yg sempit; yakni berperang di jalan Allah akan tetapi jihad dalam pengertiannya yg utuh, yaitu:
بَذْلُ مَاعِنْدَهُ وَمَا فِى وُسْعِهِ لِنَيْلِ مَا عِنْدَ رَبِّهِ مِنْ جَزِيْلِ ثَوَابِ وَالنَّجَاةِ مِنْ اَلِيْمِ عِقَابِهِ
"Mengecilkan arti segala sesuatu yg dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."
Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yg dituju adalah mengorbankan segala yg kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yg disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yg paling besar. Dengan demikian, jihad akan terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik dalam kondisi peperangan maupun dalam kondisi damai. Jihad tetap dijalankan.
Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yg kita butuhkan bukanlah jihad mengangkat senjata. Akan tetapi jihad mengendalikan diri dan mendorong terciptanya sebuah sistem sosial yg bermartabat, berkeadilan dan sejahtera serta bersendikan atas nilai-nilai agama dan ketaatan kepada Allah.
Mengingat adanya aliran Islam yg mengkampanyekan jihad dengan senjata di negara damai Indonesia ini, maka perlu untuk ditekankan lebih dalam bahwa jihad seharusnya dilandasi niat yg baik dan dipimpin oleh kepala pemerintahan, bukan oleh kelompok atau aliran tertentu. Jangan sampai mengatasnamakan kesucian agama, akan tetapi tidak bisa memberikan garansi bagi kemaslahatan umat Islam. Islam haruslah didesain dan bergerak pada kemaslahatan masyarakat demi mencapai keridhaan Allah dan kemajuan ummat. Pengalaman pahit salah mengartikan jihad menjadikan Islam dipandang sebagai agama teroris. Padahal Islam sebenarnya adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin), agama yg menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian.
Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yg kita butuhkan adalah upaya mendukung terbangunnya sebuah sistem sosial yg bermartabat, berkeadilan dan sehatera yg bersendikan pada ketaatan kepada Allah. Jihad untuk mengendalikan hawa nafsu dari seluruh hal yg dapat merugikan diri kita sendiri, terlebih lagi merugikan orang lain.
Jama`ah Sholat Idul Fitri rahimakumullah
رُوِىَ اَنَّ بَعْضَ الصَّحَابَةِ قَالُوْا يَا نَبِيَّ اللهِ لَوَدَدْنَا اَنْ نَعْلَمَ اَيَّ التِّجَارَةِ اَحَبُّ اِلَى اللهِ فَنَتَجَرُّ فِيْهَا فَنُزِلَتْ (يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلىَ تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ. تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُجَاهِدُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْمُ)
"Diriwayatkan bahwa sebagian sahabat mendatangi Rasulullah. Ketika berjumpa, salah seorang dari mereka berkata: "Wahai Nabi Allah, kami ingin sekali mengetahui bisnis apa yg paling dicintai oleh Allah agar kami bisa menjadikannya sebagai bisnis kami". Kemudian diturunkan ayat:
يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلىَ تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ. تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُجَاهِدُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْمُ
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar." (QS Ash-Shaff:10-12)
Dalam konteks sosial masyarakat kita saat ini, dimana masih banyak sektor sosial yg perlu pembenahan lebih lanjut. Maka makna jihad harus mengacu pada pengentasan masalah-masalah sosial. Oleh sebab itu, sudah selayaknya pada momentum lebaran saat ini, bukan hanya pakaian yg baru akan tetapi gagasan-gagasan baru juga harus dikedepankan untuk mengentaskan masalah-masalah sosial yg selama ini membelenggu kemajuan umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa dan negara Indonesia pada umumnya.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْدُ
Jama'ah Sholat Idul Fithri rahimakumullah
Demikianlah tiga pesan yg disampaikan oleh Ramadhan. Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama memikul tanggung jawab untuk merealisasikan ketiga pesan ini ke dalam bingkai kehidupan nyata. Marilah kita bersama-sama mengendalikan hawa nafsu kita sendiri, untuk tidak terpancing pada hal-hal yg terlarang dan merugikan orang lain; menjalin hubungan silaturrahim serta kerjasama sesama muslim tanpa membeda-bedakan status sosial, serta menyandang semangat jihad untuk membangun sebuah sistem sosial yg bermartabat, berkeadilan dan sejahtera.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Akhirnya marilah kita berdoa, menundukkan kepala, memohon kepada Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim untuk kebaikan kita dan umat Islam dimana saja berada:
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ وَنَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَهْدِيْكَ وَنَعُوْذُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ نَشْكُرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ.
Ya Allah, sesungguhnya kami memuji-Mu, meminta tolong kepada-Mu, dan memohon petunjuk dari-Mu, kami berlindung dan bertawakal kepada-Mu, kami memuji-Mu dengan segala kebaikan, kami bersyukur atas semua nikmat-Mu, kami tidak mengingkari-Mu, kami berlepas diri dari siapa pun yg durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya untuk-Mu shalat dan sujud kami, dan hanya kepada-Mu kami berusaha dan bergegas, kami sangat mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu, sesungguhnya azab-Mu benar-benar ditimpakan kepada orang-orang kafir.
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ بِالإِسْلاَمِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالإِيْمِانِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالْقُرْآنِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالأَهْلِ وَالْمَالِ وَالْمُعَافَاةِ لَكَ الْحَمْدُ بِكُلِّ نِعْمَةٍ أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيْنَا.
Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu atas nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat Al-Qur’an, nikmat bulan Ramadhan, nikmat keluarga, harta dan kesehatan. Segala puji bagi-Mu atas semua nikmat yg telah Engkau anugerahkan kepada kami.
سُبْحَانَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ حَتَّى تَرْضَى وَلَكَ الْحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ.
Maha Suci Engkau, kami tidak akan sanggup menghitung dan membatasi pujian bagi-Mu. Keagungan-Mu hanya dapat diungkapkan dengan pujian-Mu kepada diri-Mu sendiri, segala puji hanya bagi-Mu (dari kami) sampai Engkau ridha (kepada kami) dan segala puji bagi-Mu setelah keridhaan-Mu.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ ونَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Ya Allah, sampaikanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepada hamba, nabi dan rasul-Mu Muhammad saw beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا.
Ya Allah, ampunilah kami dan ampuni pula kedua orang tua kami dan sayangilah mereka seperti kasih sayang mereka saat mendidik kami di waktu kecil.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri sendiri, jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami pastilah kami termasuk orang-orang yg merugi.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنـَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yg telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman, ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu ridha dan surga-Mu serta semua ucapan maupun perbuatan yg dapat mendekatkan kami kepadanya, dan kami berlindung kepada-Mu dari murka dan neraka-Mu serta semua ucapan maupun perbuatan yg dapat mendekatkan kami kepadanya.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِجَمِيْعِ مَوْتَى الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ شَهِدُوْا لَكَ بِالْوَحْدَانِيَّةِ وَلِنَبِيِّكَ بِالرِّسَالَةِ وَمَاتُوْا عَلَى ذَلِكَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُمْ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُمْ وَاغْسِلْهُمْ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِمْ مِنَ الذٌّنُوْبِ وَالْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَجَازِهمْ بِالْحَسَنَاتِ إِحْسَانًا وَبِالسَّيِّئَاتِ عَفْوًا وَغُفْرَانًا.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kaum mukminin yg telah wafat dan telah bersaksi atas keesaan-Mu dan kerasulan nabi-Mu (Muhammad saw) dan mereka meninggal dalam keadaan demikian. Ya Allah, ampuni dan rahmatilah mereka, maafkan semua kesalahan mereka, muliakan tempat tinggalnya, luaskan kediamannya, sucikan mereka dengan air, salju, dan embun, bersihkan mereka dari berbagai dosa dan kesalahan sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Dan balaslah amal kebaikan mereka dengan kebaikan pula, dan amal buruk mereka dengan maaf dan pengampunan.
اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
Ya Allah, bantulah kami dalam berdzikir dan bersyukur serta beribadah kepada-Mu dengan baik, wahai Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
اَللَّهُمَّ نَحْنُ عَبِيْدُكَ بَنُوْ عَبِيْدِكَ بَنُوْ إِمَائِكَ نَوَاصِيْنَا بِيَدِكَ مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيْنَا قَضَاؤُكَ نَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا وَنُوْرَ صُدُوْرِنَا
وَجَلاَءَ أَحْزَانِنَا وَذَهَابَ هُمُوْمِنِا وَغُمُوْمِنَا وَسَائِقَنَا وَقَائِدَنَا إِلَى جَنَّاتِكَ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ.
Ya Allah, kami adalah hamba-hamba-Mu, anak dari hamba-hamba-Mu laki-laki dan perempuan, ubun-ubun kami berada dalam tangan-Mu, telah berlaku atas kami hukum-Mu, adil pasti atas kami keputusan-Mu, kami memohon kepada-Mu dengan menggunakan semua nama yang menjadi milik-Mu dan Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau nama yang Engkau turunkan dalam kitab suci-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu di antara hamba-Mu, atau dengan nama yg Engkau simpan dalam rahasia ghaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yg agung ini taman bunga sepanjang musim di hati kami, jadikan ia cahaya di dada-dada kami, pelipur lara dan penghapus gulana, jadikan pula ia pembimbing kami menuju surga-Mu yg penuh kenikmatan.
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوْبَنَا بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ اَللَّهُمَّ زَكِّ نُفُوْسَنَا بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ.
Ya Allah, bersihkan dan sucikan hati dan jiwa kami dengan Al-Qur’an yg mulia.
اَللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِيْنَا وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا وَارْزُقْنَا تِلاَوَتَهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ وَاجْعَلْهُ حُجَّةً لَنَا لاَ حُجَّةً عَلَيْنَا.
Ya Allah, ingatkan kami ayat Al-Qur’an yg terlupa, ajarkan kami darinya apa yg tidak kami ketahui, berikan rezki kepada kami berupa kenikmatan membacanya malam dan siang, jadikan ia hujjah bagi kami jangan jadikan ia hujjah atas kami.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ القُرْآنِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُكَ وَخَاصَّتُكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk ahli Al-Qur’an yg menjadi keluarga-Mu dan hamba-hamba istimewa di sisi-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا
Ya Allah, berikan kepada jiwa-jiwa kami ketakwaan kepadamu, dan sucikan dia, Engkaulah sebaik-baik Zat Yang Menyucikan jiwa, Engkaulah Pelindung dan Penolongnya.
اَللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّ إِذَا دَعَاكَ نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَالْعَزِيْمَةَ عَلَى الرُّشْدِ وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ وَالْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ.
Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan, Yang Maha Mengabulkan doa orang yg berada dalam kesulitan, kami memohon kepada-Mu berbagai penyebab turunnya rahmat-Mu, tekad dan kekuatan untuk meniti jalan yg lurus, limpahan segala kebajikan, keselamatan dari segala dosa, kemenangan meraih surga dan keselamatan dari azab neraka.
اَللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.
Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan, kami memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri dan kekayaan.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu segala kebaikan di dunia dan akhirat yg kami ketahui maupun yg tidak kami ketahui, dan kami berlindung kepada-Mu dari semua keburukan di dunia dan akhirat yg kami ketahui maupun yg tidak kami ketahui.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَكَ مِنْهُ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ.
Ya Allah, kami memohon kepadamu segala kebaikan yg telah diminta hamba dan rasul-Mu Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hamba-hamba-Mu yg shalih, dan kami berlindung kepadamu dari segala keburukan yg mereka telah berlindung darinya kepada-Mu.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إَلَيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
Ya Allah, perbaikilah agama kami yg merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yg menjadi tempat hidup kami, dan perbaikilah akhirat kami karena dialah tempat kembali kami. Jadikan kehidupan ini sebagai penambah segala kebaikan bagi kami, dan jadikan kematian sebagai kebebasan kami dari segala keburukan.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلاَءِ وَدَرْكِ الشَّقَاءِ وَسُوْءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari sulitnya bencana, beratnya penderitaan, buruknya takdir, dan tepuk tangan musuh.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari siksa Jahanam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah Dajjal.
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوْبَنَا مِنَ النِّفَاقِ وَأَعْمَالَنَا مِنَ الرِّيَاءِ وَأَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ وَأَعْيُنَنَا مِنَ الْخِيَانَةِ إِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُوْرُ.
Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya, lisan kami dari dusta, dan bersihkan mata kami dari khianat, sesungguhnya Engkau mengetahui pengkhianatan mata dan apa yg disembunyikan dalam dada.
اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
Ya Allah, cukupkan diri kami dengan yg halal dari yg haram, dengan ketaatan kepada-Mu dari maksiat kepada-Mu, dan dengan karunia-Mu dari selain-Mu, wahai Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
اَللَّهُمَّ أَعْتِقْ رِقَابَنَا مِنَ النَّارِ وَأَوْسِعْ لَنَا مِنَ الرِّزْقِ الْحَلاَلِ وَاصْرِفْ عَنَّا فَسَقَةَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
Ya Allah, bebaskan diri kami dari api neraka, lapangkan untuk kami rezki yg halal, dan jauhkan kami dari jin dan manusia yang fasik, wahai Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ أَعْمَالِنَا آخِرَهَا وَخَيْرَ أَعْمَارِنَا خَوَاتِمَهَا وَخَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ لِقَائِكَ.
Ya Allah, jadikanlah amal kami yg terbaik adalah akhirnya, dan umur kami yg terbaik adalah penghujungnya, dan hari terbaik kami adalah hari bertemu Engkau.
اَللَّهُمَّ آنِسْ وَحْشَتَنَا فِي الْقُبُوْرِ وَآمِنْ خَوْفَنَا يَوْمَ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ وَيَسِّرْ لَنَا يَا إِلهَنَا الأُمُوْرَ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
Ya Allah, hiburlah kami ketika sendirian dalam kubur, hilangkan ketakutan kami ketika dibangkitkan dari kubur, dan mudahkan semua urusan kami, Ya Tuhan kami, wahai Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَدْلِ فِيْ رَعَايَاهُمْ وَالرِّفْقِ بِهِمْ وَالاِعْتِنَاءِ بِمَصَالِحِهِمْ وَحَبِّبْهُمْ إِلَى الرَّعِيَّةِ وَحَبِّبِ الرَّعِيَّةَ إِلَيْهِمْ.
Ya Allah, perbaikilah (akhlaq) para pemimpin kaum muslimin, bimbinglah mereka dalam menegakkan keadilan, menyayangi, dan memperhatikan kepentingan rakyat. Tumbuhkan kecintaan rakyat kepada mereka dan kecintaan mereka kepada rakyat.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِصِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَالْعَمَلِ بِوَظَائِفِ دِيْنِكَ الْقَوِيْمِ وَاجْعَلْهُمْ هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, bimbinglah mereka ke jalan-Mu yg lurus, agar bekerja demi agama-Mu yg benar, jadikan mereka teladan yg mendapat petunjuk-Mu, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ وَالْحُكْمِ بِشَرِيْعَتِكَ وَإقَامَةِ حُدُوْدِكَ.
Ya Allah, bimbinglah mereka agar bekerja sesuai kitab-Mu, sunnah Nabi-Mu, memutuskan dengan syariat-Mu, dan menegakkan hukum-hukum-Mu.
اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لإِزَالَةِ الْمُنْكَرَاتِ وَإِظْهَارِ الْمَحَاسِنِ وَأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ.
Ya Allah, tuntunlah mereka untuk memberantas kemunkaran dan menampilkan segala bentuk kebaikan.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ.
Ya Allah, perbaikilah keadaan kaum muslimin, murahkanlah harga-harga kebutuhan hidup mereka, dan jadikanlah mereka aman sentosa di tanah air mereka.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ شَبَابَ الْمُسْلِمِيْنَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمُ الإِيْمَانَ وَزَيِّنْهُ فِيْ قُلُوْبِهِمْ وَكَرِّهْ إِلَيْهِمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْهُمْ مِنَ الرَّاشِدِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, perbaikilah keadaan para pemuda kaum muslimin, jadikan mereka para pencinta keimanan dan jadikan iman itu indah dalam hati mereka, bencikan mereka terhadap kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan, dan jadikan mereka orang-orang yg lurus, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
اَللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّ إِذَا دَعَاكَ نَسْأَلُكَ أَنْ تُعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِميْنَ وَأَنْ تُذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَنْ تُدَمِّرَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَنْ تَجْعَلَ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan, Yang Maha Mengabulkan doa orang yg berada dalam kesulitan, kami memohon kepadamu agar Engkau memuliakan Islam dan kaum muslimin, menghinakan kemusyrikan dan orang-orang musyrik, menghancurkan musuh-musuh agama, dan menjadikan negeri ini dan negeri-negeri kaum muslimin lainnya aman dan tenteram.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.
Ya Allah, tolonglah dan menangkanlah saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin di jalan-Mu di mana pun mereka berada.
اَللَّهُمَّ اكْتُبِ الشَّهَادَةَ عَلَى مَوْتَاهُمْ وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ عَلَى أَحْيَائِهِمْ.
Ya Allah, tetapkan kesyahidan bagi yg gugur di antara mereka, dan berikan keselamatan kepada yg masih hidup.
رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا.
Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yg kekal.
رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau lah Maha Pemberi (karunia).
رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا.
Ya Tuhan kami, berikan rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakan bagi kami petunjuk yg lurus dalam urusan kami.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قُلُوْبٍ لاَ تَخْشَعُ وَمِنْ نُفُوْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yg tidak khusyu’, dari nafsu yg tidak pernah kenyang, dan dari doa yg tidak dikabulkan.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri sendiri, jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan peliharalah kami dari api neraka.
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amal dan doa kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Semoga shalawat senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya semua. Maha suci Tuhanmu Pemilik kemuliaan dari apa yg mereka persekutukan. Semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada para rasul dan segala puji hanya bagi Tuhan semesta alam. Aamiin
==========
Demikian Ibnu Mas'ud At-Tamanmini akan menyampaikan khuthbahnya insya Alloh dan semoga bermanfaat. Aamiin
والله الموفق الى اقوم الطريق
🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏

Rabu, 18 Mei 2016

KAJIAN TENTANG HAKIKAT SALAFUS SHALIH KLAIM SALAFI WAHABI



Imam Baijuri dalam kitabnya Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri ‘Ala Jauharah At-Tauhid (Syarah Kitab Tuhfah Al-Murid ‘Ala Jauharah At-Tauhid) cetakan pertama Daar As-Salam Li At-Thaba’ah wa An-Nasyr Wa At-Tauzi’ tahun 1422 H/2002 M hal. 20 menyebutkan:

وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ

Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. “Segala kejahatan tertumpu pada bid’ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)”

Sering kita dengar bahwa selayaknya kaum muslim mengikuti/merujuk kepada Al-Qur’an, As-Sunnah dan Salafus Shalih (para Ulama Salaf), bahkan ada komunitas yang mengklaim merekalah pengikut Salafus Shalih. Namun, siapakah ulama salaf itu? Apa maksudnya merujuk pada ulama salaf? Lantas bagaimana jika kita mengikuti ulama yang bukan salaf (Ulama Khalaf)?

Istilah ulama khalaf terkadang dimaksudkan sebagai generasi yang datang setelah ulama salaf atau ulama terbelakang yang bukan generasi salaf. Generasi salaf adalah tiga kurun waktu yang terbaik, zamannya para Shahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in. Itu generasi salaf, yang setelahnya disebut khalaf. Apabila yang dimaksud dari sisi zaman, maka ini tidak menunjukkan kontradiksi antara penyebutan salaf dan khalaf. Oleh karena itu terkadang disebutkan kesepakatan ulama salaf wal khalaf. Maksudnya ulama salaf yang ada di zaman terdahulu dan setelahnya yang mengikuti mereka dengan kebaikan.

Oleh karena itu Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hambali beliau menulis satu kitab khusus,
Fadlu Al-As-Salaf  'Ala Ilmi Al-Khalaf (Keutamaannya ilmunya salaf dibanding ilmunya khalaf). Ilmu kholaf, ilmu yang mereka pelajari, ilmu filsafat, ilmu kalam, yang menyimpang dari ilmu yang dipelajari oleh para sahabat, kitabullah dan sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan setiap muslim wajib untuk mengikuti jalannya para ulama salaf. Oleh karena itu penyebutan salafy atau salafiyah itu bukan penyebutan satu kelompok. Namun penyebutan tersebut adalah nisbah, penisbatan kepada salaf. Bahwa kita mengikuti jalan mereka, kita mencintai mereka, beramal seperti apa yang mereka amalkan, baik dalam hal aqidah, dalam hal tauhid, dalam manhaj, dalam bermuamalah, dalam akhlaq, dalam setiap perkara dalam agama ini, maka dia disebut salafy atau salafiyah, karena mengikuti salaf. Kata ulama salafi wahabi ibnu taimiyah sbb:

لاعيب علي من أظهرمذهب السلف وانتسب إليه واعتزي إليه، بل يجب قبول ذلك منه بالاتفاق؛ فإن مذهب السلف لايكون إلاحقا 

Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya, bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan (para ulama). Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran (Majmu’Fatawa jilid 4 hal. 149)

Definisi Ulama Salaf

a. Etimologi (secara bahasa):

Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ (سلف = س, ل, ف) adalah pokok yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95)

b. Terminologi (secara istilah)

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4 perkataan :
  1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para Sahabat Nabisaja.
  2. Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
  3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
  4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamdalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ»

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih


a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim, Allah Ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-Taubah : 100]

b. Dalil Dari As-Sunnah

1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ ، وَيَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَنْذُرُونَ وَلاَ 
يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ

Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim (2533)

2. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»

Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.

c. Dari perkataan Salafush Shalih

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

اِتَّبِعُوا وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ

“Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ، فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ، أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانُوا أَفْضَلَ هَذِهِ الْأُمَّةِ، أَبَرَّهَا قُلُوبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللَّهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَإِقَامَةِ دِينِهِ، فَاعْرَفُوا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوهُمْ فِي آثَارِهِمْ، وَتَمَسَّكُوا بِمَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ أَخْلَاقِهِمْ وَدِينِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا عَلَى الْهَدْيِ الْمُسْتَقِيمِ.

“Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، فما كان غير ذلك فليس بعلم

“Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29)

Definisi Ulama Khalaf

Ulama Khalaf secara bahasa berarti ulama ke belakang atau kemudian. Asal kata dari “Khalafa, Yakhlufu, Khalfan” خلف, يخلف, خلفا mengikuti wazan “Fa’ala, Yaf’ulu, Fa’lan” فعل, يفعل, فعلا Fi’il Tsulatsi Mujarrod Bina’ Shahih yang berarti terbelakang/terkemudian.

Sedangkan menurut istilah Ulama Khalaf berarti generasi yang ditinggalkan setelah generasi terdahulu yaitu para ulama yang hidup setelah ulama salaf.

الخَلْفُ ضدّ قُدّام

Maksudnya: Khalfu (terbelakang) adalah lawan bagi Quddam (terdahulu) [Lisan Al-'Arab, madah: khalafa]

Seseorang tidak akan dinamakan sebagai khalaf dari sesuatu melainkan dia penerus apa yang dilakukan oleh orang terdahulunya. Maka, dinamakanlah para ulama' khalaf sebagai khalaf karana mereka meneruskan apa yang dipegang oleh ulama' salaf, bukan karana mereka berbeda dengan salaf. Orang yang memahami bahwa ulama' khalaf berbeda dengan ulama' salaf dari sudut pegangan dan femahaman agama yang usul itu adalah suatu femahaman batil terhadap maksud khalaf itu sendiri.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memuji generasi khalaf ini yang meneruskan usaha menjaga kemurnian agama daripada golongan jahil dan batil.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله، ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين

Maksudnya: "Ilmu ini akan dipikul oleh setiap khalaf (orang yang kemudian) dari kalangan yang adil daripadanya, yang menafikan tahrif (penyelewengan) orang yang melampaui batas, kepincangan golongan pembuat kebatilan dan takwilan dari orang-orang jahil".

[Hadith diriwayatkan secara mursal dalam sebahagian riwayat (Misykat Al-Mashabih) dan disambung secara sanadnya kepada sahabat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh Al-Imam Al-'Ala'ie. As-Safarini mengatakan  sahih dalam kitab Al-Qaul Al-'Ali : 227]

Para Imam Salafus Shalih dari Tabi’ut Tabi’iin diantaranya adalah 4 Imam Madzahib
Tabi’ut tabi’in (pengikut Tabi’in) adalah generasi ke-3 sesudah generasi Tabi’in dan generasi Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam yang hidup dalam kurun waktu dibawah 300 tahun setelah hijrah. Diantara mereka ada yang merupakan anak dari Tabi’in atau cucu dari Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut definisi sunni, Tabi’in adalah seorang ulama yang pernah berjumpa dengan minimal seorang Tabi’in.

Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah Islam, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut tabi'in disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadis : Tab
i'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Ada yang mengatakan bahwa Tabi'ut Tabi'in adalah orang yang hidup dalam kurun waktu dibawah 300 tahun setelah hijrah dan 4 Imam Madzahib yang kita kenal saat ini termasuk Tabi'ut Tabi'in yaitu:

1.      Imam Abu Hanifah (Hanafi) lahir 80 H wafat 148 H (lengkapnya: Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi)
2.      Imam Malik bin Anas (Maliki) lahir 93 H Wafat 179 H (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani)
3.      Imam Muhammad Idris As-Syafi’i (Syafi’i) lahir 150 H wafat 204 H (Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī)
4.      Imam Ahmad bin Hanbal (Hambali) lahir 164 H wafat 241 (lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi)

Sementara perlu kita ketahui kelahiran madzab baru dari kalangan salafi wahabi yang lebih mengikuti pendapat/ijtihad para ulama khalaf dibanding ulama salaf (4 Imam Madzahib yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) mereka lebih dominan mengikuti ulama yang mereka klaim sebagai ulama mujaddid (pembaharu) madzab diantaranya adalah sbb:

1.      Ibnu Taimiyah (661 H - )
2.      Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 H - 1206 H)
3.      Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1330 H - 1420 H)
4.      Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (1347 H - 1421 H)
5.      Muhammad Nashiruddin Al-Albani (1333 H - 1420 H
6.      Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan (1345 H - )
7.      Abdurahman bin Nashir As-Sa’di (1307 H – 1376 H)
8.      Muqbil bin Hady Al-Wadi’i ( ? – 1422 H)
9.      Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin  (1353 - 1430 H)
10.  Dan ulama lainnya yang hidup ribuan tahun setelah hijrah dan setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam wafat.

Al-Imam Al-Hafiz Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi Al-Asy'ari yang menulis kitab berjudul:

الاعتقاد علي مذهب السلف اهل السنه و الجماعه

(Al-I'tiqad 'ala Mazhab As-Salaf Ahl As-Sunnah wal Jamaah yang maksudnya: Kepercayaan  aqidah berteraskan mazhab Salaf ahli sunnah wal jamaah).

Sudah pasti kitab ini mengandung pembahasan aqidah secara manhaj Asya'irah, namun di sisi Al-Imam Al-Baihaqi itu tidak lain melainkan aqidah mazhab Salaf juga. Jadi, Asya'irah juga adalah "Salafiyyah" (jika ingin menggunakan istilah sekarang) pada asalnya, bahkan lebih awal Salafiyyah" mereka Asya’irah di banding klaim Salafi Wahabi yang muncul kemudian.

Walhasil, yang pantas disebut sebagai penerus Salaf Ash-Sholeh dan berjalan diatas manhaj salaf serta mengerti pemahaman para sahabat adalah mereka yang mengikuti metode Ushul Fiqh yang telah dirumuskan oleh Para Imam Mujtahid (4 Imam Madzahib) diatas, untuk menggali hukum dari nash-nash syara’ guna menjawab problematika kontemporer umat saat ini, agar seperti pendahulunya mereka senantiasa terikat dengan Syari’at Islam. Dan tidak ada salahnya kita mengikuti hujjah dan fatwa para ulama khalaf asalkan tidak meninggalkan hujjah-hujah dan fatwa para ulama salaf sebagaimana penjelasan Imam Mujtahid yang 4 yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali rodhiallahu ‘amhum. Wallahu a’lam bis-Shawab

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Aamin yaa Rabbal ‘Alamin

Demikian Ibnu Mas’ud At-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya semoga bermanfa’at. Aamiin

والله الموفق الى اقوم الطريق