MEDIA ONLINE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG (WCNU)NU KECAMATAN CIPAYUNG KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Senin, 31 Agustus 2015

HUKUM ADZAN BERANGKAT HAJI DAN UMROH



Mengenai pro kontra adzan saat keberangkatan calon jama'ah haji atau umroh menarik untuk dipecahkan. Hal ini menyangkut kebiasaannya, calon jama’ah haji atau umroh yg akan berangkat menunaikan kewajibannya, berpamitan dulu kepada para kerabat, tetangga, famili dan para undangan, kemudian ketika pemberangkatan biasanya ada semacam ritual pemberangkatan yaitu dengan dikumandangkannya Adzan, dimana tidak sedikit yg menyalahkan dan mempertanyakannya. 


Dengan adanya hal tersebut diatas marilah kita kupas sebuah Hadits yg mendukung dan menjadi dasar dari pada permasalah di atas, yaitu sebuah Hadits Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam sbb:

a. Hadits yg menerangkan, riwayat Ibnu Hibban sebagai berikut:

من طريق ابو بكر والرذبارى عن ابن داسة قال : حدثنا ابن محزوم قال حدثني الامام علي ابنى ابي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم – كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا استودع منه حاج او مسافر اذن وأقام – وقال ابن السني متواتر معنوي وروه ابو داود والقرافى والبيهقى

Riwayat dari Abu Bakar dan ar-Rudzbary dari Ibnu Dasah, ia berkata “Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dan Aisyah, ia mengatakan “Jika seseorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam, Rosul pun meng-adzani dan meng-iqomahi”. (HR. Ibnu Hibban)

Hadits ini menurut Ibnu Sunni bersifat mutawattir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qorafi, dan al-Baihaqi. [Ibnu Hibban, Sunan ibnu Hibban, Juz I, Beirut Dar al-Fikr, hal: 36]

b. Pemahaman secara Tekstual

Sahabat Ali ra dan Aisyah rah bercerita, jika seseorang mau bepergian atau berangkat haji, dia berpamitan kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam, kemudian Rosul pun meng-adzani dan meng-iqomatinya.

c. Pemahaman secara Kontekstual

Dari paparan Hadits di atas bisa kita artikan bahwa seorang yg akan bepergian jauh (termasuk haji atau umroh) maka dianjurkan untuk berpamitan kepada para saudara, kerabat, tetangga dan para alim seraya minta do’a restu. Dan khususnya bepergian yg merupakan ibadah yg sangat mulia yaitu haji dan juga bepergian yg bukan merupakan maksiat, maka menjadi suatu penghormatan yg pantas bila dikumandangkan adzan, hal tersebut patut diteladani karena Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam sendiri juga telah mengajarkannya.

d. Istimbat Hukum

Dari tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam, khususnya ulama’ Nahdliyyin  (Aswaja NU) berpendapat bahwa adzan yg dilakukan pada saat pemberangkatan haji adalah boleh (mubah). Hal ini berdasarkan pada Hadits Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam yg telah disebutkan di atas.

e. Pendapat Ulama

Kemudian para ahli hukum berpendapat seperti yg termaktub dalam kitab I’anah al-Thalibin sebagai berikut :

(قوله خلف المسافر) اي و يسن الآذان والإقامة ايضا خلف المسافر لورود حديث صحيح فيه قال ابو يعلى فى مسنده وابن ابى شيبة : اقول ويمبغى ان محل ذلك ما لم يكن سفر معصية.

"Kalimat menjelang bepergian bagi musafir maksudnya adalah disunnahkan adzan dan iqamah bagi seorang yg hendak bepergian berdasarkan Hadits Shahih. Abu Ya’la dan Ibnu Abi Syaibah : “Sebaiknya tempat adzan yg dimaksudkan itu dikerjakan untuk bepergian yg tidak bertujuan maksiat”. [Al-Dimyati, I’anah At-Tholibin, Juz I, hal: 23] Wallohu a'lam dan smg bermanfa'at. Aamiin

Kamis, 27 Agustus 2015

ADAKAH SHOLAT QODHO' DAN KAFAROT SHOLAT ?



Sholat adalah keeajiban bagi muslim mukallaf dan yg berakal sehat. Siapapun yg meninggalkannya dengan sengaja maka berdosa besar dan barangsiapa yg meninggalkannya karena tertidur atau terlupa tidak disengaja maka wajib mengqodho'nya.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan ;

إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ، أَوْ غَفَلَ عَنْهَا، فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Apabila salah seorang dari kalian tertidur hingga luput dari mengerjakan satu shalat atau ia lupa, maka hendaklah ia menunaikan sholat tersebut ketika ia ingat.” (HR. Muslim)

2. Bergegas Mengqodho’ Sholat.

Dan diperbolehkan mengakhirkan qodho’ sholat yg ditinggalkan, apabila sholat tersebut ditinggalakan karena ada udzur, seperti ketiduran. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Nabi ;

عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنَّا أَسْرَيْنَا حَتَّى كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْلِ، وَقَعْنَا وَقْعَةً، وَلاَ وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ المُسَافِرِ مِنْهَا، فَمَا أَيْقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمْسِ، وَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ فُلاَنٌ، ثُمَّ فُلاَنٌ، ثُمَّ فُلاَنٌ – يُسَمِّيهِمْ أَبُو رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوْفٌ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ الرَّابِعُ – وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَامَ لَمْ يُوقَظْ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسْتَيْقِظُ، لِأَنَّا لاَ نَدْرِي مَا يَحْدُثُ لَهُ فِي نَوْمِهِ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ وَكَانَ رَجُلًا جَلِيدًا، فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ، فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى اسْتَيْقَظَ بِصَوْتِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَابَهُمْ، قَالَ: «لاَ ضَيْرَ – أَوْ لاَ يَضِيرُ – ارْتَحِلُوا»، فَارْتَحَلَ، فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ، ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالوَضُوءِ، فَتَوَضَّأَ، وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ، فَصَلَّى بِالنَّاسِ

“Dari ‘Imron, ia berkata, Kami pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kami berjalan di waktu malam hingga ketika sampai di akhir malam kami tidur, dan tidak ada tidur yg paling enak (nyenyak) bagi musafir melebihi yg kami alami. Hingga tidak ada yg membangunkan kami kecuali panas sinar matahari. Dan orang yg pertama kali bangun adalah si fulan, lalu si fulan, lalu seseorang yg Abu ‘Auf mengenalnya namun akhirnya lupa. Dan ‘Umar bin Al Khaththab adalah orang keempat saat bangun, Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila tidur tidak ada yg membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak tahu apa yg terjadi pada beliau dalam tidurnya. Ketika ‘Umar bangun dan melihat apa yg terjadi di tengah banyak orang (yg kesiangan) -dan ‘Umar adalah seorang yg tegar penuh keshabaran-, maka ia bertakbir dengan mengeraskan suaranya dan terus saja bertakbir dengan keras hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun akibat kerasnya suara takbir ‘Umar. Tatkala beliau bangun, orang2 mengadukan peristiwa yg mereka alami. Maka beliau bersabda: Tidak masalah, atau tidak apa dan lanjutkanlah perjalanan. Maka beliau meneruskan perjalanan dan setelah beberapa jarak yg tidak jauh beliau berhenti lalu meminta segayung air untuk wudlu, beliau lalu berwudlu kemudian menyeru untuk shalat. Maka beliau sholat bersama orang banyak.” (HR. Bukhori)

Namun disunatkan untuk bergegas mengqodho’ sholat yg ditinggalkan karena adanya udzur. Sedangkan apabila sholat tersebut ditinggalkan tanpa adanya udzur maka diwajibkan untuk segera mengqodho’ sholat yg ditinggalkan menurut pendapat yg shohih.

3. Urutan qodho’ sholat.

Apabila sholat yg ditinggalkan lebih dari satu, disunatkan untuk mengqodho’ sholat2 tersebut berurutan, sesuai dengan waktunya. Kesunahan ini didasarkan pada hadits ;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ، جَاءَ يَوْمَ الخَنْدَقِ، بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي العَصْرَ، حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا» فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ، فَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا، فَصَلَّى العَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا المَغْرِبَ

“Dari Jabir bin Abdillah rodhiyallohu ’anhuma, bahwasannya Umar bin Khottob rodhiyallohu’anhu datang pada hari peperangan Khondaq setelah matahari akan tenggelam, lalu beliau mulai mencerca orang2 kafir Quraisy (karena menyebabkan para sahabat terlambat sholat ashar), beliau berkata: “Wahai Rosulullah, aku belum melakukan sholat ashar padahal matahari hampir tenggelam.” Nabi shollallohu’alaihi wa sallam bersabda: “Aku pun belum sholat ashar.” Maka kami bangkit menuju lembah buthhan, lalu Nabi shollallohu’alaihi wa sallam berwudhu untuk sholat, kami pun ikut berwudhu, lalu Rosulullah shollallohu ’alaihi wa sallam melakukan sholat ashar setelah matahari terbenam (di waktu maghrib), kemudian setelah itu beliau sholat maghrib.” (HR. Bukhori)

4. Tata cara sholat qodho’.

Cara mengerjakan sholat qodho’ itu sama saja dengan sholat ada’ (sholat ya dikerjakan pada waktunya) dalam semua hal, mulai dari syarat sah sampai rukun2nya. Sedikit perbedaannya terletak pada niatnya, dalam sholat qodho’ disunatkan untuk mengganti kata “ada’an” dengan kata “qodho’an”. Namun, hal ini tidak wajib, sebab dalam madzhab syafi’i tidak diwajibkan untuk menyinggung ada’ atau qodho’ ketika niat, hanya saja penambahan kata “qodho’an” dianjurkan untuk menghindari perselisihan seputar diwajibkannya penambahan tersebut.

SHOLAT KAFAROT

Mengenai shalat kafarat (mengqodlo sholat lima waktu yg tertinggal atau ditinggalkan dlm waktu lama) sy dapat keterangan yg dinukil dari kitab “Majmu’atul Mubarakah” karya Syekh Muhammad Shodiq Al-Qahhawi. Disana dijelaskan kebiasaan yg dilakukan oleh beberapa sahabat, diantaranya oleh Ali bin Abi Thalib rodhiyallohu 'anhu, dan terdapat sanad yg muttashil dan tsiqah kepada Ali bin Abi Thalib bahwa beliau melakukannya di Kufah. Dan yg memproklamirkan kembali hal ini adalah Al-Imam Al Hafidh Al Musnid Abubakar bin Salim rahimahullah, yaitu dilakukan pada setelah shalat jumat, pada meng Qadha sholat lima waktu, barangkali ada dalam hari2 kita sholat yg tertinggal, dan belum di Qadha, atau ada hal2 yg membuat batalnya sholat kita dan kita lupa maka dilakukan shalat qodho' tersebut.

Mereka melakukan hal itu menghendaki keberkahan dan kemuliaan hari jumat dan bulan Ramadhan. Adapun kaifiyahnya (tata caranya) adalah sholat dengan niat qadha`. Pertama sholat dhuhur, kemudian setelah salam langsung bangun sholat ashar qadha` dan begitu seterusnya sampai sholat subuh.

Tetapi jika tak dapat menghitung jumlahnya, dengan melakukan Sholat Sunnat kafarah.

Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, " Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan sholat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka sholatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1x tasyahud (tasyahud akhir saja, tanpa tasyahud awal), tiap rakaat membaca 1 kali Fatihah kemudian surat Al-Qadar 15 X dan surat Al-Kautsar 15 X .

"Nawaitu Usholli arba’a raka’atin kafaratan limaa faatanii minash-sholati lillaahi ta’alaa”

Sayidina Abu Bakar ra. berkata
"Saya mendengar Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sholat tersebut sebagai kafaroh (pengganti) sholat 400 tahun dan menurut Sayidina Ali ra. sholat tersebut sebagai kafaroh 1000 tahun. Maka bertanyalah sahabat : umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya ?". Rosululloh menjawab, "Untuk kedua orangtuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang2 yg didekatnya/ lingkungannya."

Ada juga hadist riwayat Adz-Dzahabi dalam kitab Ahadits Mukhtarah:

وبإسناد مظلم عن أحمد بن عبيد الله النهرواني ثنا أبو عاصم ثنا الأوزاعي عن يحيى عن أبي سلمة عن أم سلمة قالت دخل شاب فقال يا رسول الله إني أضعت صلاتي فما حيلتي قال حيلتك بعد ما تبت أن تصلي ليلة الجمعة ثمان ركعات تقرأ في كل ركعة خمسة وعشرين مرة (قل هو الله أحد) فإذا فرغت فقل ألف مرة صلى الله على محمد فإن ذلك كفارة لك ولو تركت صلاة مائتي سنة وكتب لك بكل ركعة عبادة سنة ومدينة في الجنة وبكل آية ألف حوراء وتراني في المنام ن ليلته الحديث وهكذا فليكن الحديث الموضوع ( 8 أ ) وإلا فلا. أحاديث مختارة ج:1 ص:107

Dari Ummi Salamah: datang seorang pemuda kepada Rasulullah bertanya "Wahai Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam aku telah menelantarkan sholatku, apa yg dapat aku lakukan?". Rasulullah menjawab "Hendaknya kamu sholat pada malam Jumat delapan rakaat, setiap rakaat membaca Qul Huallaahu Ahad sebanyak 25 kali, lalu setelah sholat bacalah Shallallahu Ala Muhammad sebanyak 1000 kali, maka itu akan menebus sholat2mu yg kau tinggalkan walaupun dua ratus tahun dan Alloh akan mencatat setiap rakaatnya seperti ibadah setahun dan menjanjikan sorga, dan setiap ayat seribu bidadari dan akan melihatku dalam mimpi pada malam itu". Adz-Dzahabi mengatakan ini hadist maudlu' (tertolak).

Dari penjelasan diatas jelaslah jika sholat qodho adalah sunnah Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam dan sahabatnya. Sementara sholat kafarot ada dua penjelasan para ulama dari sumber yg berbeda terjadi adanya khilafiyah. Namun sy sendiri baru mendengar sebutan sholat kafarot yg dilaksanakan pada jum"at terakhir di bulan Romadhon dan belum pernah melaksanakannya. Wallohu a'lam

Semoga bermanfa'at unt menambah wawasan. Aamiin

N/B: Mohon koreksi dan pentashhihan masalah ini. Syukron

HIKMAH IBADAH HAJI (Edisi Khuthbah Jum'at)




الحمدلله الذي بنعمه تتم الصالحات، وأمرنا بعبادته وتقواه بامتثال المأمورات واجتناب المنهيات،
أشهد أن لا اله الله رب المشرق والمغرب ورب العرش والسماوات، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أمره الله بالدكر بعد الصلاة شكرا للنعم والمنات.
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ونبينا ومولنا محمد صلى الله عليه وسلم نبي الرحمة بعثه الله بأكمل الشرائع رحمة لجميع المخلوقات. أما بعد.
فيا أيهاالناس ! اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mari kita selalu berusaha meningkatkan taqwa dengan sungguh-sungguh. Taqwa dalam arti – mematuhi semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ini arti taqwa yang sebenarnya. Kita sadar, bahwa hanya dengan kualitas taqwa yang kuat – akan selamat dunia dan akhirat.

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah.

Di bulan ini, Jama’ah Haji dari segala penjuru dunia – berduyun-duyun datang di kota Suci Makkah dan Madinah. Mereka ingin menyempurnakan rukun Islam yang lima. Mereka ingin melaksanakan ibadah haji. Mereka ingin mensucikan diri. Dengan perasaan yang penuh harap dan cemas – meninggalkan tanah air dan negaranya masing-masing, memenuhi panggilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Mereka mempunyai harapan besar, untuk mendapatkan maghfirah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas semua dosa dan khilafnya yang telah dilakukan selama ini. Mereka ingin jika nanti suatu saat harus segera kembali menghadap Ilahi Rabbi, dirinya dalam keadaan suci – seperti baru lahir dari kandungan sang ibu.

Di samping itu, perasaan mereka ada yang diliputi kecemasan. Apa yang akan terjadi selama di tanah suci. Mampukah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji itu dengan baik. Atau jatuh sakit dan banyak rintangan? Dapatkah meraih suatu kualitas haji yang mabrur atau tidak? Dapatkah dosa-dosa terampuni oleh Allah Tuhan Yang Maha Suci? Bagaimana pekerjaanku? Bagaimana tokoku ? bagaimana sawah ladangku ? Bisakah kembali lagi ke tanah air – bertemu keluarga dan sanak family ? Dan masih banyak lagi kecemasan-kecemasan lainnya yang muncul silih berganti.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Tidak perlu cemas dan tidak perlu takut. Sebab Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya kurang lebih: “Barangsiapa yang memulai pakaian ihram, maka sejak itu dosa-dosanya diputihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala”. Subhanallah. Sungguh sangat luar biasa kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang taqarrub – mendekatkan diri kepada-Nya – untuk mendapatkan maghfirah-Nya.

Baru saja memakai pakaian ihram, Allah Yang Maha Pengampun itu sudah berkenan dengan senangnya memberi maghfirah yang luar biasa itu. Diputihkan dari segala dosa dan khilafnya. Belum rangkaian ibadah yang lain. Tentu akan lebih memutihkan diri, meningkatkan kuwalitas hidup dan memperbanyak pahala yang luar biasa pula.

Juga jangan cemas, segala urusan di tanah air sudah diatur dengan baik oleh Tuhan Penguasa alam semesta. Karena itu, lupakan dan relakan serta serahkan semuanya itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah adalah Tuhan Yang Memiliki segala-galanya dan Maha Pengampun serta Maha Penyayang. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 129 sebagai berikut:

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran: 129).

Saudara-saudaraku kekasih Allah yang berbahagia.

Ibadah haji itu indah. Ibadah haji itu menyenangkan. Dan, ibadah haji itu merindukan. Betapa tidak? Di tanah Suci kita bisa bertemu dengan saudara-saudara kita dari seluruh penjuru dunia. Ada dari Asia. Ada dari Afrika. Ada dari Eropa. Ada dari Amerika. Dan ada pula dari benua Australia. Pendeknya, mereka datang dari seluruh penjuru dunia.

Ada yang berkulit putih, ada yang berkulit hitam. Ada yang berkulit agak kuning, ada yang sawo matang. Ada yang berpostur tinggi, ada yang sedang dan pendek. Ada yang sudah usia tua, ada yang masih muda gagah perkasa. Ada yang tampak orang kaya dan mewah, ada yang sederhana dalam penampilannya. Walau mereka datang dari negara yang berbeda, dan warna kulit yang bermacam-macm, namun, rasa saling hormat dan kasih sayang – memancar terang dari raut wajah mereka. Yang keluar dari mulut mereka ucapan yang bagus-bagus, assalamu’alaikum – assalamu’alaikum, apa khabar ? dan seterusnya.

Pada dasarnya mereka datang dari satu akar yang sama, yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam dan Siti Hawa. Hakekatnya, mereka itu satu dan bersaudara yang harus saling memperbaiki hubungan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’anul Karim surat An-Nisaa’ ayat 1 sebagai berikut:“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu”. (QS. An-Nisaa’: 1).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ibadah haji itu sungguh menggembirakan. Doa-doa dikabulkan. Permohonannya tidak ada yang tertolak. Mengapa, di samping mereka adalah kaum yang suci. Tempat-tempat untuk memanjatkan doa itu juga suci dan mustajabah. Di Masjidil Haram – ada Babus Salam. Ada Multazam. Ada Maqam Ibrahim. Ada Hijir Ismail. Ada bukit Shafa dan Marwah. Di Tanah Suci ada padang Arafah. Tempat yang dipakai wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah. Ada pula Muzdalifah. Ada Mina. Dan di Madinah ada Masjid Nabawi yang sangat megah dan menawan hati. Di dalamnya ada Raudhah. Menurut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat itu adalah Taman Surga yang indah.

Saudara, tempat-tempat yang kami sebutkan tadi – adalah tempat yang mustajabah. Tempat yang siapa berdoa di situ – tidak tertolak. Doanya – dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Subhanallah......

Ma’asyiral Muslin Rahimakumullah

Ibadah haji itu menghapus dosa. Bahkan akan dapat mengembalikan kesucian dirinya, bagai baru lahir dari kandungan sang ibu. Sungguh sangat menggembirakan dan menjanjikan ibadah haji itu bagi yang bercita-cita mulia untuk hidup masa depan. Mari kita perhatikan Sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut ini:

Dari Abu Hurairah ra ia berkata, saya telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barangsiapa berhajji karena Allah, tidak berkata kotor dan tidak fasik, maka ia kembali bagaikan baru dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Bukhari Muslim)

Subhanallah. Betapa sucinya – setelah pulang dari Tanah Suci. Betapa bersihnya jiwa ini. Dan, betapa indahnya kehidupan ini. Hidup bersih tanpa dosa dan noda. Hidup yang bersih dan suci, menjadikan dunia – terang benderang. Tak ada mendung, dan tak ada awan yang menghalang. Semuanya berjalan atas petunjuk dan bimbingan Allah Yang Maha Rahman. Suasana kehidupan semacam ini adalah menjadi idaman dan cita-cita semua insan. Ibadah haji mampu menghantarkan suasana kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan. Haji adalah bukan saja suatu kuwajiban. Melainkan, suatu cita-cita yang mulia. Setiap insan yang beriman ingin menggapainya.

Saudara-saudaraku kaum Muslimin yang budiman.

Rasulullah Saw juga menjanjikan bahwa haji yang mabrur mendapat balasan surga. Sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadits :

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ: أنَّ رَسُولَ صلى الله عليه وسلم قال: " العُمْرَةُ إلى العُمْرَةِ كفّارةٌ لِمَا بيْنَهُما، والحجُّ المبْرورُ لَيْسَ له جَزَاءٌ إلا الجنّةُ ". (متفق عليه)

“Umrah satu ke umrah yang lain adalah sebagai penghapus bagi dosa antara keduanya. Dan hajji yang mabrur itu tidak ada balasan baginya kecuali surga”. (HR.Muttafaq ‘Alaih dari Abu Hurairah ra)

Benar bahwa ibadah haji adalah suatu cita-cita kaum Muslimin untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Mari kita berniat dengan sungguh-sungguh agar bisa memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Karena itu Allah Swt memanggil umat manusia pergi ke Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Sebagaiana firman-Nya di dalam al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 97 sebagai berikut ini:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran: 97).

Istitha’ah itu ada tiga unsur. Pertama, kemampuan harta. Kedua, kesehatan. Dan ketiga, aman jalannya. Setiap insan yang telah memiliki tiga unsur tadi, sudah mempunyai kuwajiban untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan ibadah haji itu – rukun Islam kita akan menjadi sempurna. Seyogyanya, mari kita segera niat berangkat haji. Jangan ditunda-tunda lagi. Umar bin Khatthab ra pernah berkata, segeralah berangkat haji (selagi ada kemampuan). Jangan ditunda-tunda. Siapa tahu, besuk engkau akan menjadi kufur.

Alangkah ruginya dalam hidup ini, bila diri kita berbalik dari keadaan beriman – lalu menjadi kufur. Na’udzu billahi min dzaalik. Jangan sampai kita mengalami keadaan seperti itu. Oleh karenanya, bagi yang belum sempat menunaikan haji – mari kita berniat dengan sepenuh hati – untuk memenuhi panggilan suci itu. Pergi ke kota Suci, menunaikan ibadah haji.

Saya berdoa, mudah-mudah kita semua diberi kesempatan yang mudah oleh Allah untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima itu. Amin ya rabbal alamin.

Tetapi, harus diingat. Niat haji itu harus ikhlas. Niat haji harus lillahi ta’ala. Jangan ingin dipuji orang. Dan jangan ingin hanya sekedar dipanggil dengan sebutan “Pak Haji”. Tanpa keinginan seperti itu, Allah SWT telah mencatat kita sebagai oang yang telah menunaikan haji, insya Allah.


Panggilan “Pak Haji” dari tetangga atau lainnya, itu tidak penting. Sebab ibadah kita hanya karena Allah semata. Allah yang menilai. Lain tidak. Mari kita ingat Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إنما الأعمال بالنيات وانما لكل امرئ مانوى

“Sesungguhnya amal itu harus dengan niat. Dan tiap-tiap urusan itu tergantung niatnya”. (HR. Muslim)

Betapa pentingnya menata niat yang benar dalam melaksanakan ibadah haji. Sungguh, niat sangat menentukan kualitas ibadah itu. Oleh karenanya, jangan keliru menata niat. Tidak ada niat, kecuali lillahi ta’ala. Hanya karena Allah ta’ala.

Akhirnya, mari kita berdoa – semoga kita segera mendapat panggilan Nabi Ibrahim as untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dengan mudah. Dan, mendapatkan haji yang mabrur. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ , أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِير
اللهم صَلِّ على سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
فيا أيها المسلمون، اتقواالله ما استطعتم وأطيعوه فلن تزالوا بخير ما أطعتم وأكثروا من الصدقة والإستغفار وصلة الأرحام، ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام، فقد أمركم الله بذالك
فقال إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيهاالذين آمنوا صلو عليه وسلموا تسليما.
اللهم أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا، إِنَّهَا سَاءتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات وللحجاج والمعتمرين كلهم ولمن له حقوق علينا ولمن أحسن إلينا برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اجعل حجهم حجا مبرورا وسعيا مشكورا وذنبا مغفورا وتجارة لن تبور.
اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنْتَ الْمُسْتَعَانُ، وَعَلَيْكَ الْبَلَاغُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بالله. ربنا أتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار،
عباد الله إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربي وينهى عن الفحشاء والمنكر يعظكم لعلكم تذكرون أذكر الله العظيم ولذكر الله أكبر والله يعلم ما تصنعون. أقيموا الصلاة.

Kamis, 20 Agustus 2015

MENGGAPAI HAJI MABRUR (Edisi Khuthbah Jum'at)




الحَمْدُ لِلهِ ذِيْ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ جَعَلَ الْحَجَّ إِلَى بَيْتِهِ أَحَدِ أَرْكَانُ الْإِسْلاَمِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ مَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَسَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَطَافَ بِالبَيْتِ الْحَرَامِ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ الْكِرَامِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمَا كَثِيْرًا، أَمّا بَعْد
Jamaah shalat Ju’mat yang dimuliakan Allah,
Marilah kita tingkatkan Iman dan taqwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena hanya dengan taqwa kita akan mendapatkan ampunan, pertolongan, dan surga-Nya yang agung. Taqwa sendiri di definisikan oleh para ‘Ulama’ dengan Ta’rif “Imtisalul Awamir, Wajtinabun Nawahi” yakni menjalankan segala perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan menjauhi segala larangan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kita sekarang ini berada pada bulan Dzulqa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram اشهرالحرم dan satu dari tiga bulan haji yang disebut dengan أشهر معلومات di sebut Dzulqa’dah adalah karena :
يَقْعُدُوْنَ فِيْهِ عَنِ اْلأَسْفَارِ وَالْقِتَالُ اِسْتِعْدَادًا لإِحْرَامٍ بِالْحَجِّ
“Mereka duduk (tinggal di rumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai persiapan untuk melakukan ihram haji”.
Pada hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pemberangkatan para jamaah calon haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam di dalam lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tersebut meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada suatu agama pun yang memiliki konsep ibadah seperti konsep ibadah haji agama Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan rukun islam atau tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di lihat dari sebutannya saja, ibadah ini sudah unik. Betapa tidak, al-Allamah Abu Abdillah Muhammad bin Abdir Rahman al-Bukhari al-Hanafi al-Zahid (546 H) menjelaskan, “Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), dengan maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota tubuh yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama yaitu al-hajj yang berarti al-qashdu (tujuan).
Tatkala seorang haji tiba di depan Ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah (Ka’bah) yaitu Allah SWT tidak berada di dalam sana, karena Allah SWT adalah Dzat yang tidak bertempat sebagaimana makhluk yang memerlukan tempat, maka jama’ah haji berputar mengelilingi Ka’bah yang disebut dengan Thawaf, hal ini meng-isyaratkan bahwa Ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah رب الكعبة yakni tiada lain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Begitu pula ketika jama’ah haji mencium Hajar Aswad yang berarti batu berwarna hitam, bukan berarti bertujuan menyembah batu, melainkan karena mengikuti Sunnah Rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik zaman jahiliyyah mencium Hajar Aswad karena bertujuan menyembah batu.
Tetapi sekarang Muslim mencium Hajar Aswad demi mengikuti Sunnah Rasul yang diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu Anhu, “Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah di muka bumi ini. Maka barangsiapa yang menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah (bukan sebenarnya, tapi seolah-olah) ia menjabat (tangan) Allah dan mencium tangan kanan-Nya.” Artinya adalah mengharap Ridho dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Oleh Karena itu, ketika menyentuh Hajar Aswad seorang jama’ah haji harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at kepada Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah memerintahkan untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk selalu taat dan tunduk kepada-Nya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia berhak mendapatkan murka dan adzab Allah. Na’udzubillahi Mindzalik.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Karena tujuan kita bukan البيت ka’bah tetapi رب البيت Allah pemilik Ka’bah dan karena unsur niat begitu utama dan penting maka Allah berfirman,
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ.
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai, polisi, artis, dokter, anggota dewan, menteri maupun seorang presiden sekalipun, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Semuanya harus melakukan Taubatan Nasuha yakni meminta ampun, menyesali segala perbuatan dosa yang pernah ia lakukan dan berjanji kepada Allah tidak akan pernah mengulanginya lagi.
Inilah yang di isyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa” (Al-Baqarah: 197).
Tentu saja kita sudah memaklumi bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Kalau calon haji sudah bertaubat, maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Ia akan menghayati kalimat Talbiyah tersebut, seolah-olah berucap: “Ya Allah aku datang, aku datang, memenuhi panggilan-Mu, lalu aku berdiri di depan pintu-Mu. Aku singgah di sisi-Mu. Aku pegang erat kitab-Mu, aku junjung tinggi aturan-Mu, maka selamatkan aku dari adzab-Mu, kini aku siap menghamba kepada-Mu, merendahkan diri dan berkiblat kepada-Mu. Bagi-Mu segala ciptaan, bagi-Mu segala aturan dan perundang-undangan, bagi-Mu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah keridhaan-Mu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah, maka lindungi aku dari adzab-Mu.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Jika calon haji sudah bertaubat, maka ia pasti akan mampu mencapai hakikat haji yang telah digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Ahmad Da'en apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
Seorang yang beribadah haji tidak boleh melakukan rafats yaitu jima’ (bersenggama) dan segala ucapan yang menjurus kepada nafsu syahwat. Tidak boleh melakukan fusuq yaitu segala bentuk maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu saling berbantah-bantahan, perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan untuk mencari kebenaran.
Maka, barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang di antara tandanya adalah sepulang haji ia akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, serta tidak akan mengulang maksiat dan dosa-dosa yang lalu.
Ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah. Maka sekembalinya mereka, bertambah banyaklah muslim dan muslimah yang taat di sebuah negara, negara itu juga akan semakin aman, makmur, dan sentausa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah para pejabat, para menteri, presiden dan para wakil rakyat. Sepulang haji mereka yang tidak jujur berubah menjadi jujur, yang tidak amanah berubah menjadi pribadi yang amanah, si kikir akan berubah menjadi sang dermawan, yang kasar akan berubah menjadi peramah, dan yang biasanya menyebar kejahatan akan berubah menebar salam.
Itu semua manakala hajinya mabrur, ibadah hajinya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun jika tidak mabrur, maka adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah di depan nama mereka. Yang korup tetap korup, yang penipu tetap penipu, dan yang jahat tetap jahat. Na’uzu billahi min Dzaalik.
Maka tidak heran jika rafats, fusuq dan jidal marak di mana-mana. Sampai-sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, krisis aqidah, krisis ekonomi dan krisis dalam segala bidang.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Demikianlah sekelumit tentang makna filosofi haji, predikat haji mabrur dan gambaran haji yang tidak mabrur. Semoga Allah menjadikan jama’ah haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur dan semoga dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mardud (tertolak).
Adapun kita yang belum melaksanakan ibadah haji, baik yang belum di berikan kemampuan maupun sudah diberikan kemampuan akan tetapi belum mendapatkan kesempatan, semoga Allah menanamkan dalam hati kita Azzam (Tekad yang kuat dan Niat yang Ikhlas) hanya karena Allah, juga diberikan oleh Allah “Istatho’a” atau kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan dalam hal materi. Serta diberikan oleh Allah SWT kesempatan umur yang panjang sampai waktu giliran kita tiba, Amiiin Yaa Rabbal ‘Alamiiin …
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ